Ancaman tidak perlu ditakuti. Ia harus dihadapi. Dengan cerdas tentu saja.Â
Jadi mengobarkan sentimen ancaman ketika pemilu, baik sebelum dan sesudahnya, jelas berlebihan. Â Sewajarnya saja. Ancaman akan selalu ada.Â
LITERASI DALAM DEMOKRASI
Dahlan Iskan menulis begitu Bagus perihal move on di DisWay. Â Beberapa pihak menyerukan serupa. Prie GS dalam akun fesbuknya juga mengomentari headline Suara Merdeka "Akhiri Klaim Saling Menang" juga begitu bijak.Â
Lalu bila kamu buka Twitter, dan cari tagar populer hari ini. Â Tentu akan hangat dan bahkan panas perbincangan. Buka pula media sosial lainnya. Haha. Serupa juga. Beberapa rekan menjadi relawan dengan membagi link tertentu disertai caption yang menggoda. Â Terserah bila kamu bilang itu termasuk buzzer (dalam pengertian yang dipaksakan sebenarnya)Â
Sekali lagi, itu bukan soal yang perlu kita tangisi. Ia menjadi semacam siklus untuk menjadi. Â Menjadi lebih baik tentu saja. Â Maaf, maksudnya literasi demokrasi.Â
Kembali ke paragraf awal. Datanglah ke kampungku. Â Nikmati orkestranya. Petani membakar jerami. Mereka mengangkat hasil panen dan menumpuknya rapi di pinggir jalan. Di depan rumah-rumah, mereka menggelar gabah di terpal. Â Menjemurnya biar kering.Â
Suara bel kereta api yang khas. Â Dan orang-orang dengan sewajanya menunggu ular besi itu lewat. Â Sebagain lagi berbondong menuju tempat hajatan. Â Setelah sehari sebelumnya, bertakziah ke rumah salah satu warga yang wafat .
Ojo Gumunan, Ojo Getunan, Ojo Kagetan, Ojo Aleman. Â
19/4/19
Selamat berakhir pekan. Jangan lupa bahagia.Â