Mohon tunggu...
Pak Gie
Pak Gie Mohon Tunggu... Jurnalis - pembelajar

Berkebun dan Membaca

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Bombastisnya Gimik Politik Supian Suri di Depok

25 Oktober 2024   20:45 Diperbarui: 25 Oktober 2024   20:48 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
KOMPAS.com/DINDA AULIA RAMADHANTY

Sebagaimana lazimnya Pemilihan Kepala Daerah, setiap kandidat akan menawarkan berbagai program kepada masyarakat. Pun begitu dengan Supian Suri, Calon Walikota Depok.

Ia dan pasangannya, Chandra Rakhmansyah, banyak menjanjikan program untuk masyarakat Depok. Mulai dari mengatasi kemacetan, menyelesaikan banjir, mengurusi sampah, hingga tata kelola pemerintahan.

Namun masalahnya, banyak dari janji itu yang terdengar indah di telinga tapi sebenarnya hanya sekadar gimik politik saja. Mereka bisa dipastikan akan kesulitan untuk mengeksekusi janji tersebut ketika terpilih nanti.

Gimik bila merujuk Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memiliki dua arti, yaitu gerak-gerik tipu daya aktor untuk mengelabui lawan peran. Kedua, suatu hal seperti trik atau alat yang digunakan untuk mendapatkan perhatian. Secara umum, gimik dapat diartikan sebagai usaha, cara, atau alat untuk menarik perhatian.

Nah, gimik yang dimainkan Supian Suri ini juga begitu. Dia menawarkan berbagai program yang bombastis hanya untuk menarik perhatian publik, tanpa ada kejelasan untuk mengeksekusi program tersebut. Memang tujuannya untuk menarik suara saja. Setidaknya itu yang bisa saya amati dari media.

Misalnya, Supian Suri kerap membawa masalah macet di Jalan Raya Sawangan dalam kampanyenya. Ia berjanji akan menuntaskan kemacetan ketika dirinya terpilih kelak. Terkesan sangat fantastis dan melegakan banget, tapi bagaimana caranya?

Di situ saya tak mendapatkan informasi yang jelas dan detail tentang rencananya. Kecuali bahwa dia akan berkoordinasi dengan pusat dan ikut membebaskan lahan. Tapi soal bagaimana strategi membebaskan lahan, berapa ganti rugi, masterplan tata kotanya, hingga rencana penataan arus lalinnya, nihil.

Kalau cuma koordinasi dengan pusat dan ikut membebaskan lahan mah itu bukan program yang spektakuler, kayaknya siapapun pemimpin di Depok juga akan melakukan itu.

Kenapa saya skeptis dengan program Supian Suri itu, karena janjinya terlalu bombastis. Terkesan enak didengar, tapi sebenarnya agak tak masuk akal.

Pasalnya, Jalan Raya Sawangan itu adalah jalan nasional sehingga kewenangannya berada di pemerintah pusat. Penataan di sana harusnya menjadi tanggung jawab Kementerian PUPR dan Kemenhub, bukan Pemkot Depok.

Pun begitu saat Supian Suri berjanji akan menambah Sekolah Menengah Atas (SMA/SMK) di Depok. Dalam berbagai kesempatan, dia terkesan menyalahkan pemimpin Depok sebelumnya karena tak mampu membangun SMA/SMK Negeri.

Menurutnya, kesalahan pemimpin Depok sebelumnya karena selalu berdalih bahwa pembangunan SMA/SMK adalah kewenangan Pemerintah Provinsi, sehingga tak bisa melakukan pembangunan itu. Sebaliknya, dia berjanji akan 'menabrak' itu agar pembangunan bisa segera dilakukan.

Lagi-lagi, ini juga salah kaprah. Sekolah lanjutan atas (SMA/SMK) dari dulu memang kewenangan Pemprov. Jadi kalau misalkan daerah kabupaten/kota ingin ada pembangunan SMA/SMK, maka paling banter yang bisa dilakukan adalah mengajukan usul ke Pemprov. Bukan asal membangun sendiri secara langsung.

Kalau itu dilakukan, maka ada tumpang tindih kewenangan. Yang ada justru menyalahi aturan, karena tata kelola pemerintahan ini sudah diatur dalam UU, sehingga tak bisa seenaknya sendiri.

Makanya dari dua kasus di atas, saya melihat ada kecenderungan Supian Suri ingin berbuat lebih, tapi justru menabrak kewenangan. Inilah yang bahaya dari janji politik seorang calon kepala daerah.

Karena berjanji menuntaskan masalah yang bukan kewenangannya itu hanya gimik saja. Sangat tak masuk akal. Dan, pada akhirnya hanya digunakan untuk mendulang suara, tapi nihil tindakan ketika sudah terpilih kelak.

Kalaupun ditagih janjinya pasti akan berkelit dan mengatakan bahwa itu bukan kewenangannya. Klasik, kan?

Sebagai publik sebaiknya kita jangan mudah dibohongi gimik politik begini. Kita harus kritis dan melihat janji kandidat dengan realistis, karena bagaimanapun pemimpin daerah itu juga manusia. Bukan super hero.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun