Mohon tunggu...
Sugi Siswiyanti
Sugi Siswiyanti Mohon Tunggu... Full Time Blogger - blogger lifestyle, content writer, writer

Menikmati hidup

Selanjutnya

Tutup

Financial

Untung Ada BRImo, Transaksi Bebas Repot Selama Perjalanan Mudik

28 Mei 2022   00:12 Diperbarui: 28 Mei 2022   00:18 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mudik bagi saya dan keluarga ibarat liburan penuh silaturahim. Selama tujuh hari di kampung halaman, keluarga kecil saya bergabung dengan keluarga kakak-kakak dan adik ipar mengunjungi sanak saudara. 

Sama seperti yang dialami semua keluarga Indonesia bahkan dunia, dua tahun lamanya Lebaran tak bisa mudik. 

Sapa salam maaf-maafan hanya bisa disampaikan lewat video call atau pesan-pesan singkat di Whatsapp. Rasanya beda, gregetnya ngga ada. 

Jadi, ketika pemerintah memperbolehkan mudik, keluarga kami termasuk dalam gelombang antusiasme mudik di Indonesia. 

Supaya terhindar tradisi lain yang selalu hadir setiap jelang atau pasca Lebaran, yaitu macet, kami memutuskan mudik pulang pergi naik kereta api. 

Tinggal duduk nyaman, sampai deh di tujuan . Tanpa macet berikut semua drama yang kadang kami alami kalo mudik bawa mobil sendiri. 

Kampung halaman suami saya ada di Ponorogo, Jawa Timur. Karena tidak ada kereta yang berhenti di Ponorogo, kami pun berhenti di stasiun Madiun. Jaraknya sekira satu jam dari Madiun ke Ponorogo. 

Dalam perjalanan menuju Ponorogo, kami memutuskan singgah untuk sarapan pecel Madiun di dekat stasiun. 

Kebetulan kami tiba pukul 6 pagi. Jadi, lapak pecel Madiun sudah banyak yang buka. Saya memesan pecel dengan lauk iwak kali. 

Suami pun demikian. Si sulung yang masih belum punya menu favorit, ikut saja pilihan ayah ibunya. Sementar yang bungsu juga sama. Menu sarapan kami seragam pagi itu. 

Sarapan nikmat selesai. Waktunya menghampiri kasir untuk membayar. Ketika hendak membayar, saya baru ingat, saya belum tarik tunai di ATM. 

Saya cek isi dompet, ternyata hanya ada Rp 20 ribu. Hati langsung mencelos. Duh, gimana ini.. 

Kebetulan kondisi suami juga sama, ia bahkan tak pegang uang tunai sama sekali. Kalau di Bandung, biasanya saya cukup pakai QRIS  untuk transaksi apa pun. 

Dengan ragu, saya tanyakan pada Mbak Kasir, apakah saya bisa membayar tagihan dengan QRIS? 

Dengan ramah, Mbak Kasir mempersilakan saya melakukan transaksi digital untuk membayar tagihan menu pecel iwak kali kami. 

Saya pun menyodorkan aplikasi BRImo di ponsel saya yang sudah siap men-scan barcode pada QRIS yang sudah disediakan. 

Alhamdulillah, urusan pembayaran selesai. Perut kenyang, hati riang.  Lega rasanya transaksi digital kini bisa diakses di banyak tempat. 

Dengan digitalisasi bertransaksi, semua urusan pembayaran dan sejenisnya bisa dilakukan dengan mudah, aman, dan cepat. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun