Problem tak berhenti di situ. Untuk bisa disebut jam tangan pintar, produk tersebut harus diisi dengan kartu SIM untuk melacak posisi seseorang. Sekaligus bisa teleponan dengan anak. FYI, si office boy ini bekerja di Jakarta. Keluarga serta anaknya di Bogor. Seminggu sekali dia balik ke Bogor untuk menengok anak dan istrinya.
Dengan membeli jam tangan pintar ini, dia berharap bisa mengawasi anaknya dengan gampang. Kalau ada apa-apa bisa langsung teleponan tanpa perlu membelikan ponsel. Jadi ingat walkie talkie zaman dulu. Cuman jam tangan ini lebih kekinian.
Si office boy ini memintaku untuk membelikan kartu SIM sekaligus, tapi dengan budget hanya Rp 5.000. Duh, harus pintar-pintar cari kartu SIMÂ deh. Ternyata aku gagal mendapatkannya. Rata-rata dijual Rp 10.000-an. Itu pun kadang hanya berisi pulsa Rp 2.000.
Naasnya lagi, kartu SIM tersebut harus diisi paket internet untuk benar-benar bisa dipakai mengecek lokasi si anak. Si office boy ini pun kembali kelabakan. Uangnya sudah habis untuk persediaan makan sebulan. Tapi dia juga tidak ingin dibilang tidak sayang anak kalau tidak membelikan barang keinginan putri bungsunya itu.
Akhirnya si office boy ini menawarkan untuk membeli kartu SIM Tri karena anak sulungnya yang masih sekolah di bangku SMP juga pakai. Aku pun menyetujuinya, termasuk mencarikan paket internet murah. Btw, semua barang tadi utang ke aku. Nanti bulan berikutnya dibayar dengan mencicil sekian bulan. Jadi aku harus hati-hati menawarkan paket. Jangan sampai dia tidak bisa membayar.
Nomor Tidak Cantik
Aku sejak awal juga malas untuk melirik kartu Tri Indonesia ini. Nomor yang kini tersedia memiliki 12-13 digit dengan angka tak beraturan. Istilah sang penjual, nomor kartunya tidak cantik. Jadi dijual ala kadarnya.
Ini yang bikin aku malas untuk menghapal, apalagi kalau ditanya nomor ponsel ke teman. Begitu pun saat menaruhnya di kartu nama. "Kok banyak sekali nomornya? Salah kali menulisnya?"
Belum lagi cibiran kartu SIM anak alay dan kartunya para office boy. Makin jatuh deh harga diri gue sebagai seorang pekerja kantoran.