Mohon tunggu...
Pangestu Adika Putra
Pangestu Adika Putra Mohon Tunggu... Desainer - Pekerja Visual

Nobody

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Optimisme Kurikulum Merdeka di Tangan Sang Akademisi

25 Oktober 2024   12:03 Diperbarui: 26 Oktober 2024   16:57 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia memiliki sejarah panjang dalam perubahan kurikulum pendidikan yang sering kali terpengaruh oleh dinamika politik.Tidak jarang kita mendengar gurauan bahwa "Presiden baru, kurikulum baru."

Pergantian kebijakan pendidikan ini telah menjadi tradisi yang tak terhindarkan, terkadang membuat sistem pendidikan nasional seolah menjadi proyek eksperimental yang tak kunjung menemukan bentuk finalnya.

Akibatnya, kurikulum yang baru saja diperkenalkan belum sempat sepenuhnya diimplementasikan, namun sudah harus digantikan lagi oleh kebijakan baru.

Pemerintahan Prabowo-Gibran menghadirkan langkah besar dengan memecah Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menjadi tiga kementerian terpisah.

Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah di bawah Prof. Dr. Abdul Mu'ti, Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi yang dipimpin oleh Prof. Dr. Satryo Soemantri Brodjonegoro, dan Kementerian Kebudayaan yang dipimpin oleh Fadli Zon.

Kemendikbudristek Dipecah menjadi tiga kementerian membawa banyak spekulasi, terutama soal nasib Kurikulum Merdeka, yang baru diimplementasikan pada Maret 2024 lalu.

Kurikulum Merdeka, Lompatan Besar atau problem yang tak kunjung kelar?

Kurikulum Merdeka diperkenalkan dengan tujuan membawa perubahan besar pada sistem pendidikan Indonesia. Dibangun dengan filosofi kebebasan bagi peserta didik dan pengajar, kurikulum ini berusaha mengubah pendekatan tradisional yang cenderung kaku dan berbasis tekstual.

Kurikulum Merdeka fokus untuk mendorong anak didik untuk lebih berpikir kritis, mandiri, dan belajar sesuai minat mereka, bukan sekadar mengejar nilai ujian.

Dalam perjalanannya, implementasi Kurikulum Merdeka masih menghadapi berbagai tantangan. Di tingkat pendidikan dasar dan menengah, banyak sekolah yang masih menyesuaikan diri dengan pendekatan baru ini. Guru-guru yang terbiasa dengan kurikulum terstruktur kini harus lebih kreatif dan fleksibel dalam mengarahkan siswa.

Konsep ini memang menarik, tetapi di lapangan, masih ada kebingungan, terutama di daerah-daerah yang minim fasilitas pendukung, seperti akses teknologi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun