Setiap kali matanya terpejam, Delvi sering kali diseret oleh mimpi yang membuatnya terengah-engah.Â
Pertama-tama, matanya mendapati sebuah ruangan bercat dominan putih. Tubuhnya tidak bisa digerakkan. Tidak bisa teriak. Tidak bisa meludah. Hanya bisa bernapas. Mengedipkan mata. Serta rasa pening yang mendera kepalanya.
Tak lama kemudian, ada yang membuka pintu. Seorang lelaki berjalan ke arahnya. Wajahnya tidak asing bagi Delvi. Tetapi ia gagal mengenalinya. Lelaki itu, yang wajahnya masih ia cari dalam file kepalanya, duduk di kursi persis di depannya. Ia bercerita banyak hal tentang kehidupannya. Seperti sudah mengenal dirinya dengan akrab.
Saya adalah manusia paling kesepian di dunia ini, katanya.Â
Saya pernah punya keluarga. Tetapi sudah lama itu. Istri saya meninggalkan saya. Ia mohon izin untuk menikahi pria yang disukainya. Karena saya tidak setuju, dia membawa anak saya kabur.
Sejak itu hidup saya menjadi semacam rutinitas. Tubuh saya seperti mesin. Digerakkan oleh tenaga yang tidak mampu saya bendung. Saya menyapa teman-teman di kantor. Mengerjakan banyak hal dengan pujian bertubi-tubi. Tetapi saya yakin, tubuh saya digerakkan oleh entah siapa. Sementara diri saya sendiri, merasa dikunci di dalam tubuh saya.Â
Ah, saya merasa susah menjelaskan ini kepada Nyonya. Tetapi seperti yang saya jelaskan, saya harus menjelaskan ini kepada Nyonya. Harus. Tidak ada pilihan lain. Tidak bisa ditunda sedikitpun."
Lelaki itu berhenti sejenak. Setelah merasa sudah menemukan kalimat yang bagus untuk memulai percakapan, ia memulainya lagi.Â
Saya tentu saja mencari istri saya. Tapi hasilnya nihil. Sampai kemudian saya memutuskan untuk tidak mencarinya. Suatu waktu, sekitar lima tahunan, dia muncul. Bersama dua anaknya. Maksud saya, juga anak saya. Keduanya sudah besar. Dan tidak mengenali saya.
"Aku memang pernah menyukaimu. Aku tidak memungkiri itu. Tetapi ada saat-saat kita merasa jenuh dengan keadaan. Apakah kamu berbuat salah? Tidak. Tentu tidak. Kamu sangat baik. Sempurna untuk menjadi suami. Tetapi tak ada yang bisa menduga apa yang akan terjadi dengan isi kepala dan hati manusia. Aku mengalaminya. Tanpa alasan. Tiba-tiba saja aku jenuh padamu. Tiba-tiba saja aku jatuh cinta pada lelaki yang kini jadi suamiku." Ujarnya dengan tenang dan terukur.
Lelaki itu membetulkan posisi kacamatanya. Lalu ia melanjutkan lagi.