"Mak, mungkin besok kita tak bertemu lagi. Kitorang nak dibawa... katmana, bang?"
Anak kedua dari perempuan rumah bordil itu mengoceh sambil mengunyah roti tawar yang diangsurkan ibunya. Sementara abang yang ditanya tak kalah sibuknya mengolesi roti dengan gula pasir, tak ada mentega, tak ada selai kacang.
Perempuan rumah bordil itu memeluk erat anak terkecil yang harusnya masih menetek sampai sekarang, ada luka di mata perempuan itu. Bukan tanpa alasan dia melacur selama ditinggal laki. Bagaimanapun pahitnya hidup selama bersama dengan anak-anaknya, si perempuan yakin dunia tetap tak akan terbalik.
Tapi apa lacur sekarang?
__________________
Karena Tuhan punya rahasia, disebutlah Dia Maha Agung. Tak ada yang luput dari pengawasan barang sedetik. Tak ada yang terlupa dari pantauannya barang sekejap meski doa tak selalu langsung terijabah. Tuhan malas mengucap kun lalu fayakuun di saat bersamaan.
Begitu pula dengan perempuan rumah bordil, lewat razia kamtib ada pesan langsung dari Penguasa. Lewat pintu yang tertutup, Dia membuka banyak jendela lain.
________________
Perempuan rumah bordil itu kali ini bergincu dan berpupur lagi setelah absen belasan tahun lalu. Diusapnya kaca yang kian buram menguning dengan telapak kiri, tangannya bergetar saat memoles bibir yang kian keriput dengan gincu yang sempat menghiasi bibirnya bertahun silam.
Perlu beberapa kejap meratakan pupur pada wajahnya, dia sudah tak terampil kini. Ah, perempuan rumah bordil itu tertegun. Pernah dia bersumpah tak akan bercermin lagi hanya untuk berias. Dulu, dulu sekali saat anaknya meminta dia berhenti melacur.
" Mak, cepatlah. Dah datang mobil kat depan. Satu jam lagi Bang Amir wisuda."