Puisi merupakan suatu karya sastra yang memiliki tiga unsur pokok penting yang ada di dalamnya. Hal tersebut selaras dengan pendapat yang dikemukakan Pradopo (2010) bahwa terdapat tiga unsur pokok yang ada dalam suatu puisi. Ketiga unsur pokok tersebut yaitu, (1) pemikiran, ide, atau emosi; (2) bentukannya; dan (3) kesannya. Dapat dilihat dari ketiga unsur pokok penting dalam puisi yang dikemukakan oleh Pradopo tersebut, dapat dimaknai bahwa puisi merupakan suatu karya sastra yang dihasilkan melalui ide kreatif pengarang dengan maksud untuk memberikan pesan yang dapat tersampaikan dengan baik bagi penulis maupun pembaca. Beberapa karya sastra berupa puisi yang dibuat oleh pujangga digunakan sebagai sarana untuk mengungkapkan suatu perasaan kagum dan cintanya kepada Sang Pencipta yang diwujudkan dalam bentuk syair yang menyentuh kalbu pembaca atau pendengar (Hasibuan, 2020). Menurut Pradopo (2012) mengungkapkan bahwa puisi merupakan suatu yang puitis. Salah satu kepuitisan pada puisi adalah dengan pemilihan kata (diksi) yang tepat.
Dengan menggunakan pemilihan kata yang tepat pada suatu puisi tersebut, pembaca akan dapat membangun perasaannya terhadap isi pada puisi yang ia baca. Suatu diksi dapat mendefinisikan sebuah makna yang menyiratkan suatu makna. Dalam teori semiotika Riffaterre terdapat tahapan-tahapan dalam menemukan makna atau dengan kata lain, tidak hanya pemaknaan hermeneutiknya. Langkah-langkah tersebut yaitu pembacaan heuristik, menemukan ketidaklangsungan ekpresi, pembacaan hermeneutik, menemukan matriks, model, varian dan hipogram (Riffaterre, 1978: 2). Dengan demikian, maka pemaknaan puisi akan lebih jelas. Berdasarkan latar belakang yang sudah disampaikan penulis, permasalahan yang akan di analisis dalam penelitian ini adalah kajian semiotik pada puisi “ Cintaku Jauh di Pulau” karya Chairil Anwar.
Menurut Endraswara (2013: 66) “Sistem kerja penelitian semiotik dapat menggunakan dua model pembacaan, yaitu heuristik dan hermeneutik. Pembacaan heuristik adalah telaah dari kata-kata, bait-bait (line), dan term-term karya sastra, sedangkan pembacaan hermeneutik merupakan penafsiran atas totalitas karya sastra”. Sementara itu, menurut Nurgiyantoro (2013: 46) “Hubungan antara heuristik dengan hermeneutik dapat dipandang sebagai hubungan yang bersifat gradasi, sebab kegiatan pembacaan dan atau kerja hermeneutik haruslah didahului oleh pembacaan heuristik. Kerja hermeneutik, yang oleh Riffaterre disebut juga sebagai pembacaan retroaktif, memerlukan pembacaan berkali-kali dan kritis”.
- Pembacaan Heuristik
Pembacaan heuristik merupakan pembacaan sistem konvensi tingkat pertama. Pembacaan dengan memahami struktur kebahasaan untuk memperjelas arti perbait, tetapi belum memaknai sajak.
Bait kesatu
Cintaku (berada) jauh di pulau (sana),
gadis manis (itu), sekarang (sedang) iseng sendiri (-an)
Bait kedua
Perahu (yang) melancar (dengan cepat), bulan (yang) memancar (dengan terang), di leher (telah) kukalungkan (perhiasan kalung) ole-ole buat si pacar.
Angin (telah) membantu (dengan bertiup kencang), laut (menjadi) terang (tak berkabut), tapi terasa aku tidak „kan sampai padanya (ke tempat gadis manis).
Bait ketiga
Di air (laut) yang tenang, di angin (yang) mendayu (-dayu),
di perasaan penghabisan segala (sesuatu) melaju (dengan cepat)
Ajal (pun) bertakhta, sambil berkata
“Tujukan perahu (mu) ke pangkuanku saja,”
Bait keempat
Amboi! Jalan sudah bertahun (-tahun) kutempuh!
Perahu yang (berlayar) bersama „kan (menjadi) merapuh!
Mengapa Ajal (telah) memanggil (ku) dulu Sebelum (aku) sempat berpeluk (-an) dengan cintaku (si gadis manis)?!
Bait kelima
Manisku (yang) jauh di pulau (sana),
kalau ‘ku (nanti) mati, dia (akan) mati iseng sendiri (-an)
- Pembacaan Hermeneutik
Pembacaan hermeneutik merupakan pembacaan sistem konvensi tingkat kedua. Pembacaan ulang setelah pembacaan heuristik dengan berdasarkan konvensi sastra. Pembacaan hermeneutik berarti memahami makna sastra yang ada di balik strukttur. Pemahaman makna tak hanya pada simbol melainkan memandang sastra sebagai teks (Karim, 2021).
Bait kesatu
Cintaku Jauh di Pulau,
gadis manis, sekarang iseng sendiri
Baris kesatu Cintaku Jauh di Pulau mengungkapkan bahwa kekasih si aku berada di pulau yang jauh. Mereka terpisah oleh jarak antar pulau. Baris tersebut juga mengungkapkan perasaan si aku yang penuh cinta dan kerinduan atas kekasihnya di pulau yang berbeda. Dari sudut pandang si aku berdasarkan baris kedua, kekasihnya digambarkan sebagai seorang gadis yang manis dari kata gadis manis, yaitu gadis yang berbuat iseng untuk mengisi waktu kesendiriannya karena si aku tidak ada disampingnya. Bisa juga berbuat iseng ini untuk menanti kedatangan si aku.
Bait kedua
Perahu melancar, bulan memancar,
di leher kukalungkan ole-ole buat si pacar.
angin membantu, laut terang, tapi terasa
aku tidak ‘kan sampai padanya.
Untuk menuju ke tempat kekasihnya, si aku menempuh perjalanan yang penuh perjuangan dan menantang maut yang dilambangkan melalui laut. Si aku melakukan perjalanan menggunakan perahu. Perjalanan si aku disertai dengan suasana yang menyenangkan dan menggembirakan karena berjalan dengan baik, perahu bergerak dengan cepat pada waktu bulan bersinar dengan terang. Si aku juga membawa oleh-oleh untuk kekasihnya. Pada baris kedua kata di leher kukalungkan bisa merujuk pada benda perhiasan kalung yang akan dijadikan oleh-oleh si aku untuk kekasihnya. Perjalanan si aku yang berjalan dengan baik diperkuat pada baris ketiga yang mengungkapkan perjalanannya didukung oleh cuaca yang bagus, ditandai dengan angin yang bertiup kencang serta laut yang terang dan tidak berkabut karena bulan bersinar dengan terang. Akan tetapi ada suatu perasaan yang dirasakan oleh si aku. Baris keempat mengungkapkan perasaan yang dirasakan si aku adalah perasaan gundah karena dirinya merasa tidak akan sampai ke tempat kekasihnya (si gadis manis) meskipun perjalanan yang ditempuh berjalan dengan baik.
Bait ketiga
Di air yang tenang, di angin mendayu,
di perasaan penghabisan segala melaju
Ajal bertakhta, sambil berkata
“Tujukan perahu ke pangkuanku saja,”
Baris kesatu dan kedua mengungkapkan perasaan gundah si aku semakin bertambah meskipun air laut tenang tidak berombak kencang dan angin yang terdengar sayup-sayup karena perasaan batin si aku secara keseluruhan meningkat dengan cepat. Hal tersebut dikarenakan ajal telah memberikan isyarat bahwa kematian akan menghampiri si aku terlihat pada baris ketiga dan keempat.
Bait keempat
Amboi! Jalan sudah bertahun kutempuh!
Perahu yang bersama ‘kan merapuh!
Mengapa Ajal memanggil dulu
Sebelum sempat berpeluk dengan cintaku?!
Baris pertama mengungkapkan perjalanan si aku yang telah melewati waktu bertahun-tahun untuk menuju ke tempat kekasihnya namun belum membuahkan hasil. Hal tersebut berdampak pada hubungan antara si aku dan kekasih yang akan rusak atau tidak akan bertahan lama terlihat pada baris kedua. Hubungan antara si aku dan kekasih dilambangkan oleh perahu yang rapuh. Belum sempat si aku bertemu dengan kekasihnya (si gadis manis), ajal telah menghampirinya terlihat pada baris ketiga dan keempat. Selain itu, pada bait ini juga sebagai ungkapan kekesalan, kekecewaan, keputusasaan, dan kegagalan si aku karena belum sempat bertemu dengan kekasihnya tapi ajal lebih dulu datang menjemputnya.
Bait kelima
Manisku jauh di pulau,
Kalau ‘ku mati, dia mati iseng sendiri.
Baris kesatu dan kedua mengungkapkan kekhawatiran si aku terhadap kekasihnya. Hal tersebut karena perjalanan yang ditempuh si aku penuh perjuangan dan menantang maut sehingga apabila si aku mati maka kekasih yang berada di pulau jauh juga akan mati dalam penantiannya terhadap si aku yang sia-sia.
Setelah menganalisis makna tiap bait maka akan ditemukan makna lambang atau kiasan dalam puisi. Kiasan pada puisi Cintaku Jauh di Pulau adalah kekasih si aku, yaitu si gadis manis yang menjadi keinginan atau cita-cita si aku untuk dicapai atau dimiliki. Akan tetapi, untuk memilikinya harus melalui perjalanan yang penuh perjuangan dan menantang maut dilambangkan ketika si aku mengarungi lautan. Oleh karena itu, si aku tidak dapat mewujudkan keinginannya karena maut lebih dahulu menjemputnya. Puisi ini mengemukakan kisah cinta antara seorang pria dan gadis yang terpisahkan oleh jarak dan waktu. Jarak yang memisahkan berupa perbedaan pulau yang mengharuskan menyeberangi lautan ketika akan bertemu. Sedangkan waktu yang memisahkan mereka sudah bertahun-tahun ditempuh. Segala upaya telah dilakukan untuk bertemu dengan kekasihnya. Namun pada akhirnya mereka tidak dapat bertemu karena ajal lebih dahulu memisahkan mereka. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa tema puisi Cintaku Jauh di Pulau adalah kasih tak sampai, yaitu perasaan cinta seseorang tetapi tidak dapat bersama karena ajal lebih dahulu memisahkan. Puisi Cintaku Jauh di Pulau awalnya terasa perasaan cinta dan senang. Hal ini tampak pada bait kedua:
Perahu melancar, bulan memancar,
di leher kukalungkan ole-ole buat si pacar.
angin membantu, laut terang, tapi terasa
aku tidak ‘kan sampai padanya
Pada bait tersebut muncul perasaan cinta hingga membelikan kekasihnya oleh-oleh serta perasaan senang karena kondisi cuaca yang mendukung perjalanannya. Akan tetapi, perasaan itu kemudian berubah menjadi perasaan kegelisahan, kekecewaan, kesedihan, ketidakberdayaan, dan keputusasaan karena tidak bisa bersatu bersama kekasihnya karena sudah dipisahkan oleh ajal. Perasaan yang muncul tersebut menimbulkan nada yang penuh kekhawatiran, kegundahan, dan kegetiran yang kemudian menciptakan suasana kesedihan dan ketidakberdayaan. Feeling, nada dan suasana ini dapat diperkuat dengan gaya bunyi sajak.
No
Gaya Bunyi Sajak
Contoh
Keterangan
Asonansi bunyi a
Ajal bertakhta, sambil berkata
Pada baris tersebut terdapat pengulangan bunyi a di setiap katanya.
Asonansi bunyi u
Cintaku jauh di pulau
Pada baris tersebut terdapat pengulangan bunyi u.
Bunyi –uh di akhir kata
Jauh, kutempuh, merapuh
Penggunaan bunyi –uh menggambarkan suasana kesedihan.
Aliterasi bunyi s
Gadis manis, sekarang iseng sendiri
Pada baris tersebut terdapat pengulangan bunyi s di setiap katanya.
Aliterasi bunyi r di akhir kata Misalkan pada bait kedua
Perahu melancar, bulan memancar, di leher kukalungkan ole-ole buat si pacar.
Penggunaan bunyi r pada akhir kata menggambarkan suasana yang tidak nyaman. Bunyi tersebut juga sebagai penanda adanya nada kekhawatiran dan penderitaan atau kegetiran.
Secara umum bunyi yang dominan dalam puisi Cintaku Jauh di Pulau adalah bunyi a dan u. Misalkan pada bait ketiga dan keempat.
Di air yang tenang, di angin mendayu,
di perasaan penghabisan segala melaju
Ajal bertakhta, sambil berkata
“Tujukan perahu ke pangkuanku saja,”
Amboi! Jalan sudah bertahun kutempuh!
Perahu yang bersama ‘kan merapuh!
Mengapa Ajal memanggil dulu
Sebelum sempat berpeluk dengan cintaku?!
Berdasarkan bait tersebut diketahui bahwa pengulangan bunyi a dan u memberikan rasa yang mengandung kesedihan, keterpurukan, dan ketidakberdayaan. Bunyi-bunyi sajak yang dihasilkan tersebut memperkuat perasaan kegelisahan, kekecewaan, kesedihan, ketidakberdayaan, dan keputusasaan.
Di samping itu, jika ditinjau dari diksi yang dipilih, pada puisi Cintaku Jauh di Pulau terdapat beberapa kombinasi gaya kata. Berikut merupakan contohnya.
Perahu melancar, bulan memancar,
di leher kukalungkan ole-ole buat si pacar.
angin membantu, laut terang, tapi terasa
aku tidak ‘kan sampai padanya.
Kombinasi kata antara memancar, pacar, terasa, padanya selain memberikan efek musikalitas juga dapat menimbulkan rima pasang yaitu a-a-b-b. Bait ketiga dan keempat pun juga berima pasang. Pada puisi ini juga terdapat kata kias. Misalkan pada bait keempat baris kesatu.
Amboi! Jalan sudah bertahun kutempuh!
Kata jalan memiliki arti sesungguhnya yaitu melangkahkan kaki. Sedangkan dalam puisi ini berupa kiasan yang menunjukkan waktu. Pada bait keempat baris keempat kata cintaku?! Kata cintaku?! Diakhiri dengan tanda tanya dan tanda seru yang dapat menimbulkan dua pemaknaan perasaan antara penyesalan atau kekesalan. Gaya kata yang dipilih dalam puisi Cintaku Jauh di Pulau juga dapat menimbulkan citraan.
Citraan penglihatan
Bait kedua baris pertama
Perahu melancar, bulan memancar
Citraan pendengaran
Bait ketiga baris ketiga dan keempat
Ajal bertakhta, sambil berkata
“Tujukan perahu ke pangkuanku saja,”
Citraan gerak
Bait kedua baris kedua
di leher kukalungkan ole-ole buat si pacar
Citraan perasaan
Bait ketiga baris kedua
di perasaan penghabisan segala melaju
Sementara itu, gaya kalimat yang terdapat pada puisi Cintaku Jauh di Pulau, yaitu:
Majas Personifikasi
Terdapat pada bait kedua baris ketiga
angin membantu, laut terang, tapi terasa
Bait keempat baris ketiga
Mengapa Ajal memanggil dulu
Baris tersebut termasuk majas personifikasi karena seolah-olah seperti manusia yang dapat melakukan kegiatan tersebut.
Majas Metafora
Bait kesatu baris kesatu
Cintaku Jauh di Pulau,
Bait kelima baris kesatu
Manisku jauh di pulau,
Majas Hiperbola
Terdapat pada bait keempat baris kesatu dan kedua
Amboi! Jalan sudah bertahun kutempuh!
Perahu yang bersama ‘kan merapuh!
Majas Asonansi
Terdapat pada bait kedua baris pertama
Perahu melancar, bulan memancar,
Bait kedua baris ketiga
angin membantu, laut terang, tapi terasa
Baris tersebut termasuk majas asonansi karena terdapat perulangan bunyi a dalam deretan kata
Puisi Cintaku Jauh di Pulau terdapat lapis metafisis yang menyebabkan pembaca berkontemplasi, yaitu pembaca merenung dengan penuh perhatian. Dalam puisi ini terdapat lapis metafisis berupa ketragisan hidup manusia, yaitu sebaik apapun usaha yang dilakukan manusia baik itu dalam persiapan sarana ataupun rencana untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkannya akan ada masa dimana manusia tidak bisa mendapatkannya karena maut lebih dulu menghampirinya. Keinginan atau cita-cita yang tinggi, baik, dan hebat akan menjadi sia-sia apabila maut telah datang. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan kepada pembaca bahwa ketika kita merasakan cinta maka kita harus memperjuangkannya dan itu membutuhkan waktu yang lama. Akan tetapi, kita juga harus sadar bahwa perjuangan yang sudah kita lakukan dan berapa lama waktu yang telah kita tempuh tidak semua berakhir dengan kebahagiaan.
Puisi Cintaku Jauh di Pulau ditulis Chairil Anwar menjadi lima bait yang sangat proporsional, yaitu dua baris di bait kesatu dan kelima serta di bait kedua, ketiga, dan keempat terdiri atas empat baris. Puisi ini ditulis menggunakan margin kiri. Pada puisi Chairil Anwar ini tidak terpaku pada aturan puisi yang satu bait terdiri atas empat baris. Tipografi yang proporsional ini dapat menghadirkan aspek keindahan dan kerapian dalam penyajian tulisan. Selain itu, tipografi yang proporsional bisa lebih menarik karena tulisannya yang seimbang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H