Beberapa waktu terakhir, proyek underground tunnel atau terowongan bawah tanah yang menghubungkan Masjid Istiqlal dan Gereja Katedral menjadi pembicaraan hangat. Terowongan ini diberi nama "Terowongan Silaturahmi," sebuah nama yang tidak hanya menggambarkan fungsinya, tetapi juga filosofi mendalam tentang keberagaman dan toleransi yang sudah lama hidup di Indonesia.
Sebagai warga negara yang tinggal dalam keberagaman, saya merasa proyek ini lebih dari sekadar pembangunan infrastruktur. Ia membawa pesan yang relevan, terutama di tengah situasi saat ini di mana isu agama sering kali digunakan untuk memecah belah. Terowongan ini seolah ingin berbicara kepada kita semua: perbedaan tidak harus menjadi penghalang, melainkan bisa menjadi jembatan.
Makna yang Lebih dari Sekadar Infrastruktur
Masjid Istiqlal dan Gereja Katedral bukan sekadar tempat ibadah. Kedua bangunan ini adalah simbol ikonik yang berdiri berdampingan di tengah hiruk pikuk Jakarta, mewakili dua agama terbesar di negeri ini. Sejak lama, keduanya menjadi simbol harmoni, tetapi dengan terhubungnya kedua tempat ini melalui terowongan, harmoni itu seperti diwujudkan secara lebih nyata.
Terowongan Silaturahmi, bagi saya, tidak hanya menjadi penghubung fisik. Ia adalah wujud nyata semangat gotong royong, semangat saling mendukung antara dua komunitas yang berbeda tetapi saling menghormati.
Manfaat yang Dirasakan Semua Orang
Secara praktis, terowongan ini jelas memberikan manfaat. Ia mempermudah akses antarumat saat perayaan besar berlangsung. Kita tahu, pada momen-momen seperti Idulfitri di Masjid Istiqlal atau Natal di Gereja Katedral, kawasan ini kerap dipadati umat yang datang untuk beribadah. Dengan adanya terowongan ini, pergerakan umat akan lebih mudah tanpa harus terganggu oleh padatnya lalu lintas.
Namun, terowongan ini juga membawa manfaat lain yang lebih besar: pesan toleransi dan kerja sama. Ketika turis lokal maupun mancanegara berkunjung, mereka tidak hanya melihat bangunan megah, tetapi juga merasakan semangat persatuan dalam keberagaman yang menjadi ciri khas Indonesia.
Tantangan yang Masih Ada
Tentu saja, proyek ini bukan tanpa kritik. Ada yang mempertanyakan urgensi proyek ini, terutama di tengah berbagai kebutuhan mendesak lainnya seperti perbaikan transportasi umum atau pendidikan. Beberapa orang mungkin juga merasa bahwa simbolisme terowongan ini tidak cukup relevan bagi kehidupan mereka sehari-hari.
Namun, saya percaya bahwa simbol-simbol seperti ini penting. Di tengah masyarakat yang kerap terpolarisasi, kita butuh pengingat bahwa harmoni adalah sesuatu yang bisa diwujudkan. Proyek ini, meski mungkin terlihat kecil bagi sebagian orang, memiliki pesan besar untuk disampaikan.
Pelajaran untuk Kita Semua
Bagi saya, Terowongan Silaturahmi adalah pengingat bahwa keberagaman bukan sesuatu yang harus ditakuti atau dijauhi. Sebaliknya, keberagaman adalah kekuatan yang harus kita rawat. Terowongan ini menunjukkan bahwa dua komunitas besar dengan perbedaan keyakinan bisa saling mendukung, tidak hanya dalam kata-kata tetapi juga dalam tindakan nyata.
Proyek ini juga mengajarkan kita tentang pentingnya saling memahami. Ketika kita melihat terowongan ini nanti, saya berharap kita tidak hanya memandangnya sebagai jalur bawah tanah. Lihatlah itu sebagai pengingat bahwa persatuan bisa terjadi jika ada niat baik dari semua pihak.
Kesimpulan
Terowongan Silaturahmi bukan sekadar infrastruktur. Ia adalah simbol yang menunjukkan bahwa Indonesia masih mampu menjaga semangat persatuan dalam keberagaman. Di tengah berbagai tantangan yang kita hadapi sebagai bangsa, saya percaya proyek ini adalah langkah kecil yang membawa pesan besar: kita berbeda, tetapi tetap bisa berjalan bersama.
Semoga, dengan adanya terowongan ini, harmoni antarumat beragama di Indonesia tidak hanya menjadi wacana, tetapi benar-benar menjadi kenya
taan yang kita rasakan sehari-hari.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H