Ada masa ketika saya merasa menjadi orang asing di dunia yang saya jalani ini. Dunia visual, tempat saya bekerja sekarang, bukanlah rumah asli saya.
Secara formal, saya lahir dari rahim teknik, tumbuh dengan oli dan kunci pas, bermimpi menjadi engineer besar di NASA. Tapi hidup, seperti biasa, penuh plot twist. Jalannya berkelok, lalu membawa saya ke sebuah ladang yang sama sekali berbeda: desain grafis, fotografi, videografi---sebuah ranah yang tidak pernah saya bayangkan sebelumnya.
Di awal perjalanan, ada rasa canggung. Bukan hanya karena saya merasa menjadi pendatang baru di sini, tetapi juga karena ada ketakutan lain yang tak kalah besar: kekhawatiran dianggap "mengambil lahan" orang lain.
Bayangkan, saya lulusan teknik, tiba-tiba muncul di dunia visual, bersaing dengan mereka yang memang menghabiskan bertahun-tahun di bangku kuliah desain grafis, multimedia, atau seni rupa. Wajar kalau rasa minder seringkali muncul.
Rasa itu semakin menjadi ketika pertama kali saya mencoba menunjukkan karya saya di media sosial facebook. Bukannya mendapat apresiasi atau kritik membangun, justru yang saya terima adalah komentar-komentar sarkas dan sindiran pedas.
Bermacam-macam komentar turut meramaikan postingan itu. Ada yang bilang desain saya terlalu sederhana, terlalu mirip dengan visual ini-itu, hingga komentar yang menyedihkan seperti yang saya tulis sebelumnya.
Inti komentar-komentar itu seolah menyudutkan saya ke pojok. Mereka membuat saya merasa kecil dan tak pantas berada di sini. Ditempat yang semestinya milik mereka.
Saya pun semakin memilih bekerja di bawah radar---menyelesaikan proyek-proyek saya secara diam-diam, tanpa gembar-gembor, tanpa eksposur. Ada semacam perasaan bahwa karya saya tak cukup layak untuk dipamerkan.
Seiring waktu berjalan, hal-hal tidak mengenakkan sedikit berkurang. Saya memberanikan diri klik tombol "gabung" ke berbagai grup dan komunitas daring di media sosial. Grup Freelancer Indonesia, Muslim Designer Community, Komunitas Desain Grafis Indonesia dan masih banyak lagi. Butuh waktu hampir setahun untuk menyadari bahwa ternyata saya tidak sendirian.
Bertani di Ladang Orang, Tapi Bersama-sama
Saya mulai menemukan bahwa ada banyak sekali orang di Indonesia yang berkarier di dunia kreatif tanpa latar belakang pendidikan yang relevan. Tidak sedikit dari mereka yang, seperti saya, datang dari jalur yang sama sekali berbeda.
Eksistensi mereka bermacam-macam. Lulusan ekonomi sukses jadi desainer grafis, kuli bangunan menjadi Digital artist, guru sd freelance backend, hingga mereka yang bukan siapa-siapa tapi sukses dari hobinya memfoto jenis fauna kecil dan masih banyak lagi.