Sejak dulu, bapak dan ibu sudah menyuruhku untuk menabung demi masa depan. Orangtua meminta untuk menyisihkan sebagian dari uang saku yang diberikan setiap hari. Saat mulai bekerja, menyisihkan sebagian penghasilan sudah menjadi tuntutan.
Zaman dulu, masyarakat memang masih senang menabung di bawah bantal. Seturut perkembangan teknologi dan informasi, menabung pun kini semakin mudah.
Perkembangan generasi juga memicu perbankan semakin berbenah. Tak hanya mengandalkan cabang, perbankan kini memudahkan nasabah untuk menyetorkan dana investasinya.
Bisnis financial technology (fintech) semakin menjamur dengan menawarkan segala kelebihan. Perbankan awalnya semakin tergencet dengan bisnis fintech tersebut.
Namun perbankan yang paham dengan kekinian terus berbenah mengikuti zaman. Muncullah layanan perbankan yang tak mengharuskan tatap muka demi memermudah nasabah.Â
Masyarakat tak perlu bingung harus datang ke bank, bermacet ria menembus jalanan kota, hingga harus menghabiskan uang demi membayar angkot atau angkutan online.
Hal-hal semacam ini juga harus dihitung oleh perbankan. Jangan sampai masyarakat hanya ingin menabung Rp 10 ribu, tapi ongkos untuk mencapai bank bisa sampai Rp 8 ribu.Â
Perkembangan bisnis perbankan saat ini tak terlepas dari tuntutan generasi Y (Gen-Y) yang menuntut semua dilayani dengan mudah, kalau perlu tanpa keluar rumah. Jadi semua bisa dilakukan hanya dengan ponsel atau perangkat tablet dan komputer di rumah.
Muncullah perbankan dengan segala produk keuangan seturut bisnis fintech. Apa itu fintech? bisa dibaca di sini. Apakah masa depan perbankan akan terancam dengan bisnis fintech? bisa baca di sini.
Sebut saja Bank Tabungan Pensiunan Nasional (BTPN) yang merilis Jenius. Produk yang menyasar generasi anak muda ini langsung disambut antusias. Bagaimana tidak, proses membuat rekening bahkan semudah membuat akun jejaring sosial Facebook atau semacamnya. Urusan kartu identitas, Jenius hanya meminta untuk mengunduhnya melalui aplikasi. Begitu juga urusan foto sebagai pengganti tatap muka. Nasabah hanya tinggal jepret, beres.
Bagaimana dengan kartu tabungannya? Bank yang sebenarnya menyasar para pensiunan ini cukup jeli membidik peluang. Nasabah bahkan tak perlu repot mendatangi bank karena bank akan mengirimkan kartu ATM sekaligus kartu debit yang dirancang khusus anak muda tersebut ke alamat yang diinginkan. Jika tak sabar, langsung membuatnya di pusat perbelanjaan tertentu.
Kini, layanan serupa juga dilakukan bank besar, seperti BCA yang membuat aplikasi eBranch. Literasi keuangan rendah menjadi alasan BCA untuk membuat aplikasi ini.
Hingga November 2016, literasi keuangan nasional hanya 21,8 persen, kalah jauh dengan Thailand yang mencapai 78 persen, Malaysia 81 persen, dan Singapura 96 persen.
Dengan aplikasi tersebut memudahkan pemerintah, terutama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendongkrak literasi keuangan nasional. Apalagi jaringan internet kini sudah hampir mencapai pelosok. Perbankan yang tidak bisa membuka kantor cabang sampai pelosok pun semakin tertolong dengan keberadaan aplikasi seperti ini.
Begitu juga produk perbankan bernama Layanan Keuangan Tanpa Kantor dalam rangka Keuangan Inklusif atau disingkat LAKU PANDAI. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bersama perbankan merilis layanan tersebut untuk memudahkan nasabah, khususnya yang jauh menuju kantor cabang bank.
Keseruan acara Laku Pandai bisa disimak di bawah ini.
Namun bagaimana dengan perlindungan nasabahnya? apakah ini aman?
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sebagai otoritas yang menjamin simpanan nasabah meyakinkan semua produk perbankan tersebut aman. Tetapi nasabah juga harus waspada terhadap produk yang ditawarkan industri keuangan. Minimal harus ada keterangan yang menjelaskan produk keuangan tersebut dijamin LPS dan terdaftar serta diawasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Nah, biar jelas, kalian bisa datang ke cabang bank terdekat untuk menanyakan produk keuangan sesuai tujuan hidup. Ada yang ingin menabung untuk pendidikan, beli rumah, menyiapkan pensiunan, beli mobil, dan lainnya. Kalian juga harus jeli melihat suku bunga yang ditawarkan. Jangan sampai melebihi ketentuan seperti yang dijaminkan LPS.Â
Jangan sampai duit dibawa kabur oleh pemilik bank sehingga duit kita juga hilang karena bank tersebut tidak mendapat jaminan LPS. Jadi harus tetap hati-hati terhadap tawaran produk investasi.
Seturut LPS semakin gencar mengedukasi nasabah, jumlah rekening nasabah perbankan hingga akhir 2016 mencapai 23.799.307 rekening, naik 13,56 persen (yoy) menjadi 199.301.222 rekening. Sebuah pencapaian yang patut diapresiasi seturut literasi keuangan Indonesia yang masih rendah.
Ke depan, dengan edukasi dari masing-masing bank, nasabah terutama anak muda akan semakin melek keuangan. Harapannya, dengan menabung akan semakin untung serta dapat mewujudkan kesejahteraan pribadi dan mendukung perekonomian nasional.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H