"Ia seorang bidadari." Suara lembut terdengar dari belakang, dengan wajah yang murung. "Ia senang membantu orang-orang dengan mengadakan kelas kecil, meskipun orangnya sedikit penggerutu dan pemurung. Dan ia... sudah berada di sisi Tuhan sekarang..." Judith mulai menangis lagi. Ia duduk di sebelahku dan memelukku erat, yang membuatku cukup kaget. Aku perlahan meerangkulnya dan memeluknya dengan erat. "Maafkan aku... Aku seharusnya tidak menangis di depan tamu..." Ia melepas pelukanku dan mengusap mukanya. "Tidak apa-apa. Aku dapat mengerti perasaanmu." Kataku dengan penuh empati. Setelah semua tenang, aku menjelaskan kepada meneer Agthoven dan Judith mengenai alasanku harus ke Vaals.
"Hmm.... Jadi kau termasuk dari orang-orang V.C., dan kamu ingin melawan pemerintah secara langsung dengan bertemu mereka. Saya hari ini tidak dapat mengantar anda ke sana, mengingat saya masih harus mengurus jemaat di desa. Tapi, Judith bisa mengantarmu, ia sedang libur sekolah dan dapat menemanimu sampai ke Vaals." Ia menunjuk pada Judith yang langsung tersenyum. "Tentu bapa. Aku akan mengantarnya ke sana, juga untuk membeli beberapa barang di sana, bolehkah?" ia mendesah tapi menganggukan kepala. "Kau ini, masih saja ingin membeli tanaman-tanaman herbal baru?" Judith mengangguk. "Iya, aku ingin mencoba racikan obat herbal baru yang aku baca di buku. Karena selain ilmu agama, aku juga mempelajari berbagai obat-obatan sederhana juffrouw." Ia menoleh kepadaku, anak ini ternyata menarik juga kepribadiannya.
Beberapa saat kemudian, aku dan Judith, setelah berkemas dan memakai coat, kami pamit kepada beliau dan mulai berjalan kaki. Matahari sudah mulai terbit, memulai hari yang baru.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H