Matanya tertawa. "Cobalah."
Tak dapat lagi berpanjang mataku berbicara dengan mata bulat pangeran itu karena orang tuanya keburu menariknya dengan ketakutan seolah-olah aku akan mengunyahnya hidup-hidup.
Sambil terseret meninggalkanku, sekilas mata itu menoleh dan berkata, "nikmati sakit itu. Pilu yang menusuk kalbu namun tak akan pernah membuat jemu. Sakit itu bisa kau nikmati hingga maut menjemputmu."
Termangu.
Dan aku mencoba untuk menikmati sakit itu. Matanya membuatku percaya.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!