Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2014 sangat berbeda dengan Pemilu yang sebelumnya. Hingar bingar Pemilu di 2014 sangat tinggi. Semaraknya mencoba mengimbangi pesta Piala Dunia 2014 yang juga sedang berlangsung di Brazil.
Semaraknya Pemilu kali ini terlihat dari banyaknya elemen - elemen masyarakat yang mendukung pasangan Capres dan Cawapres pilihannya. Relawan tersebar dimana - mana. Bahkan klaim ketua tim Sukses Probowo - Hatta, Mahfud Md, ada sekitar 800-an elemen masyarakat yang menyatakan mendukung Capres - Cawapres poros Gerindra ini.
Itu masih untuk kubu Prabowo - Hatta. Kubu sebelah, Jokowi - Kalla juga tak kalah banyak. Bisa dibayangkan bagaimana hebatnya peran rakyat yang tergabung dalam relawan untuk memenangkan calon Presiden yang mereka dukung.
Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden kali ini memang hanya dua pasang saja, Prabowo - Hatta dan Jokowi - Kalla. Akibat hanya dua pilihan ini pula, dukungan masyarakat segera terpusat. Hanya terbagi dua saja.
Saking hebatnya dukungan kedua calon, kampanye begitu riuh dan panas. Riuh dengan segala pendukungnya dan panas dengan kampenye hitam yang marak.
Jejaring sosial dibanjiri dengan dukungan, cacian serta makian kepada calon yang tidak didukung. Fanatisme buta pun terjadi diantara para pendukung. Itulah gambaran riuhnya kampanye Pilpres 2014 sekarang ini. Begitu banyak rakyat yang terlibat aktif mendukung calonnya.
Melihat antusias masyarakat berperan aktif dalam Pemilu kali ini - terlepas sebagai relawan - yang menjadi pertanyaan selanjutnya adalah, apa peran masyarakat (relawan) bila kelak Presiden sudah terpilih? Pemilihan Presiden memang tidak lama lagi, hanya sepekan lagi saja. Pada 9 Juli nanti, pemungutan suara untuk Presiden - Wakil Presiden periode 2014 - 2019 dilakukan dan dihari itu sudah didapat siapa pemenangnya.
Setelah terpilih, biasanya para pemimpim belum tentu langsung merealiasikan janji - janji di masa kampanye. Itu bukan sebuah asumsi namun fakta. Bahkan para pemimpin kerap harus diingatkan agar tidak lupa akan janji - janjinya.
Melihat riuh dan panasnya masa kampanye sekarang, bisa dipastikan harapan rakyat sangat besar kepada kedua calon bisa membawa perubahan Indonesia ke arah yang lebih baik. Harapan yang sangat tinggi biasanya berakhir dengan kekecewaan yang mendalam.
Yang tidak boleh dilupakan adalah bagaimana mengawal kemenangan salah satu calon Presiden nanti. Mengawal dan menjaga agar janji - janjinya saat kampanye bisa direalisasikan.
Memang dalam UU, peran masyarakat untuk mengontrol pihak ekesekutif, termasuk Presiden dan Wakil Presiden sudah diamanatkan kepada DPR. Tapi apa mau, sudah capek - capek di masa kampanye, setelah itu menyerahkan kewenangan mengontrol Presiden sepenuhnya kapada DPR yang masih terkenal korup?
Anggota DPR merupakan anggota partai politik. Didalam dunia politik, mempertahankan kekuasaan merupakan hal yang pertama. Urusan kesejahteraan rakyat nomor sekian.
Proses jatuhnya Presiden Soeharto harus menjadi pelajaran. Begitu tingginya gelombang demontrasi yang membawa harapan tinggi atas perubahan, namun apa yang terjadi, para demontrans yang didominasi mahasiswa kala itu tidak mengawal agenda reformasi. Reformasi kearah mana pun tidak jelas. Akhirnya, hingga kini, perubahan atas nama reformasi itu tidak terasa bagi rakyat. Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, salah satu hal yang ditentang dalam demontrasi penggulingan Soeharto kala itu, masih marak terjadi saat ini bahkan menjamur.
Kalau rakyat (relawan) tidak mengambil peran pasca terpilihnya Presiden - Wakil Presiden nanti, maka peran rakyat disaat kampanye tidak lebih dari sekedar pemandu sorak. Tidak pantas pula disebut sebagai suporter layaknya pendukung salah satu tim sepakbola.
Rakyat juga dibenarkan UU untuk mengawal pemerintahan baru nanti. Lewat sebuah wadah, bisa mengkritisi dan mengawal kebijakan Presiden yang melenceng dari janji - janji saat kampanye.
Sejauh ini, hanya segelintir Organiasi Kemasyarakat yang mengawal kebijakan pemerintah, dewan dan lainnya. Organisasi kemasyarakat itu pun tidaklah banyak, misalnya, ICW, Fitra dan lainnya.
Gambaran peran masyarakat saat kampanye sekarang ini harus menjadi gambaran peran masyarakat mengawal pemerintahan baru nanti. Masa saat ini harus dijadikan rakyat sebagai pendidikan politik.
Setelah pemilihan Presiden usai, sekat antara pendukuang calon satu dengan calon satu lagi diharapkan tidak ada. Kata - kata "kamu" pendukung calon yang itu dan kami pendukung calon ini tidak ada lagi. Yang ada adalah rakyat Indonesia.
Mendukung salah satu calon bukan karena fanatisme buta namun sebagai alat pendidikan politik agar kedepan rakyat tidak jadi dagangan politik yang seenaknya saja dikibuli. Rakyat harus mengambil peran mengawal pemerintahan baru kedepan!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H