Mohon tunggu...
Penyair Amatir
Penyair Amatir Mohon Tunggu... Buruh - Profil

Pengasuh sekaligus budak di Instagram @penyair_amatir, mengisi waktu luang dengan mengajar di sekolah menengah dan bermain bola virtual, serta menyukai fiksi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kabar Banjir dari Rantau

3 Januari 2020   19:39 Diperbarui: 3 Januari 2020   19:47 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Salah satu kerabat saya kerja di Jakarta. Sudah bermukim pula di sana. Kurang lebih tujuh tahun. Beberapa bulan silam, saya mampir ke rumahnya.

Maka ketika kabar banjir awal tahun yang menggemparkan itu, saya risaunya bukan main. Saya kontak dia. Tetapi gagal. Nomornya tidak aktif.

Sebulan yang lalu dia mengirimi foto anaknya. Ulang tahun ke lima. Ulang tahun? Begitu saya berpikir awalnya. Kerabat saya itu memang anti terhadap ulang tahun. Banyak sekali dia menjelaskan alasannya. Okelah, saya tidak peduli. Justru kaget, kenapa dia malah merayakan ulang tahun putranya itu.

"Jangan kaget. Ini kompleks untuk dijelaskan" ujarnya di whatsapp. Lalu saya balas dengan jempol. Ya, itu percakapan terakhir.

Bencana banjir ternyata hebohnya juga membanjir. Di semua lini masa media sosial. Banjir Jakarta viral.

Kebetulan saya aktif twitter. Luar biasa itu. Kalau saya menyimpulkan, ada dua narasi besar. Yang satu menggoyang kinerja gubernurnya. Lainnya, membela mati-matian gubernurnya. Lucunya, ini melibatkan orang-orang di luar Jakarta.

"Gubernur itu jabatan publik. Kalau ada yang bermasalah, misal banjir, dia bertanggung jawab," ujar teman saya.

Saya jengah. Tetapi atas nama keakraban perbincangan tetap berlanjut.

"Iuran BPJS juga naik lho. Berlipat-lipat. Jangan lupa. Jangan sampai ditenggelamkan banjir. Itu kepala negara harus tanggung jawab. Konsisten kan. Jabatan publik" teman saya lainnya menimpali.

Saya sudah bisa menduga. Ini akan berlanjut dan tak akan berhenti.

Tiba-tiba gawai saya menyala. Sebuah notifikasi whatsapp.

"Mohon doanya. Keponakanmu pergi selamanya" begitu pesan darinya.

Badan saya gemetar. Seperti ada pukulan dahsyat menimpa. Saya meninggalkan warung kopi. Meninggalkan dua kawan yang terus berdebat tak habis-habis.

Sidoarjo, 3/1/2020

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun