Mohon tunggu...
Paman Tigis
Paman Tigis Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Materi Keris Dimuat dalam Pelajaran Seni Budaya agar Milenial Melek Budaya

10 Oktober 2018   14:57 Diperbarui: 10 Oktober 2018   15:35 1313
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Semenjak keris ditetapkan sebagai Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity atau mahakarya warisan kemanusiaan yang berwujud tak benda oleh UNESCO (United Nation for Educational Scientific and Cultural Organisation) dalam sidangnya di Paris pada tanggal 25 November 2005.

Upaya pelestarian keris dari pemerintah maupun masyarakat umum melalui komunitas ataupun lembaga-lembaga kemasyarakatannya baru terbatas pada even-even pameran yang biasanya disertai bursa atau pasar keris dan terkadang ada semacam workshop kecil oleh mPu di kegiatan tersebut. 

Namun belum nampak upaya pelestarian keris secara signifikan melalui kurikulum pendidikan yang berupa materi pelajaran untuk diajarkan di sekolah-sekolah, baik di tingkat SD, SMP, maupun SMA yang dilegitimasi oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI.

Berbicara tentang keris, tentu saja tidak hanya ditinjau atau dinilai dari aspek kebendaannya saja, namun masih banyak faktor yang bisa dikaji selain wujud keris itu sendiri. 

Faktor-faktor tersebut diantaranya yaitu tentang nilai-nilai filosofi atau makna simbolis dari bentuk-bentuk maupun corak-corak tertentu yang ada pada sebilah keris,  nilai-nilai spiritual, etika, estetika, sosial, bahkan sampai nilai ekonomi.

Jika hal-hal tersebut tidak diajarkan semenjak dini, maka penilaian masyarakat terhadap keris semakin menjauhi nilai-nilai luhur yang ada pada keris. Bahkan ada beberapa kelompok masyarakat yang membakar dan merusak keris dan menganggap bahwa memiliki keris merupakan suatu kegiatan yang menyekutukan Tuhan, tentunya hal ini sangat bertentangan dengan nilai-nilai luhur yang diajarkan oleh para mPu melalui sebilah keris.

Menurut Koesni (1979) keris berasal dari kata Ke (singkatan dari Kekeran) dan Ris (singkatan dari Aris), kekeran memiliki arti pagar; penghalang; peringatan; pengendalian. Sedangkan aris memiliki pengertian tenang; lambat; halus. Maksudnya adalah bahwa keris diciptakan oleh mPu dengan tujuan dapat ngeker, yaitu sebagai pagar atau pengingat agar pemilik keris tersebut bisa mengendalikan diri secara aris atau secara halus dan tenang, tidak tergesa-gesa dan jauh dari sifat ingin pamer maupun sifat-sifat negatif yang lainnya.

Agar nilai-nilai luhur yang ada pada keris tidak punah dan tidak disalahpahami oleh para generasi milenial, maka saya selaku pecinta keris sekaligus guru seni budaya di SMP Negeri 12 Malang mengangap bahwa materi tentang keris perlu diajarkan semenjak dini di sekolah agar semangat nasionalisme dan rasa cinta tanah air pada diri siswa semakin kuat. Diajarkannya materi tentang keris di sekolah merupakan sebuah solusi pelestarian keris di era modernisasi yang berkesinambungan.

Keris merupakan hasil budaya asli bangsa Indonesia. Dalam buku-buku yang membahas periodisasi keris, dapat diketahui bahwa pada tahun 125 Masehi telah diciptakan keris. Pencipta keris tersebut bernama mPu Ramadi atau disebut juga mPu Ramahadi. Ada 3 bilah keris ciptaannya, masing-masing diberi nama Sang Larngatap, Sang Pasopati, dan Sang Cundrikarum. Periodisasi keris di Indonesia dibagi menjadi beberapa zaman yaitu:

  1. Zaman kuno (125 M -- 1125 M)
  2. Madya kuno ( 1126 M -- 1250 M)
  3. Sepuh tengahan (1251 M -- 1459 M)
  4. Tengahan (1460 M -- 1613 M)
  5. Nom (1614 M -- 1945 )
  6. Kamardikan (1945 -- sekarang)

Dalam buku mata pelajaran Seni Budaya yang diajarkan di SD, SMP, maupun SMA, materi khusus yang membahas keris belum pernah disinggung secara khusus. 

Dalam sejarah perkembangan bangsa Indonesia, banyak peristiwa penting yang melibatkan keris. Sebagai contoh kisah legenda Ajisaka, kisah mPu Gandring dan Ken Arok yang tertulis di kitab Pararaton, kisah peperangan Pangeran Diponegoro, sampai kisah perang puputan (penghabisan) di Bali yaitu Puputan Klungkung yang merupakan perang penghabisan antara Kerajaan Klungkung melawan Belanda pada 28 April 1908. 

Selain itu keris seringkali menjadi cinderamata yang diberikan presiden untuk pemimpin-pemimpin negara lain, seperti keris yang diberikan presiden RI pertama Ir. Soekarno kepada presiden Kuba Fidel Castro saat kunjungannya ke Kuba pada tanggal 9-14 Mei 1960. 

Begitu juga cinderamata yang diberikan mantan presiden RI ke-2 Soeharto kepada Raja Arab Saudi Faisal bin Abdulaziz Al Saud dalam kunjungannya terakhir pada tahun 1970 juga berupa keris. 

Pemberian cinderamata yang berupa keris itu merupakan salah satu wujud sikap nasionalis dan rasa cinta tanah air yang dimiliki oleh para pemimpin bangsa ini.

Namun pengetahuan tentang keris sendiri belum pernah diajarkan di sekolah-sekolah. Sehingga terjadi kekeliruan dalam memahami keris terutama kepada para generasi milenial. Tidak dipungkiri, banyak yang menganggap keris identik dengan klenik atau dunia mistis. Hal ini terjadi karena terputusnya informasi yang benar tentang keris di masyarakat. Informasi-informasi yang tidak benar tersebut justru menjauhkan nilai-nilai luhur yang ada pada keris.

Secara umum pengetahuan tentang keris yang bisa diajarkan di sekolah-sekolah meliputi:

Tangguh yaitu pengetahuan untuk memperkirakan zaman pembuatan keris, dengan cara meneliti ciri khas atau gaya pada rancang bangun keris, jenis besi dan pamornya. 

Secara harfiah, tangguh berarti perkiraan atau taksiran. Dalam dunia perkerisan maksudnya adalah perkiraan zaman pembuatan bilah keris, perkiraan tempat pembuatan, atau gaya pembuatannya. Karena hanya merupakan perkiraan, menangguh keris bisa saja salah atau keliru. 

Bambang Harsrinuksmo dalam Ensiklopedi Keris (Gramedia, Jakarta 2002) membagi periodisasi keris menjadi 22 tangguh, yaitu: 1) Tangguh Segaluh, 2) Tangguh Pajajaran, 3) Tangguh Kahuripan, 4) Tangguh Jenggala, 5) Tangguh Singasari, 6) Tangguh Majapahit, 7) Tangguh Madura, 8) Tangguh Blambangan, 9) Tangguh Sedayu, 10) Tangguh Tuban, 11) Tangguh Sendang, 12) Tangguh Pengging, 13) Tangguh Demak, 14) Tangguh Panjang, 15) Tangguh Madiun, 16) Tangguh Koripan, 17) Tangguh Mataram Senopaten, 18) Mataram Sultan Agung, 19) Mataram Amangkuratan, 20) Tangguh Cirebon, 21) Tangguh Surakarta, 22) Tangguh Yogyakarta.

Dapur yaitu suatu istilah yang digunakan untuk menyebut nama bentuk atau tipe bilah keris. Penamaan dapur keris ada patokannya dan pembakuannya. 

Serat Centini merupakan salah satu sumber tertulis yang memuat dapur keris yang pakem. memuat rincian jumlah dapur keris sebagai berikut: Keris lurus ada 40 macam dapur. Keris luk 3 (tiga) ada 11 macam. Keris luk 5 (lima) ada 12 macam. Keris luk 7 (tujuh) ada 8 macam. Keris luk 9 (sembilan) ada 13 macam. Keris luk 11 (sebelas) ada 10 macam. Keris luk 13 (tigabelas) ada 11 macam. Keris luk 15 (limabelas) ada 3 macam. Keris luk 17 (tujuhbelas) ada 2 macam. 

Keris luk 19 (sembilan belas) sampai luk 29 (dua puluh sembilan) masing-masing ada semacam. Namun seiring perkembangan zaman, maka bentuk dapur keris juga berkembang, terutama keris yang dibuat pada era setelah kemerdekaan Republik Indonesia (Tangguh Kamardikan).

Pamor yaitu gambaran tertentu berupa garis, lengkungan, lingkaran, noda, titik, atau belang-belang yang tampak pada permukaan bilah keris. Dalam kamus Bahasa Sansekerta, pamor memiliki arti wibawa. Sedangkan pada Kamus Besar Bahasa Indonesia, pamor memiliki arti: 

1) baja putih yang ditempatkan pada bilah keris; 

2) lukisan pada bilah keris, yang dibuat dari baja putih; 

3) ki seri; semarak (keindahan, kemuliaan, dan sebagainya); perbawa. Bentuk-bentuk pamor memiliki makna simbolis tertentu yang biasanya menjadi spirit bagi si pemilik keris. 

Bahan pamor pada masa lalu umumnya terbuat dari batuan meteorit, namun pada saat ini sangat langka dijumpai keris yang menggunakan bahan meteorit sebagai bahan pamor. Umumnya bahan yang sering digunakan sebagai bahan pamor menggunakan bahan alternatif pengganti meteorit, salah satunya ialah nikel.

Ricikan yaitu istilah untuk menyebut bagian-bagian detail atau komponen-komponen dari bilah keris yang menjadi ciri khas suatu bentuk keris. Sebilah keris yang lengkap mempunyai 26 macam bagian atau ricikan dan masing-masing ricikan memiliki nama. Untuk penamaan ricikan sifatnya baku dan sesuai dengan pakem. Nama-nama ricikan telah dipakai turun-temurun sejak ratusan tahun lalu.

Metalurgi yaitu ilmu tentang pengerjaan logam secara kimiawi dan mekanis yang berkaitan dengan teknik pembuatan keris. Sebuah keris tidak bisa diciptakan dari satu jenis logam saja, namun harus dari campuran beberapa logam. Pada masa lalu campuran logam tersebut berasal dari bebatuan yang berasal dari luar angkasa atau sering disebut meteorit.

Masih sangat banyak pengetahuan tentang keris yang seharusnya dimuat di buku pelajaran seni budaya secara berkesinambungan dari tingkat SD, SMP, maupun SMA/K. 

Karena mempelajari keris berarti akan mempelajari besi atau logam, kayu yang digunakan sebagai sarung keris (warangka), tata cara pemakaian maupun fungsi-fungsi keris dan lain sebagainya. Akan sangat menarik jika siswa diajak mengamati secara langsung proses pembuatan keris di tempat pembuatan keris yang disebut besalen.

Hal tersebut semata-mata untuk memperkuat karakter rasa cinta tanah air atau sikap nasionalis pada diri siswa. Sikap nasionalis bisa ditunjukkan melalui sikap apresiasi terhadap budaya bangsa sendiri serta menjaga kekayaan budaya bangsa. 

Walaupun siswa yang merupakan generasi milenial adalah sasaran penyampaian materi tentang keris di sekolah, namun bagi para guru yang belum memiliki pengetahuan tentang keris tentu saja harus dituntut untuk mampu menyampaikan materi tersebut. 

Para guru bisa mendapatkan pengetahuan tentang keris melalui pelatihan-pelatihan yang diadakan oleh komunitas guru yang diwadahi oleh MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran) atau belajar secara mandiri melalui komunitas-komunitas pelestari keris atau bahkan melalui media internet.

Gerakan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) telah digulirkan sejak tahun 2016 di sekolah-sekolah. Menurut Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), bapak Muhajir Effendy, Gerakan Penguatan Pendidikan Karakter merupakan fondasi dan ruh utama pendidikan. 

Gerakan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) merupakan implementasi dari penguatan karakter yang merupakan salah satu program prioritas Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam Nawa Cita.

Agar rasa cinta dan memiliki budaya bangsa terutama pengetahuan tentang keris  melekat pada jiwa para generasi milenial maka salah satu solusinya harus dimulai dari dunia pendidikan. 

Menurut wikipedia, generasi milenial (juga dikenal sebagai Generasi Y) adalah kelompok demografi setelah Generasi X (Gen-X). Tidak ada batas waktu yang pasti untuk awal dan akhir dari kelompok ini.  

Para ahli dan peneliti biasanya menggunakan awal 1980-an sebagai awal kelahiran kelompok ini dan pertengahan tahun 1990-an hingga awal 2000-an sebagai akhir kelahiran. 

Keris lebih banyak dikenal oleh generasi yang sudah lanjut atau masyarakat yang usianya sudah dewasa dan secara umum keris kurang begitu populer dimiliki maupun dipelajari para generasi milenial. 

Pemahaman-pemahan tentang keris yang kurang benar itu tentu saja harus diluruskan melalui kurikulum pendidikan di Indonesia. Dengan begitu informasi yang benar tentang keris tersampaikan dan tertanam pada diri generasi milenial secara berkesinambungan dan menjadikan mereka tidak gagal paham tentang keris. 

Istilah gagal paham begitu populer di media sosial baik itu facebook, twitter, instagram, maupun yang lainnya pada sekitar tahun 2016. Gagal paham mengandung pengertian keadaan di mana jika seseorang mengalami kurang mengerti atau kurang memahami sebuah topik berita, pembicaraan atau informasi yang diperoleh.

Peristiwa pelecehan budaya nusantara berkaitan dengan keris oleh Perdana Akhmad Lakoni (PAL)  pada 02 Oktober 2016 penyebabnya terjadi karena para pelaku gagal paham tentang keris. Hal itu karena pemahamannya sepotong-sepotong dan tidak secara menyeluruh memahami budaya tentang keris sehingga menuai kontroversi dan kecaman. 

Untuk mencegah peristiwa itu terulang maka pengetahuan tentang keris memang harus dimulai sejak dini, sebagaimana cabang-cabang seni lainnya yang dijelaskan dalam kurikulum pendidikan melalui mata pelajaran seni budaya. Dengan cara seperti itu tentunya ada harapan baru bagi perkembangan ilmu pengetahuan tentang keris baik secara kebendaannya dan aspek-aspek lain yang mengikutinya.

Sebagai bagian dari cabang seni rupa yang memiliki kekayaan materi dan keunikan tersendiri, walaupun tingkat kedalaman materi ajar tidak sama di setiap jenjang pendidikan sudah sepatutnya materi tentang keris diajarkan secara formal melalui kurikulum pendidikan, baik tingkat SD, SMP, maupun SMA/K.

Dengan disampaikannya materi tentang keris di sekolah-sekolah, maka informasi yang benar tentang keris akan dimiliki oleh para generasi milenial. Berbekal pemahaman yang benar tentang keris, maka diharapkan karakter cinta budaya bangsa melekat dan mendarah daging pada generasi milenial. Sehingga keris sebagai warisan budaya asli Indonesia tetap lestari dan mengikuti perkembangan zaman.

 Daftar Pustaka Buku:

  1. Harsrinuksmo, Bambang. 2002. Ensiklopedia Keris. Jakarta: Gramedia.
  2. Koesni. 1979. Pakem Pengetahuan Tentang Keris. Semarang: CV Aneka Ilmu.
  3. La Nyalla Academia. 2011. The power of iron: keris koleksi La Nyalla Mahmud Mattalitti. Surabaya: La Nyalla Academia.

Daftar pustaka online: 

1 2 3 4 5 6 7 8

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun