Bukan janji "I'll be back" ala robot T2 di film Terminator yang diucapkan seorang Xavi Hernandez saat mengumumkan akhir karirnya sebagai pemain Barcelona pada bulan Mei 2015. Sebelum menuju Liga Qatar, Xavi hanya mengucapkan pengakuan bahwa menanggalkan jersey Barcelona adalah keputusan sulit. Xavi juga mengakui, Barcelona adalah klub yang membuatnya  mendapat banyak pelajaran sehingga menjadi seorang bintang.Â
Xavi hanya mengungkapkan kecintaannya terhadap Barcelona tapi tidak berjanji akan kembali. Lalu setelah enam tahun berpetualang sebagai pemain dan pelatih di klub Al Sadd, mengapa akhirnya Xavi mau diajak come back ke Blaugrana oleh Juan Laporta?
Kalau menghubungkan kondisi Barcelona saat ini dengan pernyataan Xavi saat memutuskan hengkang ke Qatar, maka keputusannya "balik kucing" bisa dipahami dengan mudah. Bukan Laporta yang memulangkannya melainkan cinta para penggemar fanatik klub tersebut.Â
Mungkin enam tahun lalu fans Barcelona asal Indonesia ada yag menyanyikan satu lirik dari lagunya Dewa 19 untuk melepas kepergian Xavi dari Camp Nou, "Cinta kan membawamu, kembali di sini. Menuai rindu, menghapus perih. Bawa serta dirimu, dirimu yang dulu, mencintaiku, apa adanya."
Itulah misi kepulangan Xavi. Dia kembali untuk mengobati kerinduan dan kepedihan yang dirasakan para cules sejagat raya. Seperti halnya robot T2 yang diperankan Arnold Schwarzenegger, Xavi juga diprogram untuk menjalankan misi penyelamatan dari penghancuran.
Setelah Xavi pergi, Barcelona tercatat sudah beberapa kali mengalami judgment day. Bukan cuma gagal mengangkat si kuping besar (piala UEFA Champions League), ada lima  pembantaian yang akan selalu dikenang. Pada semifinal UCL 2019, setelah sempat leading  3 -- 0 di leg pertama atas Liverpool, judgement day ternyata telah disiapkan lawannya itu di leg kedua. Barcelona dipulangkan setelah dihantam dengan skor 4 -- 0.Â
Selain itu, pastilah para cules tidak akan bisa melupakan memori kelam UCL 2020. Hanya dengan satu laga perempat final, Barcelona dibantai tanpa ada rasa iba dari raja tega, Bayern Munchen, dengan skor 8 -- 2. Hasil yang membuat Gerard Pique menyatakan kesiapannya untuk menjadi sasaran pembersihan klub dari generasi tua.
Memori 2020 itulah yang membuat klub mencoba membangun kejayaannya dengan mendatangkan seorang legenda bernama Ronald Koeman. Namun ternyata Koeman bukanlah terminator yang dicari. Hanya mampu mempersembahkan satu piala tidak bergengsi Copa Del Rey, Koeman membawa Barcelona untuk mengalami kekalahan dengan skor total 5 -- 2 dari Paris Saint Germain di babak 16 besar UCL 2021. Untunglah, Koeman masih dimaafkan.
Namun memasuki musim kompetisi 2021 -- 2022, stok maaf untuk Koeman semakin terkikis habis. Di Liga, Barcelona yang dulu dikenal sebagai raksasa menjelma menjadi klub medioker. Dari 12 laga yang telah dijalani, Pique cs hanya mampu meraih 4 kemenangan.
Nasib serupa terjadi di Champions League. Baru masuk dua laga sudah langsung dibantai. Pembantaian pertama dengan skor 0 -- 3 Â memang sudah diprediksi banyak pundit karena pelakunya lagi-lagi Bayern Munchen. Tapi dibantai tim sekelas Benfica dengan skor 3 -- 0 jelas tidak lagi bisa ditoleransi.
Luka-luka itulah yang membuat Xavi mau diajak pulang untuk menggantikan Koeman. Sebagai produk asli La Masia yang menjadi otak skema tiki taka ala Pep Guardiola, Xavi jelas diharapkan akan mengembalikan wajah Barcelona di era kejayaannya. Segampang itukah?