Mohon tunggu...
Santy Novaria
Santy Novaria Mohon Tunggu... -

Seorang Muda. Penikmat Fiksi. Tukang kritik yang bukan penulis. Anda tidak harus jadi koki handal untuk sekedar merasai mana masakan enak, mana yang kurang garam.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

[FFK] Bahagia Paling Sederhana

18 Maret 2011   17:33 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:40 460
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

" Tak habis lagi jualan malam ini, bang? " Warnih sebenarnya tak tega bertanya begitu pada suaminya. Dia tau suaminya letih, harusnya dia menyuguhkan air minum. Tapi cemas dalam hati Warsih tak terbendung. Sudah dua hari anak mereka sakit, butuh uang untuk membeli obat.

Darso tersenyum, merangkul istrinya mesra sekali. "Kita masuk saja dulu. Buatkan teh ya, bu." Warnih tersipu, bukan malu tapi merasa tersindir. Darso duduk berjulur kaki, punggungnya bersandar pada dinding papan rumah mereka.

Malaikat yang mengintai Darso sejak di perjalanan menuju pulang sedang menggerutu tak berkesudahan. Harusnya Darso ada di daftar yang mati malam ini. Dia masih menunggu saat dimana Darso mengeluh dan putus asa akan hidupnya yang sulit. Memohon agar Tuhan mencabut nyawanya. Atau paling tidak terlintas di benak Darso untuk menenggak racun pemutus nyawa. Entah sudah berapa lama malaikat pencabut nyawa itu menanti. Tak juga terkeluar gerutuan dari mulut Darso. Manusia macam apa Darso ini?

" Pak, hari ini beras habis." Warnih tak berani menatap wajah Darso, dia juga tahu kalau Darso lelaki yang bersungguh-sungguh dalam bekerja.

" Doakan saja ya, bu. Semoga jualan laku." Darso mengusap kepala istrinya, tak ada kecup di kening seperti yang seharusnya, Darso tak terbiasa. Perlahan dia mendorong gerobaknya, roda berdecit mengilukan telinga.

Hampir tengah malam, lolongan anjing hutan menyalak bersahutan. Hari kedua malaikat mengincar Darso. Siang tadi, malaikat melihat dagangan Darso tak banyak laku, mungkin malam ini dia akan menghujat Tuhan. " Sampai dimana batas sabarmu, Darso." Malaikat tergelak karena merasa menang.

Darso letih, tenaganya mulai mengendur. Malaikat sumringah lebar sekali. Akan ada yang mati hari ini. Malaikat menghampiri Darso, tersenyum mengejek.

" Kau lelah bukan? Aku sedang baik dan ingin membantumu." Malaikat yang akan mencabut nyawa Darso mendekat.

Darso terkejut tak kepalang, dia terjajar dua langkah ke belakang. Dari mana datang orang ini? Astaga! Dia hampir mati jantungan. Belum sempat Darso bertanya, malaikat yang telah berubah wujud ini membuka arah bicara.

" Kulihat kau orang yang gigih, tapi mengapa tak kunjung kaya juga? Apa kau tak bosan seperti ini, kawan? " Darso yang diajak bicara terdiam. Malaikat makin merasa menang.

" Kalo aku jadi kau, sudah lama aku mengakhiri hidup karena tak kuat." Darso tersenyum, nyaris tak terlihat dan terus saja mendorong gerobaknya. Malaikat menguntit dari belakang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun