Mohon tunggu...
Pangat Muji
Pangat Muji Mohon Tunggu... -

Mendidik generasi masa depan agar selalu ingat Moral, Tanggungjawab, Kontribusi kepada Masyarakat

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

PR Jokowi Berikutnya: Duo Bali dan Bikin KPNarkoba

19 Februari 2015   13:34 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:54 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketegasan sikap Jokowi menolak grasi bagi terpidana mati kasus narkoba, baik terpidana WNI maupun WNA, adalah reaksi keras rezim ini tentang tindakan demi pencegahan dan penanggulangan narkoba yang Indonesia sedang darurat.

Malaysia dan Singapura telah efektif menerapkan vonis mati bagi siapapun (dan berapapun jumlah narkoba) yang tertangkap membawa narkoba masuk atau keluar dari negara mereka.

Karena tingkat pendidikan dan kemajuan warganegara Malaysia dan Singapura yang merantau ke negara lain, mereka tidak khawatir tentang masalah hukum yang kemungkinan menimpa mereka di luar negeri.

Tetapi bagi para TKI/TKW, yang tingkat pendidikannya rata-rata tidak tinggi, sering terjadi mereka kalah secara hukum apabila terkena kasus hukum, bahkan banyak kasus terkena vonis mati. Adil ataupun tidak adil proses hukumnya, minim pendampingan, tetap tereksekusi mati akhirnya.

Kewajiban negara melindungi warganegaranya di manapun mereka berada di muka Bumi ini. Tidak terkecuali Indonesia dan Australia. Sementara setiap negara juga sama ingin kedaulatan hukum negaranya dihormati.

Wajar Pemerintah Australia yang negaranya menganut Tidak Menerapkan Hukuman Mati, dalam rangka melindungi warganegaranya atas penerapan hukuman mati, sangat kuatir dengan pelaksanaan eksekusi duo Bali Nine, Andrew Chan dan Myuran Sukumaran, yang belum pernah mereka (Australia) alami efeknya.

Bahkan Indonesia yang menganut Penerapan Hukuman Mati saja, ingin warganegara Indonesia yang terancam eksekusi mati di mana-mana di luar negeri, bisa diselamatkan dari eksekusi mati di negara-negara lain.

Solusinya, seharusnya Indonesia atas nama hubungan diplomatik yang lebih jauh penerapan manfaatnya, sebagai contoh kasus, apabila Pemerintah Australia benar-benar sangat mengharapkan Indonesia tidak jadi menerapkan eksekusi mati duo Bali Nine, maka sebaiknya mempertimbangkan ulang demi hubungan internasional apabila Indonesia ingin warganegara Indonesia di luar negeri juga bisa diselamatkan.

Tentunya tergantung sejauh kerusakan kriminal yang dilakukan terpidana di luar negerinya, setelah mendapatkan pendampingan hukum maksimal dari negara tempatnya berasal. Selalu ada peluang PK (Peninjauan Kembali). Mungkin menjadi seumur hidup atau sewaktu-waktu bisa menjadi objek pertukaran terpidana mati/ seumur hidup antar negara. Atau sewaktu-waktu ada permintaan ekstradisi buronan negara, hubungan diplomatik yang baik bisa memungkinkan hal itu mudah terjadi.

Seandainya rezim Jokowi cuek saja, Indonesia juga harus siap dicuekin negara lain apabila terjadi kasus eksekusi serupa. Komunikasi tetap dijalankan apabila Pemerintah negara sana sangat serius meminta perhatian Pemerintah sini.

Yang terpenting adalah aktor dalam negeri juga ditindak tegas, karena kejahatan antar negara selalu ada peran aktor dalam negeri. Yang lebih menakutkan adalah ada peran kriminal aktor penegak hukum di dalamnya. Bahkan peran aparat-aparat LP turut aktif dalam penyebaran narkoba.

Tidak mudah bagi Indonesia sekedar mencontoh Singapura dan Malaysia, masih banyak TKI/TKW yang masih perlu diselamatkan.

Menteri Luar Negeri Indonesia akan kesulitan bekerja di panggung dunia kalau dia lemah dan sekedar meng-iya-kan bosnya. Atau Indonesia siap menerapkan politik 'Katak Dalam Tempurung' ? Akan melanggar Pembukaaan UUD 1945 yang mengatakan 'bebas-aktif' dalam hubungan internasional.

Penulis punya pandangan hukuman mati seharusnya ditiadakan dari muka Bumi. NEGARA harus punya cara terbaik untuk mengatasinya. Hak mati hidup seseorang di tangan Tuhan. Adalah kelemahan manusia di saat tertentu dimasuki/ dalam pengaruh energi negatif luar biasa, hingga dia melakukan tindakan kriminal luar biasa. Tetapi ada penyebabnya dan ada masa dia akan kembali normal, apabila Lingkungan NEGARA mendukung tidak terjadinya tindakan kriminal itu.

Negara Indonesia berkewajiban membuat Lingkungan Bebas Narkoba. Tanggungjawab ada pada Masyarakat dan Penegak Hukum. Polisi adalah sumber terpandai dan terbaik tentang bagaimana menghentikan Narkoba, bahkan menjadi rahasia umum bahwa di dalam sana ada pula sumber kejahatan narkoba, tetapi kesetiakawanan sesat menghalangi pembongkarannya.

Polri langsung di bawah Presiden. PR Jokowi ada di bawah jangkauan lengan Jokowi sendiri, Polri ! Soal narkoba ! Bikin Komisi Pemberantasan Narkoba (KPN) bila perlu. Kalau ternyata (Memang) Polri tidak mampu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun