Mohon tunggu...
pangestuaji123
pangestuaji123 Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Identitas Virtual dalam Cyberculture

17 Mei 2016   17:08 Diperbarui: 17 Mei 2016   17:19 1300
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Seiring dengan perkembangan peradaban manusia saat ini, teknologi yang berguna sebagai media pendukung manusia untuk kelangsungan hidup pun saat ini ikut mengalami perkembangan yang mutakhir. Perkembangan teknologi saat ini telah memberikan harapan baru terhadap timbulnya berbagai perubahan mendasar pada berbagai bidang kehidupan dan relasi sosial. Menurut Antony Giddens hal ini dapat terjadi dikarenakan dalam masyarakat teknologi terdapat cara terpenting menggabungkan produksi dan struktur reproduksi serta aksi dalam proses interaksi melalui teknologi komunikasi.

Manusia sebagai makhluk sosial perlu melakukan sosialisasi demi kelangsungan hidupnya. Di zaman yang modern ini manusia telah dimudahkan dalam berinteraksi sosial, baik secara langsung maupun tidak langsung. Hal tersebut didukung oleh adanya teknologi internet yang menciptakan sebuah realitas baru yang di sebut dengan realitas virtual.

Realitas virtual sangat berbeda dengan realitas sosial. Jika realitas sosial lebih dideterminasi oleh adanya konstruksi secara diskursif (bahasa dan simbol lainnya) maka realitas virtual sebagai hasil dari praktik-praktik sosial juga dikonstruksi oleh non-diskursif, yakni online tool sehingga menghasilkan apa yang disebut degan cyber culture atau teknoloi sebagai budaya.

Cyber space adalah sebuah ruang halusinasi yang tercipta dari data di dalam komputer-komputer yang saling tersambung didalam sebuah jaringan. Ia adalah sebuah dunia yang diciptakan tidak aktual akan tetapi mendekati dunia nyata. Didalam cyberspace semuanya dapat menghasilkan berbagai skenario kehidupan virtual yang sangat menjanjikan.

Didalam cyberspace, orang tidak hanya melihat data, akan tetapi dapat menyelam (immersed) didalam data tersebut, dala pengertian perasaannya secara aktual berada didalam lingkungan virtual yang dibentuk oleh data tersebut. Berkaitan dengan aspek sosialnya, istilah cyberspace menurut Timothy Leary, telah didistorsi oleh berbagai pihak, sehingga mempunyai konotasi seseorang yang mengendalikan pihak lain. Padahal cyberspace menurut Leary adalah mengendalikan diri.

Cyberspace adalah sebuah ruang yang terbentuk oleh sistem kendali informasi dan data, yang didalamnya setiap orang dapat menavigasi dirinya sendiri di dalam jagad raya kemungkinan tak terbatas.

Pembahasan

    Dalam cyberspace setiap orang memiliki kesempatan untuk melakukan konstruksi diri. Melalu mailing list seseorang dapat membangun identitas baru, terlepas dari apakah hal tersebut sesuai atau melanggar aturan yang telah ditetapkan oleh moderator dalam mailing list tertentu.

Identitas virtual adalah sebuah konsep diri antara identitas nyata dan identitas virtual. Didalam dunia nyata, konsep identitas dipahami dengan satu paham bahwa “satu tubuh, satu identitas”. Namun, hal tersebut tidak berlaku didalam cyberspace karena didalam cyberspace identitas dapat mencair dan menjadi multi identitas.

Cyberspace memungkinkan pemakainya untuk menggunakan identitas yang diinginkan. Seseorang bisa dengan mudah mengasumsikan dirinya sebagai laki-laki atau perempuan. Jenis identitas seperti ini membuat orang merasa lebih memahami aspek-aspek tersembunyi dari diri mereka dengan merayakan kebebasannya dalam dunia anonimitas. Jadi cyberspace telah menjadi laboratorium sosial yang lebih nyaman dan lebih terbuka dalam berinteraksi dibandingkan jika menggunakan identitas sebenarnya. Menjadi seseorang yang berlawan jenis kelamin dengan identitas yang sebenarnya juga merupakan hal yang lazim dilakukan dalam cyber society.

Fenomena yang terjadi dalam realitas virtual adalah diri (self) bercerai dengan nyata (real self). Sehingga diri yang telah bercerai ini akan membentuk diri kembali (self create/self fashion). Bahkan menurut piliang diri juga akan membiak atau berlipat ganda (multiple-self) tanpa akhir, di dalam sebuah arena yang bebas identitas (identity game).

Konstruksi identitas ini mengacu pada apa yang dikatakan oleh Peter L Berger dan Thomas Luckmann bahwa : identitas, dengan sendirinya, merupakan satu unsur kunci dari kenyataan subjektif dan sebagaimana sebuah kenyataan subjektif, berhubungan secara dialektis dengan masyarakat. Identitas dibentuk oleh proses-proses sosial. Begitu memperoleh wujudnya, ia dipelihara, dimodifikasi atau alah dibentuk ulang  oleh hubungan-hubungan sosial. Proses-proses sosial yang terlibat dalam membentuk dan mempertahankan identitas ditentukan oleh struktur sosial. Sebaliknya, identitas-identitas yang dihasilkan oleh interaksi antara organism, kesadaran individu, dan struktur sosial bereaksi terhadap struktur sosial yang sudah diberikan, memeliharanya, memodifikasinya, atau malahan membentuk kembali.

Identitas virtual dalam cyberspace dapat dengan mudah melakukan konstruksi diri ketika berada di dunia virtual. Ketika memasuki sebuah mailing list tertentu, pengguna dapat dengan bebas menentukan identitas yang aka digunakan, menggunakan identitas asli atau membentuk identitas baru.

Identitas seseorang seringkali merujuk pada kelompok tertentu dalam masyarakat, yang mempunyai karakteristik sama, sebagai faktor yang membedakannya dengan kelompok lain. seseorang biasanya mempunyai identitas kolektif, misalnya : orang Jawa, orang Sunda, orang Bugis, orang Batak dan sebagainya sebutan yang menunjukkan identitas budaya atau orang islam, orang Kristen yang menunjukkan identitas agama dan seterusnya. Identitas dengan demikian juga menunjukkan bagaimana kita memandang diri sendiri dan bagaimana orang lain memandang kita.

Cyberspace adalah ruang publik yang dapat mengkonstruksi identitas diri. Hal ini mendukung maksud  bahwa dalam cyberspace kita dapat mengubah identitas gender seperti yang diinginkan. Seorang laki-laki bias menjadi perempuan begitu juga sebaliknya. Dengan kata lain, identitas virtual memiliki sifat fleksibel dari waktu ke waktu. Seseorang bisa saja berpindah dari satu identitas yang sudah dia konstruksikan ke identitas lainnya hanya dalam hitungan detik.

Selain  itu, komponen-komponen identitas dalam dunia nyata misalnya umur, jenis kelamin, ras, tingkat pendidikan, tempat tinggal, dan status menjadi sangat bias ketika dikonstruksikan melalui Computer Mediated Communication (CMC).

Memasuki dunia virtual kadang kala juga melibatkan keterbukaan dalam identitas diri sekaligus juga mengarahkam bagaimana individu tersebut mengidentifikasi atau mengkonstruksi dirinya di dunia virtual. Seperti kasus identitas virtual anonimitas, anonimitas di dalam dunia cyber bisa sangat berguna bagi orang-orang yang ingin melindungi identitasnya agar privasinya terlindungi dan tidak terjadi hal yang tidak diinginkan. Misalnya dalam menyampaikan informasi sensitif ke salah satu pihak, seseorang bias saja menggunakan pseudonym dan menyembunyikan identitas asli agar keselamatannya tidak terancam, dan masih banyak lagi manfaat yang bias diambil dengan adanya anonimitas di dunia maya yang mayoritas berhubungan dengan perlindungan identitas.

Kesimpulan

Cybercultur adalah sebuah realitas baru yang menawarkan berbagai kemungkinan tak terbatas bagi penggunanya, salah satunya dalam berinteraksi sosial. Dalam bersosialisasi di dalam dunia cyber (dunia maya) seseorang memerlukan identitas virtual sebagai perwakilan identitas dirinya guna melangsungkan kehidupannya di dunia maya. Dengan identitas virtual seseorang dapat menjadi siapa saja yang diinginkannya tanpa harus sesuai dengan identitas dalam dunia nyata dan tanpa ada aturan yang berlaku di dalamnya. 

Hal tersebut yang menjadi keuntungan seseorang dalam menjalankan kehidupannya. Memberi kesempatan untuk memilih menjadi sesorang yang baru atau tetap menjadi dirinya yang sebenarnya. Hal tersebut juga yang harus disikapi seseorang agar tetap behati-hati dan mengontrol diri dalam penggunaannya. Supaya tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan karena dunia cyber adalah dunia maya yang palsu. Sehingga tidak ada larangan untuk seseorang memalsukan dirinya bahkan untuk menjadi bukan siapa-siapa (anonimitas).

Daftar Pustaka

Piliang, Yasraf Amir. 2004. Posrealitas: Realitas Kebudayaan dalam Era Posmetafisika. Yogyakarta & Bandung: Jalasutra.

Piliang, Yasraf Amir. 2003. Hipermsemiotika: Tafsir Cultural Studies atas Matinya Makna. Yogyakarta: Jalasutra.

Berger, Peter. L. & Luckman. Thomas. 1990. Tafsir Sosial Atas Kenyataan Risalah Tentang Sosiologi Pengetahuan. Lp3es. Jakarta

Catfish: Permainan Identitas dan Muslihat Berkedok Anonimitas - Artikel Ilmiah tentang Internet

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun