Mohon tunggu...
pangestuaji123
pangestuaji123 Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Identitas Virtual dalam Cyberculture

17 Mei 2016   17:08 Diperbarui: 17 Mei 2016   17:19 1300
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Konstruksi identitas ini mengacu pada apa yang dikatakan oleh Peter L Berger dan Thomas Luckmann bahwa : identitas, dengan sendirinya, merupakan satu unsur kunci dari kenyataan subjektif dan sebagaimana sebuah kenyataan subjektif, berhubungan secara dialektis dengan masyarakat. Identitas dibentuk oleh proses-proses sosial. Begitu memperoleh wujudnya, ia dipelihara, dimodifikasi atau alah dibentuk ulang  oleh hubungan-hubungan sosial. Proses-proses sosial yang terlibat dalam membentuk dan mempertahankan identitas ditentukan oleh struktur sosial. Sebaliknya, identitas-identitas yang dihasilkan oleh interaksi antara organism, kesadaran individu, dan struktur sosial bereaksi terhadap struktur sosial yang sudah diberikan, memeliharanya, memodifikasinya, atau malahan membentuk kembali.

Identitas virtual dalam cyberspace dapat dengan mudah melakukan konstruksi diri ketika berada di dunia virtual. Ketika memasuki sebuah mailing list tertentu, pengguna dapat dengan bebas menentukan identitas yang aka digunakan, menggunakan identitas asli atau membentuk identitas baru.

Identitas seseorang seringkali merujuk pada kelompok tertentu dalam masyarakat, yang mempunyai karakteristik sama, sebagai faktor yang membedakannya dengan kelompok lain. seseorang biasanya mempunyai identitas kolektif, misalnya : orang Jawa, orang Sunda, orang Bugis, orang Batak dan sebagainya sebutan yang menunjukkan identitas budaya atau orang islam, orang Kristen yang menunjukkan identitas agama dan seterusnya. Identitas dengan demikian juga menunjukkan bagaimana kita memandang diri sendiri dan bagaimana orang lain memandang kita.

Cyberspace adalah ruang publik yang dapat mengkonstruksi identitas diri. Hal ini mendukung maksud  bahwa dalam cyberspace kita dapat mengubah identitas gender seperti yang diinginkan. Seorang laki-laki bias menjadi perempuan begitu juga sebaliknya. Dengan kata lain, identitas virtual memiliki sifat fleksibel dari waktu ke waktu. Seseorang bisa saja berpindah dari satu identitas yang sudah dia konstruksikan ke identitas lainnya hanya dalam hitungan detik.

Selain  itu, komponen-komponen identitas dalam dunia nyata misalnya umur, jenis kelamin, ras, tingkat pendidikan, tempat tinggal, dan status menjadi sangat bias ketika dikonstruksikan melalui Computer Mediated Communication (CMC).

Memasuki dunia virtual kadang kala juga melibatkan keterbukaan dalam identitas diri sekaligus juga mengarahkam bagaimana individu tersebut mengidentifikasi atau mengkonstruksi dirinya di dunia virtual. Seperti kasus identitas virtual anonimitas, anonimitas di dalam dunia cyber bisa sangat berguna bagi orang-orang yang ingin melindungi identitasnya agar privasinya terlindungi dan tidak terjadi hal yang tidak diinginkan. Misalnya dalam menyampaikan informasi sensitif ke salah satu pihak, seseorang bias saja menggunakan pseudonym dan menyembunyikan identitas asli agar keselamatannya tidak terancam, dan masih banyak lagi manfaat yang bias diambil dengan adanya anonimitas di dunia maya yang mayoritas berhubungan dengan perlindungan identitas.

Kesimpulan

Cybercultur adalah sebuah realitas baru yang menawarkan berbagai kemungkinan tak terbatas bagi penggunanya, salah satunya dalam berinteraksi sosial. Dalam bersosialisasi di dalam dunia cyber (dunia maya) seseorang memerlukan identitas virtual sebagai perwakilan identitas dirinya guna melangsungkan kehidupannya di dunia maya. Dengan identitas virtual seseorang dapat menjadi siapa saja yang diinginkannya tanpa harus sesuai dengan identitas dalam dunia nyata dan tanpa ada aturan yang berlaku di dalamnya. 

Hal tersebut yang menjadi keuntungan seseorang dalam menjalankan kehidupannya. Memberi kesempatan untuk memilih menjadi sesorang yang baru atau tetap menjadi dirinya yang sebenarnya. Hal tersebut juga yang harus disikapi seseorang agar tetap behati-hati dan mengontrol diri dalam penggunaannya. Supaya tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan karena dunia cyber adalah dunia maya yang palsu. Sehingga tidak ada larangan untuk seseorang memalsukan dirinya bahkan untuk menjadi bukan siapa-siapa (anonimitas).

Daftar Pustaka

Piliang, Yasraf Amir. 2004. Posrealitas: Realitas Kebudayaan dalam Era Posmetafisika. Yogyakarta & Bandung: Jalasutra.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun