PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
NOMOR23 TAHUN 2011
TENTANG
PROSEDUR PENINDAKAN
TERSANGKA TINDAK PIDANA TERORISME
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang
:
a.bahwa tindak pidana terorisme merupakan kejahatan yang luar biasa dan ancaman paling serius dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang selama ini telah mengganggu keamanan dan ketertiban masyarakat, sehingga pencegahan dan pemberantasan tindak pidana teorisme perlu dilakukan secara terencana dan berkesinambungan guna memelihara kehidupan yang aman, damai dan sejahtera;
b.bahwa Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat negara penegak hukum yang bertugas memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan masyarakat, memiliki peran strategis dalam melakukan penegakan hukum terhadap tindak pidana terorisme di Indonesia dengan tetap menjunjung tinggi hak asasi manusia;
c.bahwa guna mewujudkan profesionalisme dalam penindakan terhadap tersangka tindak pidana terorisme, diperlukan pedoman yang melandasi setiap kegiatan yang dilakukan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia dan unsur pendukung lainya agar dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
d.bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu menetapkan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia tentang Prosedur Penindakan Tersangka Tindak Pidana Terorisme;
Mengingat
:
1.Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran NegaraRepublik Indonesia Nomor 3209);
2.Undang-Undang …..
2.Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 2, Tambahan Lembaran NegaraRepublik Indonesia Nomor 4168);
3.Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 106, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4232);
4.Peraturan Presiden Nomor 52 Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kepolisian Negara Republik Indonesia;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan
:
PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TENTANG PROSEDUR PENINDAKAN TERSANGKA TINDAK PIDANA TERORISME.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan:
1.Kepolisian Negara Republik Indonesia yang selanjutnya disingkat Polri adalah alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri.
2.Tindak Pidana Terorisme adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme beserta perubahannya.
3.Tersangka adalah seseorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana.
4.Tersangka Tindak Pidana Terorisme adalah seseorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana terorisme.
5.Fasilitas Umum adalah sarana dan prasarana untuk kepentingan masyarakat secara umum.
6.Penindakan Tersangka Tindak Pidana Terorisme adalah serangkaian tindakan upaya paksa yang meliputi penetrasi, pelumpuhan, penangkapan, penggeledahan dan penyitaan barang bukti yang dilakukan berdasarkan bukti permulaan yang cukup terhadap Tersangka Tindak Pidana Terorisme.
7.Korbrimob .....
7.Korbrimob Polri adalah unsur pelaksana tugas pokok di bidang brigade mobil yang berada di bawah Kapolri yang bertugas menyelenggarakan pembinaan keamanan khususnya yang berkenaan dengan penanganan gangguan keamanan yang berintensitas tinggi dalam rangka penegakan keamanan dalam negeri.
8.Wanteror Gegana Korbrimob Polri adalah satuan perlawanan/penindakan pelaku kejahatan terorisme yang menggunakan senjata api dan bom atau yang berintensitas tinggi dengan menggunakan teknik dan taktik serta peralatan khusus.
9.Manajer Penindakan adalah Perwira pengendali lapangan yang ditunjukKadensus 88 Anti Teror (AT) Polri yang bertanggung jawab terhadap seluruh kegiatan pada tahap pra penindakan dan aksi penindakan.
10.Ketua Tim Penindak yang selanjutnya disingkat Katim Penindak adalah Perwira pengendali taktis dan teknis Tim Penindakanyang bertanggung jawab kepada Manajer Penindakan, yang dalam pelaksanaannya Katim Penindak dapat berasal dari Subbid SF Densus 88 AT Polri atau Katim Wanteror Gegana Korbrimob Polri.
11.Tim Penindak adalah personel Polri yang melaksanakan penindakan, meliputiSubbid Stricking Force (SF) Densus 88 AT Polri dan/atau Wanteror Gegana Korbrimob Polri.
12.Subbid SF adalah satuan Penindakan dari Bid Tindak Densus 88 AT Polri yang bertugas melakukan tindakan melumpuhkan, penetrasi, penggeledahan dan penyitaan barang bukti terhadap tersangka tindak pidana terorisme.
13.Tempat Kejadian Perkara yang selanjutnya disingkat TKP adalah tempatdimana suatu tindak pidana dilakukan atau terjadi dan tempat-tempat lain dimana tersangka dan/atau korban dan/atau barang-barang bukti yang berhubungan dengan tindak pidana tersebut dapat ditemukan.
14.Manajer Tempat Kejadian Perkara yang selanjutnya disingkat Manajer TKP adalah Perwira pengendali lapangan yang ditunjuk Kadensus 88 AT Polri yang bertanggung jawab terhadap kegiatan pasca penindakan dalam penanganan TKP.
15.Bidtindak Densus 88 AT Polriadalah unsur pelaksana utama di bawahKadensus 88 AT Polri yang bertugas melakukan penindakan terhadap pelaku tindak pidana terorisme melalui kegiatan negosiasi dan pendahulu, serta melakukan penindakan terhadap pelaku tindak pidana terorisme sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan.
16.Bidintelijen Densus 88 AT Polriadalah unsur pelaksana utama Densus 88 AT Polri di bawah Kadensus 88 AT Polri yang bertugas menyelenggarakan dan membina fungsi Intelijen yang berhubungan dengan hakikat ancamanterorisme, dengan melaksanakan kegiatan pengamatan, mencari pelaku teror melalui kegiatan pembuntutan (survailance), deteksi, analisis lapangan dan penilaian (assesment) informasi secara fisik terhadap perkembanganlingkungan serta menganalisis aktivitas dan pergerakan pelaku tindakpidana terorisme.
17.Bidinvestigasi .....
17.Bidinvestigasi Densus 88 AT Polri adalah unsur pelaksana utama di bawah Kadensus 88 AT Polri yang bertugas melaksanakan penyidikan terhadap tindak pidana terorisme sesuai peraturan perundang-undangan.
18.Bidbanops Densus 88 AT Polri adalah unsur pelaksana utama di bawah Kadensus 88 AT Polri yang bertugas memberikan dukungan teknis, mendata kasus bom (database bom) serta melaksanakan koordinasi dan kerja sama dengan lembaga atau instansi terkait di dalam dan di luar negeri.
19.Bidcegah Densus 88 AT Polri adalah unsur pelaksana utama di bawah Kadensus 88 AT Polri yang bertugas menyelenggarakan kegiatan pencegahan dalam rangka penanggulangan tindak pidana terorisme.
20.Satgaswil Densus 88 AT Polri adalah unsur pelaksana tingkat wilayah di bawah Densus 88 AT yang bertugas menyelenggarakan dan membina fungsi intelijen yang berhubungan dengan hakekat ancaman terorisme, untuk mengetahui aktivitas dan pergerakan, mencari pelaku teror, analisis lapangan dan assesment/penilaian informasi secara fisik terhadap perkembangan lingkungan, serta menganalisis aktivitas dan pergerakan pelaku tindakpidana terorisme melalui jaringan intelijen dan teknologi informasi.
21.Kegiatan Pra Penindakan (PreAssault) adalah tahapan awal penindakan meliputi perencanaan dan langkah-langkah persiapan sebelum kegiatan penindakan dilaksanakan.
22.Kegiatan Aksi Penindakan (Assault in Action) adalah tahapan saat dimulainya kegiatan penindakan yang ditandai dengan berakhirnya upaya negosiasi atau tanpa negosiasi melalui keputusan Manajer Penindakan.
23.Kegiatan Paska Penindakan (After Assault) adalah tahapan upaya paksa telah selesai, dan dilanjutkan penanganan TKP.
24.Dukungan Penindakan (Assault Supporting) adalah bentuk-bentuk bantuan secara langsung maupun tidak langsung untuk tercapainya tujuan kegiatan penindakan.
25.Penjinak Bom yang selanjutnya disingkat Jibom adalah salah satu fungsi yang berada di bawah satuan Gegana Korps Brigade Mobil Polri yang memiliki kemampuan penjinakan bom.
26.Unit Kimia, Biologi dan Radioaktif selanjutnya disingkat Unit KBR adalah salah satu fungsi yang berada dibawah Satuan Gegana Korbrimob Polri yang memiliki kemampuan menangani zat-zat berbahaya KBR.
27.Disaster Victim Identification yang selanjutnya disingkat DVI adalah suatu prosedur yang mengacu kepada standar baku interpol untuk mengidentifikasi korban mati akibat bencana yang dapat dipertanggungjawabkan secara sah menurut hukum dan ilmiah.
28.Sabotase adalah suatu cara atau perbuatan pelaku teror untuk melakukan perusakan milik pemerintah atau swasta untuk menggagalkan usaha dengan tujuan merugikan pihak lain yang menjadi sasaran.
29.Sandera adalah orang yang ditawan untuk dijadikan sebagai jaminan (tanggungan).
30.Pembajakan .....
30.Pembajakan adalah proses atau cara pengambil alihan suatu alat transportasi (darat, laut dan udara) beserta penumpang dan isinya secara paksa dengan tujuan tertentu.
31.Penetrasi adalah suatu tindakan untuk melemahkan/melumpuhkan dengan cara penerobosan, penembusan terhadap kelompok yang mempunyai tujuan kejahatan.
32.Evakuasi adalah suatu tindakan yang dilakukan Unit Penindak Teror dalam pengungsian atau pemindahan orang, penduduk atau kelompok dari daerah-daerah/ruangan yang berbahaya/situasi krisis ke daerah yang aman.
Pasal 2
Tujuan dari peraturan ini adalah sebagai pedoman dalam melakukan penindakan tersangka tindak pidana terorisme secara profesional dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.
Pasal 3
Prinsip-prinsip peraturan ini meliputi:
a.legalitas, yaitu penindakan terhadap pelaku tindak pidana terorisme berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;
b.proporsional, yaitu tindakan yang dilaksanakan sesuai dengan eskalasi ancaman yang dihadapi;
c.keterpaduan, yaitu memelihara koordinasi, kebersamaan, dan sinergitas segenap unsur/komponen bangsa yang dilibatkan dalam penanganan;
d.nesesitas, yaitu bahwa teknis pelaksanaan penindakan terhadap tersangka tindak pidana terorisme dilakukan berdasarkan pertimbangan situasi dan kondisi lapangan; dan
e.akuntabilitas, yaitu penindakan terhadap tersangka tindak pidana terorisme dilaksanakan sesuai prosedur dan dapat dipertanggungjawabkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB II
KATEGORI DAN TAHAPAN PENINDAKAN
Pasal 4
Kategori penindakan tersangka tindak pidana terorisme, meliputi:
a.penindakan terencana (deliberate assault); dan
b.penindakan segera (emergency assault/raid).
Pasal …..
Pasal 5
(1)Penindakan Terencana (Deliberate Assault) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a, merupakan penindakan yang dilaksanakan dengan:
a.waktu persiapan yang cukup;
b.perencanaan yang baik sebelum melakukan penindakan;
c.dilaksanakan briefing/pengarahan secara detail;
d.simulasi penindakan atau gladi lapangan; dan
e.menghadirkan seluruh sumber daya yang diperlukan di TKP sebelum pelaksanaan penindakan.
(2)Penindakan Segera (Emergency Assault/Raid) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b, merupakan penindakan yang dilaksanakan dengan pertimbangan:
a.waktu persiapan lebih singkat;
b.situasi darurat;
c.situasi kontinjensi; dan
d.pertimbangan keamanan tertentu.
(3)Pertimbangan penilaian situasi darurat atau kontinjensi ditetapkan oleh Manajer Penindakan.
Pasal 6
Penindakan Tersangka secara terencana atau segera dilakukan melalui 3 (tiga) tahapan:
a.Kegiatan Pra Penindakan (Pre Assault), merupakan tahapan awal yang meliputi perencanaan dan langkah-langkah persiapan sebelum kegiatan penindakan dilaksanakan;
b.Kegiatan Aksi Penindakan (Assault in Action), merupakan tahapan saat dimulainya kegiatan penindakan yang ditandai dengan berakhirnya upaya negosiasi atau tanpa negosiasi melalui keputusan Manejer Penindakan; dan
c.Kegiatan Paska Penindakan (After Assault), merupakan tahapan saat penindakan telah selesai dilaksanakan dan selanjutnya penanganan TKP diserahkan kepada Manejer TKP.
Pasal 7
Penindakan tersangka tindak pidana terorisme dilaksanakan dengan prinsip kehati-hatian dan mempertimbangkan resiko keamanan/keselamatan manusia, serta harta benda di TKP, antara lain meliputi:
a.bom aktif dan bahan peledak (Handak);
b.bom yang bermuatan bahan Kimia, Biologi dan Radioaktif (KBR);
c.perlawanan dengan senjata api, senjata tajam dan sabotase; dan
d.perangkap atau jebakan yang dibuat oleh tersangka.
Pasal .....
Pasal 8
(1)Pelaksanaan penindakan tersangka tindak pidana terorisme secara teknis dan taktis yang disesuaikan dengan medan atau situasi kondisi lingkungan yang dihadapi.
(2)Medan atau situasi kondisi lingkungan yang dihadapi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), antara lain meliputi:
a.kawasan pemukiman yang padat;
b.gedung bertingkat/kawasan perkantoran atau rumah toko;
c.tempat keramaian atau sentra-sentra publik (pasar, tempat ibadah, sekolah, acara/event tertentu, bandara udara, pelabuhan laut, pelabuhan darat);
d.sarana transportasi;
e.kawasan pinggiran/pedesaan, yang terdapat lapangan terbatas, ladang, kebun, kolam serta lokasi tinggal warga masyarakat;
f.kawasan hutan; dan
g.luar ruangan dan masih dalam jangkauan tim penindak.
BAB III
KEGIATAN PRA-PENINDAKAN
Pasal 9
Kegiatan pra-penindakan merupakan kegiatan awal untuk:
a.menyusun perencanaan penindakan;
b.menyiapkan administrasi penyidikan antara lain :
1)surat perintah tugas;
2)surat perintah penangkapan;
3)surat perintah penggeledahan;
4)surat perintah penyitaan;
c.menentukan kebutuhan personel, peralatan, dan anggaran;
d.memperhitungkan situasi dan kondisi di lokasi penindakan;
e.menentukan cara bertindak;
f.memperhitungkan resiko; dan
g.mempersiapkan kegiatan paska penindakan.
Pasal …..
Pasal 10
(1)Kadensus 88 AT Polri menunjuk Manajer Penindakan sebagai pengendali komando lapangan.
(2)Manajer penindakan dapat ditunjuk personel dari Densus 88 AT Polri atau Korbrimob Polri/Brimob daerah atau Satuan Kewilayahan (Satwil).
(3)Dalam hal Manajer Penindakan ditunjuk dari personel Korbrimob Polri/Brimob daerah atau Satwil, maka Kadensus 88 AT Polri berkoordinasi dengan Kepala Kesatuan Kewilayahan (Kasatwil).
(4)Manajer Penindakan bertugas:
a.menentukan posko di TKP;
b.menetapkan ring perimeter TKP (TKP yang ditutup sampai dengan titik aman);
c.mengkoordinir unsur-unsur pelaksana utama Pra Penindakan untuk dapat bekerja sama secara sinergis antara lain meliputi:
1.Intelijen Polri;
2.Bidinvestigasi Densus 88 AT Polri dan/atau Satwil;
3.Bidbanops Densus 88 AT Polri;
4.Tim penindak;
5.Tim evakuasi;
6.Tim pengamanan/penutupan TKP;
7.Tim negosiator; dan
8.Divhumas Polri atau Bidhumas Polda.
d.mengkoordinasi pelibatan unsur-unsur pendukung penindakan sesuai kebutuhan di lapangan;
e.berkoordinasi dengan Kasatwil kepolisian sebelum, sesaat ataupun sesudah penindakan dilaksanakan; dan
f.mempertimbangkan dan melaporkan perkembangan situasi kepada pimpinan serta mengupayakan negosiasi sebelum memerintahkan Katim penindak melakukan penindakan.
Pasal 11
Intelijen Polri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4) huruf c angka 1, bertugas membuat analisis intelijen tentang situasi dan kondisi tersangka dan lingkungannya, dan menyajikan kepada Manajer Penindakan dan Pelaksana Utama Pra Penindakan.
Pasal 12
Bidinvestigasi Densus 88 AT Polri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4) huruf c angka 2, bertugas:
a.menyiapkan administrasi penyidikan; dan
b.membuat …..
b.membuat analisis yuridis pra investigasi terkait kelengkapan alat-alat bukti masing-masing tersangka, dan menyajikan kepada Manajer Penindakan, dan Pelaksana Utama Pra Penindakan.
Pasal 13
Bidbanops Densus 88 AT Polri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4) huruf c angka 3, bertugas memberikan bantuan teknis dan berkoordinasi dengan unsur-unsur Pendukung Penindakan untuk memfasilitasi bentuk dukungan yang diperlukan.
Pasal 14
Tim Penindak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4) huruf c angka 4, segera mengambil langkah-langkah persiapan penindakan sebagai berikut:
a.melakukan koordinasi dengan unsur pendukung penindakan;
b.mempersiapkan kelengkapan personel dan peralatan yang akan digunakan;
c.mengadakan Acara Pimpinan Pasukan (APP) meliputi :
1.penjelasan tugas pokok dan analisis intelijen lapangan tentang:
a)misi yang akan dilaksanakan;
b)peta sasaran/blue print lokasi;
c)rute perjalanan ke sasaran dan jalur evakuasi;
d)situasi dan kondisi tersangka dan lingkungannya;
e)kondisi sandera yang akan dibebaskan (bila ada situasipenyanderaan);
2.memperhitungkan resiko;
3.penegasan kewajiban dan larangan dalam penindakan;
4.memberikan arahan untuk menjaga keamanan dan keselamatan pribadi, masyarakat dan meminimalisir korban/kerugian.
d.menentukan penggunaan peralatan yang efektif; dan
e.memberikan perintah sesuai sesuai jalur komando serta atensi-atensi khusus Manajer Penindakan.
Pasal 15
(1)Tim Evakuasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4) huruf c angka 5 bertugas:
a.melakukan koordinasi dengan tokoh masyarakat setempat/Ketua RT/pemilik gedung/pihak manajemen tentang pelaksanaan evakuasi masyarakat dari lingkungan sekitar lokasi rencana penindakan akan dilakukan;
b.menentukan rute evakuasi, cara evakuasi dan area aman; dan
c.melaksanakan evakuasi masyarakat dari TKP ke area aman.
(2)Tugas .....
(2)Tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan oleh Tim Penindak atau Satwil sesuai situasi dan kondisi.
Pasal 16
(1)Tim Pengamanan/penutupan TKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4) huruf c angka 6 bertugas melakukan penutupan dan pengamanan area TKP.
(2)Tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan oleh Tim Penindak atau Satwil sesuai situasi dan kondisi.
Pasal 17
(1)Tim Negosiator sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4) huruf c angka 7, bertugas:
a.menyiapkan rencana negosiasi dengan tersangka; dan
b.melakukan komunikasi dengan tersangka, dengan menggunakan telepon, pengeras suara, atau secara langsung.
(2)Negosiasi dilaksanakan dengan tujuan:
a.agartersangka keluar dan menyerahkan diri;
b.agar para sandera dikeluarkan/dibebaskan;
c.agar wanita, anak-anak, orang cacat maupun lanjut usia dikeluarkan dari lokasi pengepungan; dan
d.memberikan peringatan kepada para tersangka untuk menyerah secara sukarela sebelum tindakan upaya paksa dilakukan.
(3)Kegiatan negosiasi dikedepankan dan menjadi prioritas utama dalam hal penindakan menghadapi:
a.tersangka yang menggunakan sandera;
b.tersangka berada di lingkungan fasilitas umum dan objek vital; dan
c.tersangka sedang bersama-sama dengan orang lain yang diduga tidak terkait tindak pidana terorisme.
(4)Tim Negosiator sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditunjuk oleh Manajer Penindakan.
(5)Setelah dilakukan upaya negosiasi dan peringatan dengan pertimbangan waktu cukup tidak berhasil, maka Tim Negosiator berkoordinasi dengan Manajer Penindakan.
(6)Dalam situasi tertentu langkah negosiasi dapat dilaksanakan bersamaan dengan masuknya Unit Penetrasi pada tahap aksi penindakan.
Pasal .....
Pasal 18
Divhumas Polri/Bidhumas Polda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4) huruf c angka 8, bertugas mempersiapkan dokumentasi dan publikasi setiap kegiatan yang akan dilaksanakan dan berkoordinasi dengan Manajer Penindakan.
BAB IV
PROSEDUR PENINDAKAN
Pasal 19
(1)Penindakan terhadap tersangka tindak pidana terorisme dilaksanakan sesuai prosedur dengan tahapan sebagai berikut :
a.tahap pertama, melakukan negosiasi;
b.tahap kedua, melakukan peringatan;
c.tahap ketiga, melakukan penetrasi;
d.tahap keempat, melumpuhkan tersangka;
e.tahap kelima, melakukan penangkapan;
f.tahap keenam, melakukan penggeledahan; dan
g.tahap ketujuh, melakukan penyitaan barang bukti.
(2)Dalam situasi tertentu kegiatan penindakan dapat dilakukan tanpa didahului kegiatan negosiasi dan peringatan atas pertimbangan situasi darurat (emergency), berdasarkan tingkat ancaman maupun pertimbangan lainnya.
(3)Penindakan yang menyebabkan matinya seseorang/tersangka harus dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.
Pasal 20
Kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 dilakukan terhadap tersangka :
a.tanpa menggunakan senjata api;
b.menggunakan senjata api;
c.menggunakan bom;
d.menggunakan bom manusia (bom bunuh diri);
e.menggunakan sandera; dan
f.menggunakan fasilitas umum dan objek vital sebagai sasaran.
Pasal …..
Pasal 21
(1)Kegiatan aksi penindakan dilaksanakan oleh pelaksana utama kegiatan aksi penindakan antara lain:
a.Tim Penindak;
b.Tim Jibom Gegana Korbrimob Polri; dan
c.Tim KBR Gegana Korbrimob Polri.
(2)Kegiatan aksi penindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikoordinasi oleh Manajer Penindakan.
Pasal 22
(1)Tim Penindak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf a terdiri dari:
a.Bidtindak Densus 88 AT Polri (Subbid SF); dan
b.Satuan Wanteror Gegana Korbrimob Polri.
(2)Penggunaan Tim Penindak dari Satuan Wanteror Gegana Korbrimob Polri, Kadensus 88 AT Polri berkoordinasi dengan Kakorbrimob Polri.
(3)Kakorbrimob Polri mempersiapkan dan menugaskan personel Satuan Wanteror Gegana Korbrimob Polri.
Pasal 23
Tim Penindak terdiri dari:
a.Katim Penindak;
b.Kanit/Panit Penindak;
c.Perwira Administrasi;
d.Unit Penetrasi;
e.Penembak Tepat;
f.Pembantu Penembak Tepat;
g.Pendobrak (Master Breacher);
h.Asisten Pendobrak (Breacher); dan
i.Medis.
Pasal 24
(1)Katim Penindak bertugas memimpin dan mengendalikan Tim Penindak dalam pelaksanaan aksi penindakan.
(2)Dalam pelaksanaan tugasnya Katim Penindak bertanggung jawab kepada Manajer Penindakan.
Pasal …..
Pasal 25
(1)Kanit/Panit Penindak bertugas membantu Katim Penindak dalam aksi penindakan, melakukan koordinasi dan komunikasi dengan satuan pendukung.
(2)Dalam pelaksanaan tugasnya Kanit/Panit Penindak bertanggung jawab kepada Katim Penindak.
Pasal 26
(1)Perwira Administrasi bertugas:
a.menyiapkan kelengkapan administrasi dalam aksi penindakan;
b.mencatat dan mendokumentasi setiap kegiatan yang dilaksanakan Tim Penindak;
c.menyusun rencana simulasi penindakan;
d.menyiapkan peralatan penindakan; dan
e.membuat laporan pelaksanaan tugas.
(2)Dalam pelaksanaan tugasnya Perwira Administrasi bertanggung jawab kepada Manajer Penindakan.
Pasal 27
(1)Unit Penetrasi bertugas memasuki sasaran, melumpuhkan tersangka, dan membebaskan sandera (bila ada sandera).
(2)Dalam pelaksanaan tugasnya Unit Penetrasi bertanggung jawab kepada Manajer Penindakan.
Pasal 28
(1)Penembak Tepat (Sharp Shooter) bertugas:
a.sebagai Tim Aju untuk mendapatkan data yang akurat mengenai situasi dan kondisi sasaran;
b.memberikan tembakan perlindungan kepada tim penetrasi; dan
c.melakukan penembakan terhadap tersangka apabila diperlukan (sesuai perintah).
(2)Dalam pelaksanaan tugasnya Penembak Tepat (Sharp Shooter) bertanggung jawab kepada Katim Penindak.
(3)Dalam pelaksanaan tugasnya Penembak Tepat (Sharp Shooter) dibantu oleh Pembantu Penembak Tepat.
(4)Pembantu Penembak Tepat bertugas menganalisis sasaran, mengukur jarak tembak dan menentukan arah angin.
Pasal …..
Pasal 29
(1)Pendobrak (Master Breacher) bertugas menentukan jenis pendobrakan yang akan digunakan dalam membuat akses berdasarkan hasil analisis terhadap material yang akan didobrak.
(2)Dalam pelaksanaan tugasnya Pendobrak (Master Breacher) bertanggung jawab kepada Katim Penindak.
(3)Dalam pelaksanaan tugasnya Pendobrak (Master Breacher) dibantu oleh Pembantu Pendobrak (Breacher).
(4)Pembantu Pendobrak (Breacher) bertugas menyiapkan jenis pendobrakan yang akan digunakan.
Pasal 30
(1)Petugas Medis bertugas menangani tindakan awal medis pada saat aksi penindakan.
(2)Dalam pelaksanaan tugasnya Petugas Medis bertanggung jawab kepada Katim Penindak.
Pasal 31
(1)Unit Jibom bertugas melakukan penjinakan bom dan mengamankan bahan peledak yang ditemukan di TKP, serta melakukan pembersihan (sterilisasi) TKP dari ancaman bom aktif maupun kemungkinan bom sekunder.
(2)Dalam pelaksanaan tugasnya Kanit Jibom bertanggung jawab kepada Manajer Penindakan.
Pasal 32
(1)Unit KBR bertugas melakukan penanganan terhadap ancaman zat-zat kimia, biologi dan radioaktif yang berbahaya di TKP, berdasarkan informasi intelijen Polri.
(2)Dalam pelaksanaan tugasnya Kanit KBR bertanggung jawab kepada Manajer Penindakan.
BAB V
KEGIATAN PASKA PENINDAKAN
Pasal 33
Kegiatan paska penindakan merupakan tahap akhir penindakan di TKP antara lain meliputi:
a.pengamanan dan olah TKP;
b.pengumpulan …..
b.pengumpulan dan penyitaan barang bukti;
c.evakuasi korban;
d.pemulihan situasi; dan
e.konsolidasi.
Pasal 34
(1)Setelah Manajer Penindak menyatakan penindakan selesai dan situasi aman, tanggung jawab komando dan pengendalian di lapangan diserahkan kepada Manajer TKP yang ditunjuk oleh Kadensus 88 AT Polri.
(2)Manajer TKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat ditunjuk pejabat dari Densus 88 AT Polri atau Satwil.
(3)Dalam hal Manajer TKP ditunjuk pejabat dari Satwil maka Kadensus 88 AT Polri berkoordinasi dengan Kasatwil.
(4)Manajer TKP bertugas untuk mengendalikan pelaksanaan pengamanan dan olah TKP, serta mengoordinasi unit pelaksana utama Paska Penindakan sesuai kebutuhan, antara lain meliputi:
a.Bidinvestigasi Densus 88 AT Polri atau Satwil;
b.Tim Status Quo TKP;
c.Puslabfor Bareskrim Polri;
d.Pusinafis Bareskrim Polri;
e.DVI Pusdokes Polri;
f.Tim Medis;
g.Cyber Forensic Bareskrim Polri; dan
h.Bidcegah Densus 88 AT Polri.
(5)Manajer TKP bertanggung jawab kepada Kadensus 88 AT Polri.
Pasal 35
Bidinvestigasi Densus 88 AT Polri atau Satwil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (4) huruf a bertugas melakukan manajemen olah TKP secara umum, pencatatan dan pendokumentasian semua kegiatan di TKP.
Pasal 36
Tim Status Quo sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (4) huruf b bertugas melakukan penutupan, pengamanan, dan penjagaan TKP sesuai perimeter yang ditentukan.
Pasal …..
Pasal 37
Puslabfor Bareskrim Polri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (4) huruf c bertugas melakukan pemeriksaan teknis kriminalistik TKP untuk mencari dan mengumpulkan barang bukti dan selanjutnya melakukan pemeriksaan laboratoris kriminalistik barang bukti.
Pasal 38
Pusinafis Bareskrim Polri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (4) huruf d bertugas membuat sketsa TKP dan mencari serta mengumpulkan bukti petunjuk untuk diidentifikasi di TKP.
Pasal 39
DVI Pusdokes Polri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (4) huruf e bertugas mengumpulkan barang bukti biologis untuk dilakukan identifikasi lebih lanjut.
Pasal 40
Tim Medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (4) huruf f bertugas melakukan pertolongan medis pertama kepada para korban di TKP.
Pasal 41
Cyber Forensic Bareskrim Polri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (4) huruf g bertugas mencari dan mengumpulkan barang bukti terkait teknologi informasi.
Pasal 42
(1)Bidcegah Densus 88 AT Polri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (4) huruf h bertugas melakukan kegiatan pemulihan situasi dan kondisi, rehabilitasi, dan pelayanan psikologi traumatis paska penindakan.
(2)Dalam hal penunjukan Tim Pemulihan/rehabilitasi melibatkan personel Satwil setempat, maka Kadensus 88 AT Polri berkoordinasi dengan Kasatwil.
BAB VI
KEGIATAN DUKUNGANPENINDAKAN
Pasal 43
Guna menunjang kelancaran pelaksanaan tugas penindakan tersangka tindak pidana terorisme, Densus 88 AT Polri dapat meminta dukungan dari:
a.internal Polri; dan
b.eksternal Polri.
Pasal …..
Pasal 44
(1)Dukungan dari pihak internal Polri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf a antara lain meliputi:
a.Baintelkam Polri;
b.Bareskrim Polri;
c.Baharkam Polri;
d.Korbrimob Polri;
e.Divhubinter Polri; dan
f.Satwil.
(2)Dukungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing.
Pasal 45
(1)Dukungan dari pihak eksternal Polri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf b antara lain meliputi:
a.Tentara Nasional Indonesia (TNI);
b.Kementerian Luar Negeri;
c.Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT);
d.Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN);
e.Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN);
f.Badan SAR Nasional (Basarnas);
g.Pemerintah Daerah (Pemda);
h.Dinas Kesehatan;
i.Perusahaan Listrik Negara (PLN);
j.penyelenggara jasa telekomunikasi;
k.media;
l.tenaga ahli; dan
m.masyarakat.
(2)Dukungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sampai dengan huruf k, dalam bentuk personel dan peralatan sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing.
(3)Dukungan Pemda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g antara lain dinas pemadam kebakaran, dinas pekerjaan umum, dan perusahaan daerah air minum.
(4)Dukungan tenaga ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf l antara lain teknologi informasi, akademisi, psikologi, medis, dan konstruksi bangunan.
(5)Dukungan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf m antara lain tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh adat, RT/RW, dan Pam Swakarsa.
(6)Permintaan dukungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sampai dengan huruf i oleh Manajer Penindakan dan dilaporkan Kadensus 88 AT Polri.
BAB .....
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 46
Peraturan Kapolri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, Peraturan Kapolri ini diundangkan dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan diJakarta
padatanggal2011
KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
Drs. TIMUR PRADOPO
JENDERAL POLISI
Diundangkandi Jakarta
pada tanggal 2011
Paraf :
1.Kadensus 88 AT Polri:……..
2.Kadivkum Polri:……..
3.Kakorsahli Kapolri:……..
4.Kasetum Polri:……..
5.Wakapolri:……..
MENTERI HUKUM DAN HAM
REPUBLIK INDONESIA,
AMIR SYAMSUDDIN
Paraf:
1.Kadivkum Polri: ………
2.Kadensus Polri: ………
3.Kasetum Polri: ………
4.Wakapolri: ………
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 NOMOR
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H