Mohon tunggu...
Palti West
Palti West Mohon Tunggu... Administrasi - Hanya Orang Biasa Yang Ingin Memberikan Yang Terbaik Selagi Hidup. Twitter dan IG: @Paltiwest
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Tulisan analisa pribadi. email: paltiwest@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Patrialis Akbar Akan Jadi 'Akil' Kedua?

9 Oktober 2013   00:47 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:48 857
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sepertinya apapun yang dilakukan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) selalu menimbulkan sebuah polemik. Tidak jarang pernyataan SBY malah menghasilkan blunder dalam perpolitikan Indonesia. Tindakan terbaru SBY yang menimbulkan polemik adalah menyiapkan perppu yang mengatur aturan dan seleksi hakim MK.

Mantan Ketua MK (Mahkamah Konstitusi) Jimly Ashiddique menilai, pengeluaran Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) oleh SBY sebagai bentuk pengebirian MK.

"Saya rasa itu (perppu) mengganggu. Bisa saja itu dimasuki ide-ide mengebiri MK," ujar Jimly di Cibubur, Jakarta, Selasa (8/10/2013) (kompas.com).

SBY memang membuat pernyataan yang membingungkan serta berbeda-beda dalam setiap kesempatan. Apalagi perppu yang dibuat SBY bukanlah hal terpenting untuk menyelamatkan MK. SBY harusnya sadar bahwa dia sendiri melakukan kesalahan ketika proses pemilihan hakim MK.

Saat mengajukan hakim MK untuk dilakukan fit and proper test, SBY malah mengajukan calon tunggal. Parahnya, calon tunggal itu adalah seorang mantan politisi yang belum vakum minimal lima tahun dari partai politik. Siapa lagi kalau bukan Patrialis Akbar, tokoh Partai Amanat Nasional (PAN).

Mantan Ketua Mahkamah
Konstitusi, Jimly Asshiddiqie, menyatakan seharusnya kader partai yang ingin menjadi hakim konstitusi harus sudah mundur dari partainya selama minimal lima tahun sebelumnya.

"Supaya terbebas dari kepentingan politik," kata Jimly usai mengisi acara Konferensi Tingkat Tinggi Hukum Rakyat di Wisma Sugondo, Cibubur, Selasa, 8 Oktober 2013 (tempo.co).

Pemilihan Patrialis menjadi calon tunggal untuk hakim MK adalah bentuk kekurangpahaman SBY mengenai adanya kepentingan politik yang dibawa oleh Patrialis. Patrialis yang sebelumnya menjadi Menkumham adalah kader PAN. Dia menjadi menteri karena mendapat jatah dari PAN yang berkoalisi dengan SBY.

Kejadian yang menimpa Ketua MK Akil Mochtar adalah bukti bahwa mantan politisi yang menjadi hakim MK rentan dengan kepentingan politik parpol dimana dia sebelumnya bernaung. Karena itu, apa yang terjadi pada Akil bisa saja terjadi pada Patrialis. Apalagi Patrialis merupakan calon tunggal dan patut dicurigai pemilihannya menjadi hakim MK.

Anehnya, ada isu yang berkembang kalau Patrialis akan dijadikan Ketua MK menggantikan Akil Mochtar. Sulit untuk tidak memikirkan jika Patrialis tidak membawa sebuah kepentingan politik. Beberapa tahun di PAN bukanlah hal yang mudah untuk dilupakan. Balas jasa merupakan hal yang wajar dilakukan Patrialis.

Saya sendiri berharap hakim MK jika perlu jangan ada yang dari parpol. Karena 5 tahun maupun 10 tahun vakum, tetap saja tidak menghilangkan pengaruh dan kepentingan partai. Apalagi jika partai tersebut berjasa besar bagi karir sang hakim MK. Seorang ahli hukum yang sudah masuk partai sejatinya adalah seorang politisi.

Karena itu, jika ingin MK bersih dari kepentingan politik, maka pemerintah dan DPR harus menambahkan syarat tidak pernah terlibat dalam partai politik. Saya pikir masih banyak pakar hukum yang hebat di luar partai politik.

Jangan sampai MK dipengaruhi oleh kepentingan politik. Karena jika MK sudah dimasuki kepentingan politik, maka akan mengakibatkan kehancuran konstitusi dan juga pilkada.

Salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun