"Emangnya kamu perlu dikasihani?" ia balik bertanya. Gadis itu terdiam.
"Kamu lihat sendiri, lah, aku kayak gimana."
"Emang kayak gimana?" ia bertanya dengan nada cukup tajam, membuat gadis itu tidak berkutik. Gadis itupun sadar, kali ini, betapa menyedihkannya ia. Betapa konyol, namun ia sendiri tidak kuasa menghentikannya pada saat itu.
"Aku kan gila."
Pemuda itu yang ganti salah tingkah. Matanya tetap awas, namun nada bicaranya melembut, "kamu nggak gila, Ras."
"Hanya orang gila yang melukai dirinya sendiri, Wan."
"You have your moment."
"I will have more and you cannot stop me."
Irwan, pemuda itu, mengusap wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Ia ingin marah, namun ini bukan saatnya, dan bukan pada orang yang tepat. "Tentu saja aku enggak bisa, Ras. Kamu yang bisa menghentikannya. Kamu. Aku di sampingmu karena ingin menemani kamu."
"Kamu bakal capek. Kamu bakal bosan."
"Well. sekarang aku enggak capek dan sama sekali enggak bosan. Lagipula aku suka sibuk kayak gini. Aku enggak punya waktu untuk yang lain. Aku suka seperti ini."