Mohon tunggu...
Yudha Hari Wardhana
Yudha Hari Wardhana Mohon Tunggu... Penulis - I'm a writerpreneur

Menulis adalah jalan hidupku. Semoga menjadi matahari untuk semesta

Selanjutnya

Tutup

Bola

Antara Xavi, Terminator dan Dewa 19

14 November 2021   12:22 Diperbarui: 14 November 2021   12:30 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Xavi Datang Untuk Misi Penyelamatan. Foto by  Kompas.com

Bukan janji "I'll be back" ala robot T2 di film Terminator yang diucapkan seorang Xavi Hernandez saat mengumumkan akhir karirnya sebagai pemain Barcelona pada bulan Mei 2015. Sebelum menuju Liga Qatar, Xavi hanya mengucapkan pengakuan bahwa menanggalkan jersey Barcelona adalah keputusan sulit. Xavi juga mengakui, Barcelona adalah klub yang membuatnya  mendapat banyak pelajaran sehingga menjadi seorang bintang. 

Xavi hanya mengungkapkan kecintaannya terhadap Barcelona tapi tidak berjanji akan kembali. Lalu setelah enam tahun berpetualang sebagai pemain dan pelatih di klub Al Sadd, mengapa akhirnya Xavi mau diajak come back ke Blaugrana oleh Juan Laporta?

Kalau menghubungkan kondisi Barcelona saat ini dengan pernyataan Xavi saat memutuskan hengkang ke Qatar, maka keputusannya "balik kucing" bisa dipahami dengan mudah. Bukan Laporta yang memulangkannya melainkan cinta para penggemar fanatik klub tersebut. 

Mungkin enam tahun lalu fans Barcelona asal Indonesia ada yag menyanyikan satu lirik dari lagunya Dewa 19 untuk melepas kepergian Xavi dari Camp Nou, "Cinta kan membawamu, kembali di sini. Menuai rindu, menghapus perih. Bawa serta dirimu, dirimu yang dulu, mencintaiku, apa adanya."

Itulah misi kepulangan Xavi. Dia kembali untuk mengobati kerinduan dan kepedihan yang dirasakan para cules sejagat raya. Seperti halnya robot T2 yang diperankan Arnold Schwarzenegger, Xavi juga diprogram untuk menjalankan misi penyelamatan dari penghancuran.

Setelah Xavi pergi, Barcelona tercatat sudah beberapa kali mengalami judgment day. Bukan cuma gagal mengangkat si kuping besar (piala UEFA Champions League), ada lima  pembantaian yang akan selalu dikenang. Pada semifinal UCL 2019, setelah sempat leading  3 -- 0 di leg pertama atas Liverpool, judgement day ternyata telah disiapkan lawannya itu di leg kedua. Barcelona dipulangkan setelah dihantam dengan skor 4 -- 0. 

Selain itu, pastilah para cules tidak akan bisa melupakan memori kelam UCL 2020. Hanya dengan satu laga perempat final, Barcelona dibantai tanpa ada rasa iba dari raja tega, Bayern Munchen, dengan skor 8 -- 2. Hasil yang membuat Gerard Pique menyatakan kesiapannya untuk menjadi sasaran pembersihan klub dari generasi tua.

Memori 2020 itulah yang membuat klub mencoba membangun kejayaannya dengan mendatangkan seorang legenda bernama Ronald Koeman. Namun ternyata Koeman bukanlah terminator yang dicari. Hanya mampu mempersembahkan satu piala tidak bergengsi Copa Del Rey, Koeman membawa Barcelona untuk mengalami kekalahan dengan skor total 5 -- 2 dari Paris Saint Germain di babak 16 besar UCL 2021. Untunglah, Koeman masih dimaafkan.

Namun memasuki musim kompetisi 2021 -- 2022, stok maaf untuk Koeman semakin terkikis habis. Di Liga, Barcelona yang dulu dikenal sebagai raksasa menjelma menjadi klub medioker. Dari 12 laga yang telah dijalani, Pique cs hanya mampu meraih 4 kemenangan.

Nasib serupa terjadi di Champions League. Baru masuk dua laga sudah langsung dibantai. Pembantaian pertama dengan skor 0 -- 3  memang sudah diprediksi banyak pundit karena pelakunya lagi-lagi Bayern Munchen. Tapi dibantai tim sekelas Benfica dengan skor 3 -- 0 jelas tidak lagi bisa ditoleransi.

Luka-luka itulah yang membuat Xavi mau diajak pulang untuk menggantikan Koeman. Sebagai produk asli La Masia yang menjadi otak skema tiki taka ala Pep Guardiola, Xavi jelas diharapkan akan mengembalikan wajah Barcelona di era kejayaannya. Segampang itukah?

Para cules sah-sah saja optimis namun tidak sedikit juga yang meyakini bahwa Xavi butuh waktu untuk membangun tim. Bagaimanapun dia akan menghadapi masalah seperti yang dihadapi Koeman. Materi pemain yang tidak cocok untuk tiki taka dan kesulitan  finansial menjadi masalah utamanya. Xavi pasti sadar benar bahwa dia berpotensi mengikuti jejak sukses Pep Guardiola namun bukan mustahil akan menjadi the next Koeman.

Bila Xavi berani membersihkan tim dari pemain lamban dan rawan cedera untuk dijual, maka hal itu bisa menjadi bekal buatnya membentuk tim baru yang cocok untuk bermain tiki taka. Sayangnya, dengan stok pemain yang sekarang, dia akan langsung menghadapi dua misi berat yaitu menjamu Benfica pada tanggal 24 November dan bertandang ke markas Bayern Munchen tanggal 9 Desember. Bisa apa Xavinator?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun