Pernahkah kamu mimpi buruk? Ketika bangun, sehabis mimpi buruk,tentu kamu akan mengucapkan hamdalah.
"Mimpi..."
~
Tetapi hari itu bukan mimpi buruk. Ketika Arini mengembalikan pensilmu dan Bu Lastri telah menyelesaikan tulisan di papan.
Ruang kelasmu bergetar hebat. Suara berderak keras memekakan telinga. Atap sekolahmu ambruk menimpamu dan teman beserta gurumu.
Suara tangis menyayat. Rintihan kesakitan mengiris hati. Darah menggenang. Kamu, entah beruntung atau kata apa yang tepat, masih menyala matamu. Merekam tragedi itu. Gelap.
Ambruknya atap sekolahmu menyebar ke pelosok negeri. Semua datang silih berganti. Memberikan bantuan. Memberikan komentar. Memberikan motivasi.
Tetapi, Arini dan Bu Lastri, pergi untuk selamanya. Selamanya. Keduanya meninggal karena pendaharan hebat di kepala.
Tidak ada yang bisa mengganti keduanya. Tidak ada. Keduanya pergi menghadap Allah SWT.
--
"Bagaimana?" ucapnya
"Itulah salah satu potret pendidikan di negeri ini. Menghubungkan atap kelasmu ambruk dengan takdir memang sah-sah saja. Namun, tentu sah juga jika kita mengulik bagiamana kondisi atap yang ambruk itu." tambahnya.
"Apakah bangunannya sudah sedemikian tua dilahap usia? Ataukah konstruksi yang kurang cermat dari pihak yang mengerjakannya? Ataukah...?" tanya saya kemudian.