Di era digital, pada umumnya, semua pasangan calon presiden
cawapres atau caleg tidak pernah terpengaruh oleh isu-isu negatif. masalah negatif
muncul dan berkembang di jejaring sosial tidak sepihak melainkan
hubungan dengan media massa. Berdasarkan hasil
Riset Persatuan Jurnalis Independen Jakarta, masalah ini ada dua model,
Itulah yang harus dikatakan; Pertama, ada isu yang muncul dari media arus utama, lalu
ramai diperbincangkan di media sosial. Jadi masalahnya datang lebih dulu
baik di bidang media arus utama maupun berita faktual. pengguna
Media sosial kemudian merespon isu tersebut, hingga akhirnya menjadi
Perdebatan hangat di media sosial. Kedua, di sisi lain, ada masalah yang
muncul dan dibahas secara luas di jejaring sosial, kemudian diberi nama
media arus utama. Tidak kurang masalah awal saja
menjadi percakapan tingkat media sosial dan kemudian meningkat
sebagai berita dari beberapa media arus utama.
24
Selain koordinasi antara jejaring sosial dan media
masyarakat umum dapat menimbulkan tantangan baru. Jaringan sosial
ada masalah yang sepertinya selalu memenuhi media homepage
sosial yaitu; pertama, masalah suku, agama, ras, perasaan
antargolongan (SARA). Ulasan digital pertanyaan SARA selalu
menjadi senjata untuk menyerang lawan politik, apalagi jika salah
kandidat memiliki riwayat pelecehan atau penghinaan
pihak tertentu. Kedua, soal independensi lembaga penyidik.
Kesalahan prediksi dapat menjadi topik diskusi di masyarakat. Hari ketiga,
masalah kabel lokal. Keempat, pertanyaan tentang latar belakang salah satu calon
sebagai politisi 25. Pertanyaan-pertanyaan ini muncul di garis waktu media sosial,
alur yang terjalin.
Media sosial akan semakin banyak digunakan oleh politisi, relawan,
dan faktor-faktor lain untuk memenangkan pertarungan politik. Membuat
konten tertentu untuk menjatuhkan pesaing dan menyebarkan informasi
mengerjai lawan Anda. Ini akan menemukan momentum
terus berkembang dan digunakan oleh kalangan manapun. Media
Masyarakat tidak lebih dari perpanjangan elit politik
tentang kandidat dan mendistribusikannya ke pendukung mereka.
Demokrasi digital menimbulkan tantangan baru untuk dipraktikkan
demokrasi tradisional atau tradisional. terutama untuk negara dan
pemerintah, mereka dipaksa untuk beradaptasi dengan wajah baru demokrasi masa depan ini. Konsepsi demokrasi digital yang lebih global
mulai diminati banyak pihak.
26 pendukung demokrasi digital
optimis bahwa teknologi digital memungkinkan seseorang
mendobrak sekat ruang dan waktu yang selama ini ada,
dan kemudian membangun jaringan komunikasi yang besar dalam skala global.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H