Mohon tunggu...
Sadewa Putra Palagan
Sadewa Putra Palagan Mohon Tunggu... Editor - Penulis, peminat buku dan film

Saya lahir dari keluarga petani di Pati, Jateng, kemudian hijrah ke Jambi, kuliah di Padang, dan kini tinggal di Pekanbaru, Riau.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Kuala Lumpur Love Story (11)

26 Februari 2019   00:04 Diperbarui: 26 Februari 2019   00:10 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Abi menghela napas. Terasa berat, namun setelah keluar, dadanya terasa ringan.

"Dewi yang cantik... Kamu lebih dari cukup dari seorang gadis yang pantas dan cocok menjadi kekasihku. Sangat pantas, sangat cocok, dan kamu adalah gadis terbaik yang pernah kukenal. Tapi..."

"Tapi apa?"

"Seperti yang kukatakan tadi, aku orangnya pembosan, dengan alasan lain yang kuceritakan tadi. Aku takut, sejujurnya aku tak mau, jika kemudian nanti aku melihat ketidakcocokan tabiatmu saat kita sudah pacaran, dan langsung putus. Itu sangat buruk bagiku. Itu makanya, aku memilih kita menjadi sahabat seperti selama ini. Toh, kalau kemudian aku menemukan hal-hal yang kamu lakukan dan tak sesuai dengan pikiranku, aku bisa langsung bicara padamu untuk mengubahnya, seperti selama ini kulakukan. Dan kita tetap bisa bersama hingga hari ini. Sudah hampir lima tahun ini... Persahabatan, Dewi, itu lebih kekal dari percintaan. Kita sudah membuktikannya..." kata Abimanyu panjang-lebar.

Kali ini Dewi yang mengambil napas dalam-dalam. Dia merasa jengah dan mengalihkan pandangan  ke arah lain. Pada para pasangan yang sedang asyik ngobrol di banyak meja; ada pasangan anak muda yang sangat mesra yang saat ngobrol mereka saling berpegangan tangan di meja; pasangan paroh baya yang ngobrol sambil terus tersenyum di pojok sebelah kanan; tiga anak muda yang asyik bercengkrama dan sebentar-sebentar mereka tertawa di tengah; atau beberapa pasangan yang duduk satu meja di dekat dinding sebelah kiri, agak dekat dengan para barista yang sedang menyiapkan minuman.

"Seperti yang pernah kukatakan dulu mengapa aku harus membedakan antara kekasih dan pacar. Ibarat rumah, pacar adalah rumah kos. Kita hanya menyewa, membayarnya setiap bulan. Jika terjadi apa-apa, atau kita bosan, kita bisa pindah mencari yang lain. Tetapi kekasih berbeda. Dia seperti rumah yang kita beli dengan mencicil. Pelan-pelan dia akan menjadi milik kita selamanya..." kata Abi lagi.

Dewi tetap melihat  ke  arah lain dengan menopangkan dagunya ke sebelah tangannya. Dia mendengar apa yang dikatakan Abi tadi, tapi dia tak menanggapinya. Mengapa di saat besok dia akan berangkat, mereka harus membicarakan hal ini? Kenapa tidak hal-hal yang indah saja yang dibicarakan?(Bersambung)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun