Mohon tunggu...
Djho Izmail
Djho Izmail Mohon Tunggu... Administrasi - Pejalan kaki yang lambat

Bercerita dari Kampung Bermukim Maya di: https://pangeranrajawawo.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Tanggal Beracun

1 Oktober 2015   05:31 Diperbarui: 1 Oktober 2015   06:49 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Kalender persegi panjang di dinding kamar tertempel kusut. Tanggal-tanggal hitam dan merahnya seolah tak beraturan. Saling mengisi tempat yang kosong untuk pengaktualisasian diri. Yang lain enggan berada pada tempatnya. Lebih suka berjejer diantara gambar pemandangan yang melengkapi kalender. Mereka seolah bosan dengan hiruk pikuk dunia dan monopoli manusia yang terlalu mengkeramatkan hari-hari tertentu sebagai moment terindah. Padahal setiap tanggal dan hari adalah pemberian terindah dari Pencipta jagat raya ini.

Tanggal yang paling dibenci oleh teman dan tetangga dari tanggal tersebut adalah tanggal empatbelas februari. Sebuah tanggal yang dikeramatkan oleh manusia sebagai hari kasih sayang. Tanggal dimana pada hari itu semua umat manusia cenderung memilih berbagai benda berwarna merah muda sebagai lambang kasih sayang dan diberikan kepada orang terkasih mereka. Bentuk imitasi sosial dari kebudayaan tertentu yang dilakukan orang.

Tanggal di sebelah kiri tanggal empat belas itu membalikan badan dengan angkuh. Ia seolah merasa iri bercampur rendah diri melihat tanggal di sebelah kanannya selalu dinantikan orang. Ia dan tanggal-tanggal yang lain merasa minder dan berusaha utuk menghilangkan tanggal empatbelas itu dari halaman penanggalan tempat mereka berada.

Beberapa tanggal yang lain berkompromi untuk mendeportasinya dari tempatnya berada. Mereka berkumpul pada tanggal di atasnya. Berdiskusi untuk itu. Komentar, pendapat dan sanggahan saling dilayangkan untuk menemui kata sepakat. Semua tanggal dengan sigap berlari kembali ke tempatnya semula ketika pintu kamar berderit. Ada yang masuk.

Seorang gadis berambut panjang terus menatap hari-hari pada kalender di dinding kamarnya tersebut. Jari-jari lentiknya meraih snowman merah di atas meja belajarnya. Dilingkari tanggal empatbelas februari. Wajah manisnya dengan polos menghadap ke cermin di sebelahnya. Beberapa gerakan alis mata, bola mata dan bibir di depan cermin kemudian menghadap lagi ke kalender tadi. Mulut mungilnya komat-kamit mengatakan sesuatu dalam hati. Ia menghitung hari untuk sampai ke tanggal keramat tersebut.

Ekspresi sedikit terkejut di wajahnya. Ia baru sadar kalau lagi satu hari lagi dunia akan sampai pada tanggal yang dinantikan oleh setiap pasangan yang tengah dimabuk cinta tersebut. Dengan sigap ia mengambil secarik kertas dari buku catatan hariannya. Dituliskan beberapa keperluan yang akan dia beli sore nanti di supermarket dekat rumahnya menjelang tanggal yang sangat ia nantikan tersebut.

Senyum terus mengembang di bibirnya, sambil sesekali melirik tanggal pada kalender di dinding kamarnya. Tanggal dimana setahun yang lalu ia menerima cinta dari seorang pria teman kuliahnya. Teman yang sekarang menjadi pacarnya itu namanya Nando. Lelaki yang juga dikenal kalem dan ganteng diantara lelaki satu angkatan mereka.

Di simpannya kembali Handphone di atas meja. Ia baru selesai menelpon pacarnya untuk bertemu besok sore di tempat biasa mereka bertemu. Kado berbentuk kubus berwarna merah muda telah mantap ia siapkan, sekembalinya dari supermarket tadi sore.

Sungguh, sebuah rasa yang tidak bisa dilukis lewat kanvas para pelukis. Rasa antara memperingati satu tahun resmi mereka berpacaran dan juga dalam rangka hari kasih sayang yang sangat ditunggu semua orang. Hendaknya tak mau menuggu jam-jam yang akan berlalu itu.

---oo0oo---

Hari itu gerimis menyinggahi kota itu. Tetes-tetes kristal membasahi dahaga bumi yang sudah seminggu haus akan curahan rahmat cair dari langit tersebut. Orang-orang masih sibuk hilir mudik di keramain kota itu. Beberapanya terlihat santai tak takut basah mengganti pakaian mereka yang neces berseterika. Yang lain tampak gugup, berlari meninggalkan jalanan menuju beberapa tempat di pinggir jalan untuk berteduh.

Tetes yang merembes dari atap berjatuhan di tanah. Memberikan sedikit percikan ke sekelilingnya begitu ia melobangi bumi. Dua insan tak mempedulikannya, walaupun percikan itu perlahan membuat basah sepatu dan ujung celana panjang mereka. Suasana yang sedikit dingin membuat mereka enggan menyisakan celah antara mereka.

Gerimis semakin banyak berjatuhan. Biji kecil-kecilnya tadi perlahan membesar. Tetesnya yang lamban berjatuhan semakin cepat. Bunyi yang menghasilkan irama alam yang tercipta tanpa mengetahuai ketukan pengatur iramanya. Dua insan tadi tak banyak bersuara. Mereka cenderung berbicara melalui kedipan mata, bahasa tubuh dan gerakan tak terduga.

“ Hujan, angin, kemarau maupun gerimis merupakan fenomena alam biasa, yang tak pernah diperhitungkan orang. Tidak ada rekor yang mencatat karena hujan kemarin atau pun hari ini. Manusia tak menganggapnya ajaib” Lelaki yang duduk sebelah kiri di bangku panjang terminal kota itu membuka pembicaraan.

“Memang ini kajadian alam yang tidak ajaib. Buat apa di istimewakan??” perempuan menimpalinya dengan cemberut.

“ Padahal seandainya selama setahun tidak ada hujan bisa dibayangkan berapa banyak gelimpangan bangkai yang mati akibat kekeringan atau kehausan” lelaki melanjutkan.

“ Hmm.. tidak akan terjadi..”

“ Siapa bilang???”

“ Saya…”

“ Saya siapa?? Harus ada riset” lelaki itu mulai memancing dengan senyum simpul.

“ Saya. Noni to, kak Nando yang ganteng….” Perempuan ini berlaku manja.

“ Ada hal lain lagi yang merupakan fenomena tapi tidak pernah diakui dunia. Contohnya, ada perempuan manis berambut panjang tapi tak seorang pun yang mengatakan dengan jujur di depannya bahwa dia cantik. Cuma saya seorang yang mengatakan bahwa perempuan itu cantik. Dan perempuan itu sekarang sedang duduk di samping kiri saya” lelaki yang bernama Nando itu sambil melirik melihat ekspresi dari perempuan yang bernama Noni di sebelah kirinya.

“ Ada gombal lain yang lebih berkelas???” perempuan itu dengan senyum simpul.

“ Ada!!”

“ Apa???”

“ Saya mau kamu tinggal di hati saya selamanya…” Nando serius menatap mata Noni. Tanpa menunggu kalimat balasan, Nando langsung mengambil kalung berliontin 14 dari saku jaketnya. Dipakaikan kalung itu pada leher perempuan di sampingnya dengan sangat hati-hati dan penuh perasaan.

“ Kau tahu, kenapa liontinnya 14. Itu karena saya ingin kita selalu mengingat hari ini dan inisial kita juga berada pada urutan empatbelas.” Nando mantap dengan kata-tanya. Noni cuma membisu. Dalam hati ia merasa sangat bahagia karena mimpinya sudah menjadi kenyataan. Nando sosok lelaki yang ia idamkan selama ini.

“ Saya juga sayang kamu Nando. Sangat…”

Mereka asyik memadu kasih di tengah alam yang pekat oleh awan hitam pencurah hujan. Sementara di kejauhan seorang menatap dengan geram. Hatinya patah berkeping-kepin melihat pemandangan itu. Ia tak rela salah satu diantara mereka yang ia lihat yang juga merupakan idamannya menjadi milik orang lain. Bara semakin menyala menjadikannya api yang berkobar penuh amarah.

---oo0oo---

Sore tanggal empatbelas februari. Sore dengan rona jingga di ufuk barat. Tak ada gerimis. Matahari berbinar keemasan mengintip dari bukit. Langit biru terang. Cuma beberapa awan kecil keriting yang berarak sendiri-sendiri.

Noni sudah mantap dengan dandanannya. Lipstik merah pucat menghiasi bibir tipisnya. Rambut panjangnya dibiarkan terurai tidak diikat. Gaun merah marun dengan panjang selutut tampak pas di badannya. Dengan high heels lima senti ia berjalan anggun menuruni lima anak tangga di teras rumahnya. Di apitnya tas ukuran sedang berwarna coklat gelap di lengan kirinya. Ia akan ke tempat biasa untuk bertemu kekasihnya, Nando.

Sore itu, kafe sederhana di Jalan Marilonga tampak lenggang. Berbagai hiasan dari pernak-pernik Valentine menambah semarak ruangan tersebut. Kursi-kursi nampak kosong tak terisi, padahal sudah pukul tujuhbelas lewat lima puluh delapan menit. Pada keadaan biasa, jam begini orang sudah banyak. Lain hal dengan hari ini, cuma ada dua pengunjung di sudut kiri bagian depan. Mereka tampak mesra. Mungkin pelanggan memilih tempat lain yang dirasa lebih tepat untuk hari ini. Noni masih sendiri, memesan segelas soft drink setelah memilih tempat duduk di sudut kanan kafe itu.

Noni menunggu kekasihnya di kafe tersebut. Sudah setengah jam ia menunggu, tapi tak kunjung muncul jua batang hidungnya. Ia mulai gelisah, tetapi mencoba untuk tetap sabar dengan menekan dalam-dalam rasa gelisahnya. Orang-orang tampak memenuhi tempat itu. Tinggal beberapa meja yang kosong.

Nando belum muncul juga. Kesabarannya habis juga setelah sejam menunggu. Dengan terpaksa ia meninggalkan tempat itu setelah mencoba menelpon tetapi nomor kekasihnya tak aktif. Kecewa meliputi perasaanya. Ia keluar dengan langkah panjang-panjang. Ingin sekali sampai dengan cepat di rumah dan menumpahkan semua kekesalannya pada diary-nya.

Baru beberapa langkah ia meninggalkan kafe itu, ia melihat seseorang hendak menuju ke kafe yang baru saja ditinggalkannya. Orang yang mirip sekali dengan Nando. Diperhatikan lagi lebih saksama. Benar, Nando datang. Anehnya pacarnya itu tidak datang sendirian. Seorang perempuan begelayut manja di lengan kirinya. Sakit hati melambung sampai batok kepala. Bagaimana tidak? Lelaki yang ia tunggu satu jam itu, datang dengan orang lain yang tak dikenalnya. Ia selingkuh.

“ Nando… Kamu jahat….” Teriak Noni, lalu berlari ke arah berlawanan dari tempat Nando datang. Ia berlari pulang ke rumahnya.

“ Noni… saya bisa jelaskan semuanya…” Teriak Nando sambil mengejar Noni.

Bruugghhkkk…..

Tubuh Noni ditabrak kijang merah marun dari arah depan. Semua berteriak, termasuk Nando dan perempuan yang bersamanya. Nando terperangah melihat tubuh Noni berlumuran darah tak berdaya. Seorang perempuan turun dari mobilnya. Ia tampak gemetar melihat tubuh lunglai orang yang ia tabrak itu. Perempuan itu adalah perempuan yang dengan amarahnya melihat dari jauh Noni menerima cinta Nando setahun yang lalu. Perempuan yang diam-diam memendam rasa pada Nando.

Nando merangkul tubuh Noni. Dengan sinar mata redup Noni melihat Nando.

“ Noni, bangun…” teriak Nando setengah menangis.

“ Iya, sayang…” Noni dengan suara melemah.

“ Maafkan saya Non. Saya terlambat karena disuruh mama menjemput sepupu saya yang sedang berlibur dari jawa di bandara. Saya lupa menghubungi kamu, karena terburu-buru. Maafkan saya. Ini Yanie, sepupu saya.” Nando berkata sambil menunjuk perempuan yang mengandengnya tadi.

“ Maafkan saya juga Nando…” suara Noni melemah, lalu tak sadarkan diri untuk selamanya. Ia meninggal di tanggal orang memperingati kasih sayang. Tanggal paling dinanti orang tersebut ternyata tanggal berbisa. Tanggal beracun.  

Naikolan, Awal Februari 2012

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun