Mohon tunggu...
Pangestu Adika Putra
Pangestu Adika Putra Mohon Tunggu... Desainer - Pekerja Visual

Nobody

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pilkada Hijau: Isu Lingkungan Tidak Semenarik Sembako Murah

28 Oktober 2024   13:27 Diperbarui: 28 Oktober 2024   16:25 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi : Gambar Sendiri

Hanya saja, lagi-lagi berbicara isu lingkungan sama beratnya dengan berbicara tentang Kualitas Pendidikan. Dalam politik, ini kurang "laku".

Pada 27 November 2024 nanti, Indonesia akan kembali melaksanakan pemilihan kepala daerah (Pilkada) secara serentak di seluruh wilayah.

Saat ini, kampanye tengah berlangsung, diwarnai berbagai dinamika khas tahun politik. Kita bisa melihat drama debat kandidat yang panas, pernyataan kontroversial, hingga isu-isu yang sering memancing perdebatan publik. Namun, di tengah ramai-ramai itu, ada satu topik yang terasa senyap; isu lingkungan.

Sejauh ini, tak banyak calon kepala daerah yang menyuarakan soalan lingkungan dengan serius, baik di ruang digital maupun dalam pertemuan publik. Kalaupun ada yang membahas, lebih banyak hanya sebagai formalitas, sebagai salah satu komponen visi dan misi yang secara administratif memang harus ada. Sayangnya, pembahasan yang mendalam dan konkret terkait lingkungan tampak hampir tidak terdengar.

Para politisi tampaknya lebih memilih untuk fokus pada isu yang dianggap "seksi" seperti ekonomi, infrastruktur, dan kesejahteraan sosial, dibandingkan isu lingkungan yang kompleks. Ada kecenderungan bahwa isu lingkungan dianggap tidak sepopuler isu lain, apalagi jika dikaitkan dengan upaya kampanye yang bertujuan untuk menarik suara sebanyak-banyaknya.

Salah satu alasan mengapa isu lingkungan kurang populer dalam kampanye adalah karena ia kerap dianggap sebagai "isu yang sulit". Ada sebuah paradigma yang masih bertahan di masyarakat kita, bahwa lingkungan adalah masalah yang secara tidak langsung melibatkan masyarakat itu sendiri.

Bagi banyak politisi, mengangkat isu lingkungan justru seperti mengkritik perilaku masyarakat itu sendiri. Misalnya, ketika seorang pasangan calon kepala dan wakil kepala daerah bicara soal hukum atau aturan ketat terkait pengelolaan sampah, maka sebenarnya yang sedang mereka kritik adalah perilaku sebagian besar masyarakat.

Jika seorang kandidat secara tajam menyuarakan program penegakan hukum soal sampah atau pelestarian lingkungan misal, ia justru bisa jadi dianggap "melawan" kebiasaan masyarakat luas yang masih mempraktikkan kebiasaan-kebiasaan tidak ramah lingkungan.

Lagipula isu lingkungan juga dinilai lebih relevan di mata masyarakat perkotaan atau kalangan yang secara pendidikan, sosial, dan ekonominya berada pada tingkat menengah ke atas. Mereka biasanya lebih sadar akan pentingnya kesehatan lingkungan dan dampaknya terhadap kualitas hidup.

Sebaliknya, di kalangan warga perkampungan atau kawasan pinggiran yang masih terbiasa dengan praktik hidup tidak ramah lingkungan, seperti membuang sampah ke sungai atau membakar sampah secara terbuka. Maka, sulit bagi isu lingkungan untuk diterima secara merata di seluruh lapisan masyarakat utamanya akar rumput.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun