Mohon tunggu...
Fransiskus Pala
Fransiskus Pala Mohon Tunggu... Editor - Mencoba Memberantas Kekerdilan Jiwa

Tidak ada kata terlambat untuk memulai

Selanjutnya

Tutup

Politik

Agama Perlu Dipisahkan dari Politik

31 Maret 2023   09:16 Diperbarui: 31 Maret 2023   09:38 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

APAKAH DAPAT DIBENARKAN KALAU POLITIK DAPAT DISANDINGKAN DENGAN AGAMA?

Pertanyaan ini memiliki jawaban yang kompleks dan kontroversial. Beberapa pandangan berpendapat bahwa agama dan politik dapat disandingkan, sedangkan pandangan lain berpendapat bahwa agama dan politik harus dipisahkan.

Pada satu sisi, ada pandangan yang memandang bahwa agama dan politik dapat disandingkan karena keduanya berhubungan dengan kehidupan manusia. Agama menyediakan panduan moral dan etika untuk kehidupan, sementara politik berkaitan dengan organisasi sosial dan pemilihan pemimpin untuk mengatur masyarakat. Sehingga, agama dapat berfungsi sebagai sumber inspirasi bagi para pemimpin politik untuk memperjuangkan nilai-nilai moral dan etika dalam kebijakan publik.

Namun, pandangan lain berpendapat bahwa agama dan politik harus dipisahkan karena agama merupakan urusan pribadi individu, sedangkan politik berkaitan dengan urusan publik. Jika agama dan politik disatukan, maka hal ini dapat memicu konflik dan perselisihan antara kelompok-kelompok yang berbeda agama dan pandangan politik. Selain itu, hal ini juga dapat mengurangi kebebasan individu dalam memilih agama dan keyakinannya, serta dapat membahayakan prinsip-prinsip demokrasi dan kemerdekaan berpendapat.

Dalam konteks yang lebih luas, ada beberapa negara di mana agama dan politik terintegrasi secara sistemik, seperti negara-negara dengan sistem politik teokrasi. Di sisi lain, ada juga negara-negara dengan sistem politik sekuler yang memisahkan agama dan politik secara tegas.

Secara keseluruhan, apakah agama dan politik dapat disandingkan atau tidak tergantung pada konteks budaya, politik, dan sosial masyarakat. Namun, perlu diingat bahwa dalam hubungan apapun antara agama dan politik, harus dijaga agar tidak melanggar prinsip-prinsip dasar hak asasi manusia dan tidak membahayakan demokrasi dan kemerdekaan berpendapat.

SAAT KAPAN POLITIK IDENTITAS ITU TERJADI

Jika politik digabungkan dengan agama, dapat mengarah pada politik identitas. Politik identitas adalah praktik politik yang berfokus pada identitas kelompok tertentu, seperti agama, etnis, atau gender.

Ketika agama dijadikan sebagai dasar politik, maka politik akan lebih terfokus pada identitas agama. Hal ini dapat memicu konflik antara kelompok agama yang berbeda dan dapat mengganggu stabilitas sosial dan politik. Selain itu, ketika agama digunakan sebagai landasan politik, maka akan ada upaya untuk memaksakan nilai-nilai agama pada masyarakat secara umum, tanpa mempertimbangkan bahwa masyarakat memiliki berbagai macam keyakinan dan kepercayaan.

Dalam praktik politik identitas, pemimpin politik mungkin menggunakan isu agama untuk memperkuat dukungan politik mereka dan membangun basis dukungan yang lebih kuat. Namun, hal ini dapat memperdalam perpecahan di antara masyarakat dan memicu ketidakharmonisan.

Oleh karena itu, penting untuk memisahkan agama dan politik dan memastikan bahwa kebijakan publik didasarkan pada prinsip-prinsip demokrasi dan keadilan, tanpa memandang latar belakang agama atau identitas kelompok tertentu. Dalam hal ini, peran agama harus terbatas pada memberikan panduan moral dan etika dalam kehidupan pribadi, bukan untuk mengendalikan kebijakan publik.

YANG SEHARUSNYA ANTARA AGAMA DAN POLITIK

Agama seharusnya terpisah dari politik, karena agama dan politik memiliki tujuan yang berbeda. Agama berkaitan dengan hubungan manusia dengan Tuhan dan mengatur tata nilai moral serta etika dalam kehidupan pribadi, sedangkan politik berkaitan dengan pengambilan keputusan dalam urusan publik dan pembentukan kebijakan publik yang dapat memengaruhi kehidupan masyarakat secara umum.

Jika agama disandingkan dengan politik, maka dapat muncul tafsir-tafsir yang berbeda tentang bagaimana kebijakan publik seharusnya dibentuk berdasarkan ajaran agama. Hal ini dapat memunculkan konflik dan perselisihan antara kelompok-kelompok yang berbeda keyakinan dan pandangan politik. Selain itu, ketika agama digunakan untuk melegitimasi kekuasaan politik, maka dapat terjadi manipulasi dan ketidakadilan dalam pembentukan kebijakan publik.

Dalam praktiknya, politik harus dilakukan secara terpisah dari agama dan didasarkan pada prinsip-prinsip keadilan, demokrasi, dan hak asasi manusia. Kebijakan publik harus dibentuk berdasarkan pertimbangan yang obyektif dan mempertimbangkan kepentingan seluruh masyarakat, tanpa memandang latar belakang agama atau keyakinan individu. Agama tetap memiliki peran penting dalam kehidupan pribadi individu, namun tidak seharusnya digunakan untuk memengaruhi kebijakan publik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun