teknologi kecerdasan buatan Artificial Intelligence (AI) telah membawa perubahan signifikan dalam berbagai aspek kehidupan kita, dari bisnis, pendidikan hingga sekadar hiburan.
KehadiranTidak sedikit sebagian kita ada yang justru merasa, kehadiran teknologi Artificial Intelligence atau AI akan mengancam keterlibatan manusia dalam beberapa pekerjaan dan khawatir akan ketergantungan terhadap teknologi.
Sekarang teknologi AI bukan hanya sekadar membantu menjawab soal matematika atau menerjemahkan bahasa asing. Teknologi ini kini sudah merambah ke berbagai bidang pekerjaan, bahkan bidang yang dulu dianggap hanya bisa dilakukan oleh manusia. Salah satu korbannya adalah Customer Service.
Suatu hari, handphone saya berdering. Di layar tertulis "Lazada". Wah, ada apa ini, pikir saya. Begitu diangkat, saya disambut oleh suara lembut nan ramah. Awalnya saya mengira itu suara mbak-mbak customer service pada umumnya. Tapi makin lama kok dialognya kaku dan skenario banget. Baru sadar, ternyata yang saya ajak ngobrol itu bukan manusia, tapi AI!
Mungkin kita semua juga pernah merasakan hal yang sama. Misalnya Live chat di situs-situs besar seperti shopee, lazada, tokopedia, dll. Sekarang seringkali dihandle oleh chatbot berbasis AI, yang menanyakan hal-hal seperti, "Ada yang bisa saya bantu?" atau "Mohon tunggu sebentar." Ini bukan lagi manusia yang kita hadapi, melainkan kecerdasan buatan yang sengaja disuruh basa-basi.
Di titik ini, mungkin kita bertanya-tanya: apakah ini saatnya kita mulai khawatir? Pekerjaan kita akan disabotase oleh AI.
Sepertinya memang benar bahwa beberapa pekerjaan sudah mulai digantikan oleh AI, terutama yang sifatnya rutinitas dan bisa distandardisasi, seperti Customer Service tadi. AI bisa bekerja 24/7, tidak perlu istirahat, dan yang pasti tidak akan pernah marah kalau ditanya hal yang sama berkali-kali. Efisien banget, kan?
Namun, kalau dipikir-pikir, apakah benar semua pekerjaan bisa digantikan oleh AI? Saya yakin tidak.Â
Ada banyak pekerjaan yang butuh empati, kreativitas, dan fleksibilitas. Hal-hal yang sampai sekarang masih sulit dikuasai oleh AI. Misalnya saja pekerjaan seperti konselor, terapis, atau guru. Meski AI bisa memberikan jawaban standar dan benar, AI tidak bisa merasakan perasaan lawan bicaranya. Jadi, tenang, tidak semua profesi bakal lenyap begitu saja.
Bayangkan, kita pergi ke dokter, masa iya kita mau curhat soal sakit perut kita ke mesin? Kita butuh dokter yang bukan hanya paham medis, tapi juga bisa memberikan rasa tenang dengan cara yang manusiawi. Saya yakin tidak semua kecerdasan bisa diprogram.
Sebenarnya yang Perlu Diwaspadai Bukan AI-nya, tapi Orang yang Menggunakannya!