Menulislah
Saya sudah menjadi kompasianer sejak 8 tahun lalu, tepatnya sejak 2011. Sejak mendaftar di kompasiana, saya lebih banyak menjadi penonton daripada menjadi pemain. Artinya saya lebih banyak mambaca tulisan para kompasianer daripada saya menulis di laman kompasiana.Â
Hingga sat ini, saya baru berhasil (kalau ini bisa dibilang sebagai keberhasilan) membuat tiga tulisan. Yang pertama tahun 2014, yang kedua tahun 2015, dan yang ketiga tahun 2019 ini. Apabila tulisan ini berhasil tayang, berarti ini merupakan tulisan ke empat saya di kompasiana.
Bagi saya, menulis itu sangat sulit. Terlalu banyak petimbangan. Saya sudah banyak membaca teori tentang cara menulis yang baik. Sudah banyak membaca tulisan para kompasianer senior  yang memberi pencerahan kompasiana tentang betapa pentingnya menulis, mengapa kita menulis, dan bla bla bla....Ada yang menyarankan supaya menulis tentang topik sederhana aja dulu, tidak harus sempurna, nanti juga akan menjadi lebih baik. Bukankah ada istilah 'lafal kaji karena di ulang? Tapi jangan pula langsung berharap tulisan kita menjadi HL. Atau kita menjadi salah seorang kompasianer yang beruntung mendapat jamuan makan siang di Istana Negara.
Banyak ide tulisan yang bersileweran di dalam kepala saya. Melimpah malah, hampir meluber. Tapi ketika jari-jari tangan sudah di atas keyboard komputer, semuanya ide gagasan tadi lenyap, hilang entah kemana.Â
Kadang juga saya terlalu banyak menghabiskan energi saya dengan memikirkan pendapat orang tentang tulisan saya. Bagaimana kalau ada teman kompasianer yang menulis di kolom komentar berapa buruknya tulisan saya, dan lain lain .
Hingga suatu ketika, saya membaca tulisan salah seorang kompasianer. Menurut penulis (maaf saya lupa nama penulisnya), salah satu cara untuk mencegah kita dari penyakit Dimensia, adalah dengan menulis. Ya, menulis. Topik apa saja. Karena dengan menulis, kita juga akan membaca (minimal membaca tulisan sendiri), tapi kalau kita membaca, belum tentu kita menulis . Â
Oh ya, sekedar informasi, penyakit Dimensia itu adalah penyakit  suka lupa dan penurunan kemampuan berpikir (kadang orang awam menyebutnya pikun) yang biasanya menyerang ketika kita mulai berusia 60 tahun, namun bisa juga lebih awal dari itu.
Saya terhenyak ketika membaca tulisan itu. Di usia saya yang sudah akan menginjak 52 tahun, saya sudah sepertinya sudah mulai diserang penyakit ini. Sangat mengesalkan. Baru saja pegang kunci mobil dan mau berangkat ke tempat tujuan misalnya, lupa dah tuh kunci taruh di mana. Baru saja terima telepon, pas mau kirim WA ke teman, lupa dah tuh HP letakkan di mana. Belum lagi tas yang tertinggal di KRL karena lupa diambil ketika turun. Sangat menyebalkan. Kalau sudah begini, kadang anak-anak yang jadi sasaran kemarahan.
Akhirnya dengan memberanikan diri, saya menulis tulisan saya yang ketiga di kompasiana dengan judul 'Memaafkan : Perlu hati sedalam Palung Mariana dan seluas Samudera Pasifik'.Â
Kisah di tulisan itu sebenarnya merupakan cerita yang sudah banyak ditulis ulang. Saya hanya menulisnya kembali menurut gaya penulisan saya, ditambah sedikit bumbu. Perlu waktu sekitar tiga jam bagi saya untuk menyelesaikan tulisan itu, sebelum akhirnya berhasil nangkring di laman kompasiana pada tanggal 12 Juli 2019.
Saya sangat terharu dan bangga dan punya semangat yang lebih besar untuk menulis lagi ketika kompasianer senior yang sangat saya kagumi, yang hampir semua tulisannya di kompasiana saya lahap, Bapak Tjiptadinata Effendi, menyempatkan diri membaca dan bahkan berkenan menuliskan pujian di kolom komentar. Saya merasa sangat tersanjung. Seperti melambung ke angkasa. Terima kasih Pak Tjip.
Selanjutnya tulisan itu saya forward ke teman dan sahabat baik saya (sejujurnya dia merupakan  seorang yang menginspirasi dan menyemangati hidup saya sejak saya mengenalnya tahun 2008, dan tulisan itu pun sebenarnya dibuat khusus buat dia), untuk mendapatkan tanggapan. Tapi karena mungkin masih sibuk, sampai saat ini belum ada responnya.
Selanjutnya tulisan itu saya forward ke teman saya di Papua, dan setelah dia baca, dia bilang ke saya bahwa dia hampir tidak percaya kalau tulisan itu dibuat oleh saya. Katanya itu sebuah tulisan yang bagus. Ah, dia memang terlalu memuji.
Akhirnya, saya memantapkan diri akan menulis dan menulis lagi. Saya mengganti motto di dashboard kompasiana saya dari "Mencoba menjadi penulis...." menjadi  "Menulislah.....".Â
 itu saya tujukan bukan untuk orang lain, tapi kata itu saya tujukan kepada DIRI SAYA SENDIRI. Ya, buat diri sendiri saja. Sehingga setiap saat saya log in ke dashboard, saya akan membacanya "Menulislah...". Dan saya akan  menulis.....
Itulah sekilas kisah saya tentang menulis di kompasiana. Dan tanpa terasa, dalam perjalan pulang dari Biak ke Jakarta via Makassar, persis di atas kota Ambon (berdasarkan map yang ada di pesawat Garuda yang saya tumpangi), sebuah tulisan baru, yang merupakan tulisan yang ke empat di kompasiana, yang sedang anda baca ini, berhasil saya selesaikan.
Jadi "Menulislah Palge........"
Dari ketinggian 31.000 kaki di atas Ambon, 20 Juli 2019
Salam Sehat......
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H