Sumpah kembali rujuk dengan Fatimah. Siapa lagi kalau bukan istrinya. Cekcok dan berujung minggat, seperti sebuah rutinitas. Tetangganya sudah hafal.
Menurut Warliman, ketua RT, pihaknya sudah berulang kali memberikan semacam petuah. Bahkan pernah mengancam dengan aneka ancaman. Mulai denda. Bahkan pengusiran. Namun demikian, hasilnya nol besar.
Seminggu setelah gencatan senjata, Sumpah membawa pulang seorang perempuan. Ia dengan terang-terangan jika akan menikahi perempuan itu.
Fatimah yang mudah panas, tanpa banyak bicara segera mengambil jurigen berisi minyak tanah.  Dengan kekuatan yang dilahap rasa marah, ia menyiramkan isi jurigen ke lantai. Lalu menyalakan api dengan korek  ditangannya. Api membesar.
Tetangga berbondong datang memberi bantuan. Tentu bukan semata unsur kasihan, tapi jika tidak demikian kebakaran akan meluas. Sumpah tidak bisa berbuat banyak. Ia segera menyingkir dari kediamannya yang kini membara.
Fatimah tertegun di atas puing-puing rumahnya. Rumah warisan dari orang tuanya yang telah ia bakar karena kalap. Namun, tidak sedikitpun ada rasa sesal dari sorot matanya.
"Saya tak habis pikir. Cerita macam apa membakar rumah sendiri itu.. " ujarnya sambil geleng-geleng. Ia memberiku tiga buah buku. Lalu dengan seenak pusarnya, pergi begitu saja dengan ucapan yang mengiris hati.
"Selamat, kamu telah menambah daftar penulis idiot sepanjang masa!"
---
Krian, 29/10/18