Mohon tunggu...
Santy Novaria
Santy Novaria Mohon Tunggu... -

Seorang Muda. Penikmat Fiksi. Tukang kritik yang bukan penulis. Anda tidak harus jadi koki handal untuk sekedar merasai mana masakan enak, mana yang kurang garam.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

[ FFK] Pasung

18 Maret 2011   13:15 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:40 258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1300442746367364849

Bapakku bukan orang jahat, mungkin bapak tengah disekap dalam satu ruangan, dan yang sekarang mirip bapak adalah orang lain yang sedang menyamar. Aku tak bisa percaya pada lelaki itu. Mungkin dia bisa menipu ibu, menipu saudara lelakiku yang lain, menipu tetangga kami. Tapi dia tidak bisa menipuku. Aku sangat yakin kalau dia bukan bapakkku.

Kucoba meyakinkan mereka semua, terutama ibu. Tahu apa yang dikatakan ibu?

"Aih, berpandai-pandai je lah kau ni mengarang cerita. Tengok betol-betol. Dia tu tetap bapak engkau. Tak pernah berubah. Kalo soal tabiat, memang macam tu lah dari dulu."

Lelaki itu sekarang sudah mempengaruhi ibu. Menyisipkan sedikit demi sedikit muslihat bulusnya. Entah apa yang diinginkan lelaki itu dari kami. Memuakkan. Begitu juga dengan ibu yang selalu mengabaikanku.

"Engkau ni dah macam  orang sakit  gila."

Itu perkataan ibu yang paling menyakitkan. Ibu tak percaya pada apa yang kutahu. Akupun mulai tak yakin pada ibu. Perlahan-lahan, ibu juga bukan seperti ibu yang dulu.

Omnia Romoe Venalia Sunt. Selalu ada sebabnya orang masuk neraka! Kata-kata itu muncul begitu saja di kepalaku. Entah pernah kubaca dimana, aku lupa. Tapi itu tidak penting, karena dalam beberapa waktu kedepan aku akan mengingatnya. Aku pernah diberitahu bahwa ketika kita mati segala ingatan tentang masa lalu kita akan diperlihatkan dengan sejelas-jelasnya. Mati? ya, aku sedang menunggu kematianku.

"..., anda didakwa atas pembunuhan brutal  terhadap 6 orang anggota keluarga anda. Dan pengadilan memutuskan memberikan hukuman mati kepada anda diatas kursi listrik." begitu kata hakim dengan wig putih diatas kepalanya.

Marry Rose, namaku. Kata mereka, aku mengidap capgrass syndrome akut. Dan aku didakwa akan kesalahan yang-mungkin-kulakukan. Mungkin? Ya! Karena dalam pandanganku aku hanya membela diri dari para penipu yang berusaha membunuhku.

Semua terjadi begitu cepat, secepat kilat yang menyambar udara kosong di atmosfer bumi. Sekali lagi, aku  tidak begitu bisa mengingat kapan tepatnya aku mulai merasakan ancaman itu. Kusebut ancaman. Itu adalah kata yang tepat untuk menjelaskan awal belenggu besi yang kini melingkar indah di pergelangan tanganku.

Setiap manusia memiliki kemampuan untuk mempertahankan diri². Namun pada kasusku, kemampuan itulah yang justru menjerumuskanku menuju hukuman mati. Hukuman mati atas pembunuhan yang-sekali-lagi-kuanggap-mungkin-kulakukan atas 6 orang penipu yang menyamar menjadi anggota keluargaku. Ayah, ibu, kedua pamanku dan anak mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun