Mohon tunggu...
Par_Huta Huta
Par_Huta Huta Mohon Tunggu... profesional -

Parhuta-huta adalah sebuah ungkapan khas dari salah satu daerah di Sumatra. Frase ini sebenarnya lebih condong sebagai ungkapan ejekan bahkan bisa berarti melecehkan, sebagai orang yang kampungan dan tidak tahu apa-apa bagi lawan bicara. Tetapi bagiku lain. Parhuta-huta mengandung makna yang "deeply". Ada orisionalitas sekaligus keberanian di sana, jauh dari kampung halaman bukan berarti hanyut oleh arus baru tetapi sebaliknya; sembari belajar di dunia yang baru, semangat dan nilai yang pernah kudapatkan semasa tinggal di sana tetap ada sampai kapan dan di manapun.....

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Maaf, Bapak Koruptor Itu Kan? Silahkan Duduk di Belakang, di Pojokan

28 Mei 2012   13:02 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:40 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Betapa bangganya diri ini ketika bisa mempermalukan seorang koruptor. Puas karena berkesempatan menunjukkan kepada khalayak ramai bahwa nama besar dan ketokohan akan luntur saat ternoda oleh ulah korup.

Jarang-jarang saya menerima tugas sebagai penerima tamu, apalagi hanya acara kaliber RT. Itu cocoknya buat cewek-cewek cantik, sekaligus sebagai pemanis acara agar lebih menarik dan meriah, pikirku selama ini. Tetapi kali ini tidak. Aku harus berpakaian serapi mungkin agar tampil meyakinkan.

Ketika jam sudah menunjukkan pukul 7 malam, satu per satu tamu mulai berdatangan. Kujalankan tugasku sebagaimana mestinya. Kuarahkan mereka untuk mengambil tempat yang kosong, mulai dari depan dan seterusnya.

Beberapa menit sibuk mempersilahkan tamu-tamu, seorang teman berbisik, "Tuh, Bapak X sudah datang, kamu saja yang terima ya"." Hmmmm, ini yang kutunggu-tunggu", gumamku dalam hati. Dia seorang tokoh yang sangat berpengaruh di kompleks ini.

Kusambut sosok yang tampil sangat rapi itu. "Maaf, bapak koruptor itu kan, silahkan duduk di belakang, di pojokan". Tiba-tiba saja terjadi keriuhan. Undangan yang sudah duduk serempak menoleh ke belakang dan berteriak, "Awas!". Aku terbanting ke tiang penyanggah panggung. Mulutku mengeluarkan darah, mengucur deras. Ternyata aku baru saja kena bogem seorang berbadan besar. Dia adalah pengawal bapak X.

Kepalang basah. Kuberanikan diriku dan siap menyerang balik. Tiba-tiba "Kringgggg.....kringgggg.....kringggg". Suara jam wekker membangunkanku. Oh, ternyata aku bermimpi. Jam menunjukkan pukul 05.00, waktunya mandi dan siap-sipa berangkat kerja...**)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun