Mohon tunggu...
palge
palge Mohon Tunggu... Wiraswasta - petik pelajaran dari masa lau

menulis lah.....

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Menulislah....

20 Juli 2019   21:21 Diperbarui: 20 Juli 2019   21:26 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menulislah

Saya sudah menjadi kompasianer sejak 8 tahun lalu, tepatnya sejak 2011. Sejak mendaftar di kompasiana, saya lebih banyak menjadi penonton daripada menjadi pemain. Artinya saya lebih banyak mambaca tulisan para kompasianer daripada saya menulis di laman kompasiana. 

Hingga sat ini, saya baru berhasil (kalau ini bisa dibilang sebagai keberhasilan) membuat tiga tulisan. Yang pertama tahun 2014, yang kedua tahun 2015, dan yang ketiga tahun 2019 ini. Apabila tulisan ini berhasil tayang, berarti ini merupakan tulisan ke empat saya di kompasiana.

Bagi saya, menulis itu sangat sulit. Terlalu banyak petimbangan. Saya sudah banyak membaca teori tentang cara menulis yang baik. Sudah banyak membaca tulisan para kompasianer senior  yang memberi pencerahan kompasiana tentang betapa pentingnya menulis, mengapa kita menulis, dan bla bla bla....Ada yang menyarankan supaya menulis tentang topik sederhana aja dulu, tidak harus sempurna, nanti juga akan menjadi lebih baik. Bukankah ada istilah 'lafal kaji karena di ulang? Tapi jangan pula langsung berharap tulisan kita menjadi HL. Atau kita menjadi salah seorang kompasianer yang beruntung mendapat jamuan makan siang di Istana Negara.

Banyak ide tulisan yang bersileweran di dalam kepala saya. Melimpah malah, hampir meluber. Tapi ketika jari-jari tangan sudah di atas keyboard komputer, semuanya ide gagasan tadi lenyap, hilang entah kemana. 

Kadang juga saya terlalu banyak menghabiskan energi saya dengan memikirkan pendapat orang tentang tulisan saya. Bagaimana kalau ada teman kompasianer yang menulis di kolom komentar berapa buruknya tulisan saya, dan lain lain .

Hingga suatu ketika, saya membaca tulisan salah seorang kompasianer. Menurut penulis (maaf saya lupa nama penulisnya), salah satu cara untuk mencegah kita dari penyakit Dimensia, adalah dengan menulis. Ya, menulis. Topik apa saja. Karena dengan menulis, kita juga akan membaca (minimal membaca tulisan sendiri), tapi kalau kita membaca, belum tentu kita menulis .  

Oh ya, sekedar informasi, penyakit Dimensia itu adalah penyakit  suka lupa dan penurunan kemampuan berpikir (kadang orang awam menyebutnya pikun) yang biasanya menyerang ketika kita mulai berusia 60 tahun, namun bisa juga lebih awal dari itu.

Saya terhenyak ketika membaca tulisan itu. Di usia saya yang sudah akan menginjak 52 tahun, saya sudah sepertinya sudah mulai diserang penyakit ini. Sangat mengesalkan. Baru saja pegang kunci mobil dan mau berangkat ke tempat tujuan misalnya, lupa dah tuh kunci taruh di mana. Baru saja terima telepon, pas mau kirim WA ke teman, lupa dah tuh HP letakkan di mana. Belum lagi tas yang tertinggal di KRL karena lupa diambil ketika turun. Sangat menyebalkan. Kalau sudah begini, kadang anak-anak yang jadi sasaran kemarahan.

Akhirnya dengan memberanikan diri, saya menulis tulisan saya yang ketiga di kompasiana dengan judul 'Memaafkan : Perlu hati sedalam Palung Mariana dan seluas Samudera Pasifik'. 

Kisah di tulisan itu sebenarnya merupakan cerita yang sudah banyak ditulis ulang. Saya hanya menulisnya kembali menurut gaya penulisan saya, ditambah sedikit bumbu. Perlu waktu sekitar tiga jam bagi saya untuk menyelesaikan tulisan itu, sebelum akhirnya berhasil nangkring di laman kompasiana pada tanggal 12 Juli 2019.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun