Mohon tunggu...
Pangestu Adika Putra
Pangestu Adika Putra Mohon Tunggu... Desainer - Pekerja Visual

Nobody

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Beramai-ramai Bertani di Ladang Orang

16 November 2024   05:13 Diperbarui: 16 November 2024   08:21 459
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Gambar Sendiri

Mereka berkarir lintas negara, mengelola proyek-proyek dari klien di Amerika, Eropa, Australia, dan lainnya. Menariknya sebagian besar mereka bekerja dari rumah, cukup dengan komputer atau laptop dan koneksi internet, mereka menghasilkan dolar, euro bahkan hingga dinar.

Fenomena ini membuat saya berpikir ulang. Apa yang tadinya saya anggap sebagai "mengambil lahan orang lain" ternyata bukanlah sesuatu yang eksklusif milik saya. Kenyataannya, ada ratusan, bahkan ribuan orang di Indonesia, yang juga bertani di ladang orang---melintasi batas-batas tradisional dalam dunia karier.

Di sini, "bertani di ladang orang" bukan semata-mata berarti kita berkarier di dunia yang seharusnya dikuasai oleh mereka yang memiliki gelar formal di bidang itu. Lebih dari itu, ini adalah tentang bagaimana teknologi dan internet menciptakan ekosistem baru yang memungkinkan siapa saja belajar, berkembang, dan bersaing.

Kultur Baru, Virus Baru
Saya menyebut ini sebagai sebuah kultur baru. Sebuah virus yang, jika kita sudah terpapar, sulit untuk tidak terpengaruh. Kita melihat peluang, kita mencoba, dan akhirnya kita menemukan diri kita benar-benar larut di dalamnya.

Seiring waktu, saya menyadari bahwa internet telah menghapus banyak batasan tradisional. Kalau dulu seseorang harus menempuh pendidikan formal untuk masuk ke dunia audio visual, sekarang cukup dengan niat belajar dan akses ke internet, siapa pun bisa menjadi editor.

Ada ribuan tutorial gratis di YouTube, ratusan blog yang memberikan panduan, dan puluhan komunitas daring yang selalu siap membantu dan berbagi ilmu.

Kultur baru ini menciptakan ekosistem yang inklusif. Orang-orang dari berbagai latar belakang---baik yang lulusan seni rupa maupun mereka yang sama sekali tidak pernah belajar seni secara formal---bertemu di tempat yang sama. Mereka bekerja bersama, berbagi ilmu, dan bersaing secara sehat.

Tentu, ini bukan berarti pendidikan formal menjadi tidak penting. Untuk beberapa bidang, seperti kedokteran atau penerbangan misal, jalur formal tetaplah mutlak.

Tapi untuk bidang kreatif seperti desain, fotografi, video atau kepenulisan, sepertinya karya nyata jauh lebih diutamakan daripada sekedar selembar ijazah. Toh tidak kuliah pun, Agus Mulyadi sukses menulis lima buku.

Tidak Sendirian di Lautan Ini
Dari semua pengalaman dan pengamatan saya, satu hal yang paling menenangkan adalah menyadari bahwa saya tidak sendirian. Lautan ini ternyata begitu luas, dan ada banyak sekali perahu lain yang berlayar di dalamnya.

Bertemu dengan orang-orang yang juga "bertani di ladang orang" membuat saya lebih percaya diri. Saya tidak lagi merasa seperti penyusup. Sebaliknya, saya merasa menjadi bagian dari sebuah gerakan besar---sebuah revolusi kecil dalam dunia kerja, di mana batas-batas lama mulai runtuh dan digantikan dengan peluang baru yang lebih inklusif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun