Mohon tunggu...
Sungkowo
Sungkowo Mohon Tunggu... Guru - guru

Sejak kecil dalam didikan keluarga guru, jadilah saya guru. Dan ternyata, guru sebuah profesi yang indah karena setiap hari selalu berjumpa dengan bunga-bunga bangsa yang bergairah mekar. Bersama seorang istri, dikaruniai dua putri cantik-cantik.

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Oleh-oleh Piknik Berbagi Cerita, yang Menghidupkan

30 Januari 2025   17:32 Diperbarui: 30 Januari 2025   17:32 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi 1: Aktivitas membeli oleh-oleh di pusat oleh-oleh, 30/1/2025. (Dokumentasi pribadi)

Setiap membersamai siswa mengikuti aktivitas piknik, momen yang satu ini tak ketinggalan. Yaitu, belanja oleh-oleh. Makanan atau jenis yang lain, misalnya souvenir. Bahkan, kadang-kadang belanja baju, kaus, jaket, atau sepatu.

Tak hanya siswa yang berbelanja. Tetapi, guru-guru yang mendampingi juga berbelanja. Sekalipun keduanya berbeda kategorial, tetapi aktivitas mereka berbelanja memiliki maksud yang sama.

Maksudnya adalah untuk memenuhi kebutuhan atau bisa jadi keinginan. Tetapi, umumnya, lebih mendekati ke arah keinginan ketika seseorang sedang piknik. Ingin membeli ini atau itu. Ingin memiliki itu atau ini. Dan, boleh jadi hal ini karena pengaruh teman.

Tetapi, yang demikian tak banyak. Paling hanya satu-dua siswa yang terpengaruh oleh teman. Lebih banyak siswa karena sudah merencanakan sejak dari rumah. Bahkan, sejak jauh-jauh waktu, mereka sudah merencanakannya membeli apa dan untuk siapa saja.

Tetapi, ada beberapa siswa yang mengaku bahwa lebih banyak belanja oleh-oleh karena titipan. Artinya, ada pihak lain yang minta tolong untuk membeli buah tangan ini atau itu.

Tentu yang seperti ini uang sudah dipenuhi terlebih dahulu oleh pihak yang meminta tolong. Guru dan siswa hanya membeli di destinasi yang dituju. Selanjutnya, membawanya. Tetapi, menjadi sangat repot jika yang titip banyak jumlahnya.

Bisa-bisa belanja titipan jumlahnya lebih banyak ketimbang belanja oleh-oleh sendiri. Tetapi, jika seperti ini pun sebagai hal yang biasa. Sehingga, tetap tak menjadi beban bagi guru atau siswa. Mereka tetap saja sukacita.

Apalagi yang titip umumnya orang-orang yang masih memiliki hubungan dekat. Misalnya, ayah, ibu, adik, kakak, saudara sepupu, om, tante, pakdhe, dan budhe. Jadi, mereka akhirnya lebih memahami bahwa barang atau oleh-oleh yang dibeli ini sebagai belanja buah tangan milik sendiri.

Ilustrasi 2: Membeli buah tangan di pedagang kaki lima, 29/1/2025. (Dokumentasi pribadi)
Ilustrasi 2: Membeli buah tangan di pedagang kaki lima, 29/1/2025. (Dokumentasi pribadi)

Selain yang demikian, ada juga orang, termasuk siswa, yang  membeli oleh-oleh saat piknik untuk tetangga atau teman. Tentu saja tetangga atau teman yang sudah dianggap seperti saudara sendiri.

Hubungan sudah dekat. Sehingga, memberi oleh-oleh sudah semacam menjadi kewajiban. Sebaliknya, tak memberi oleh-oleh setibanya piknik seakan kehilangan sesuatu.

Hanya, pada lain kesempatan, jika pihak sebaliknya yang melaksanakan atau mengikuti piknik, gantian memberi oleh-oleh. Ini sudah semacam kebiasaan atau tradisi, yaitu saling berganti memberi dan menerima oleh-oleh.

Jadi, jika dihitung-hitung ketemunya imbang. Karena, pihak-pihak yang terlibat pernah memberi dan menerima. Ini yang semakin membangun keeratan satu dengan yang lain.

Di dalam semua hal baik ini, ada bagian yang patut diungkap karena oleh-oleh piknik ternyata juga mengandung maksud berbagi cerita. Setidak-tidaknya pihak yang memberi oleh-oleh (piknik) berbagi cerita kepada pihak-pihak yang menerima.

Sebagai contoh, ketika pihak yang piknik memberi tetangganya oleh-oleh yang berupa kaus, tak sebatas kaus sebagai barang yang dapat dipakai. Tetapi, kaus yang umumnya memiliki penanda, baik berupa tulisan maupun ikon destinasi termaksud, mendorong pihak yang menerima oleh-oleh berbicara.

Tak sebatas ucapan terima kasih. Tetapi, kemudian mempercakapkan destinasi tempat oleh-oleh termaksud dibeli. Dalam momen ini kaus menjadi media bagi pihak yang memberi oleh-oleh berbagi cerita kepada pihak yang menerimanya.

Apalagi jika pihak yang menerima oleh-oleh ingin mendapat lebih banyak informasi atau pengetahuan tentang destinasi yang menjadi ikon di kaus. Tentu, ceritanya dapat lebih panjang lagi.

Dapat saja muncul cerita dari A hingga Z, yang memungkinkan destinasi termaksud akhirnya menjadi bahan cerita yang mengesankan. Dan, pada gilirannya kemudian menjadi destinasi yang dituju banyak orang.

Kekuatan bercerita destinasi dari satu orang ke orang lain memang sama artinya dengan memromosikan destinasi termaksud kepada publik. Dan, hal demikian tak salah. Sah-sah saja. Bahkan, fenomena seperti ini tentu saja  disukai pihak-pihak yang memiliki kepentingan langsung dengan destinasi.

Ilustrasi 3: Membeli buah tangan di pusat jajanan khas daerah, 30/1/2025. (Dokumentasi pribadi)
Ilustrasi 3: Membeli buah tangan di pusat jajanan khas daerah, 30/1/2025. (Dokumentasi pribadi)

Berbagi cerita seperti disebut di atas tak sebatas bisa bermula dari kaus sebagai salah satu oleh-oleh piknik. Dapat pula dari banyak jenis oleh-oleh piknik. Termasuk misalnya, gantungan kunci.

Sebab, umumnya gantungan kunci juga memuat penanda keunikan daerah tujuan piknik. Melalui gantungan kunci, orang dapat bercerita, bahkan berdiskusi, banyak hal tentang ikon yang termuat dalam gantungan kunci.

Dalam konteks ini, kaus dan gantungan kunci yang memiliki kekuatan yang dahsyat karena menjadi inspirasi orang dapat bercerita banyak tentang destinasi tertentu sama kuatnya dengan oleh-oleh piknik yang lain, seperti topi, baju, jaket, makanan, dan souvenir sejenis yang dapat dijadikan sebagai buah tangan.

Dan, oleh-oleh piknik sekalipun tanpa dibarengi dengan adanya pihak yang memberi, ternyata buah tangan ini dapat berbagi cerita sendiri kepada yang menerimanya.

Sebab, buah tangan ini akhirnya mengingatkan atau menyampaikan pesan (secara tersirat) kepada orang yang menerima oleh-oleh tentang daerah asal oleh-oleh termaksud. Yang, bukan mustahil orang ini akhirnya berusaha mencari informasi yang lebih banyak tentang oleh-oleh dan asal-muasal daerahnya melalui internet.

Bahkan, misalnya, kaus yang diberikan kepada orang lain bergambar "Gedung Sate", orang yang menerima oleh-oleh termaksud langsung dapat membayangkan Bandung. Membangun cerita di dalam pikirannya tentang Bandung.

Ya, tentu saja orang ini adalah orang yang sudah memiliki pengetahuan atau pengalaman tentang Bandung. Bagi orang yang belum memiliki pengetahuan atau pengalaman tentang Bandung, bukan berarti tak mengerti.

Mereka akhirnya dapat mengerti karena sangat mungkin pada waktu lain ada orang lain yang memberi tahu. Atau, melalui melihat tayangan di televisi atau media lain yang menunjukkan "Gedung Sate" terhubung dengan Bandung.

Bukankah ini kemudian dapat disebut bahwa oleh-oleh piknik bisa berbagi cerita kepada orang-orang yang menerimanya? Buah tangan piknik, dengan demikian, tak sekadar benda mati yang dapat dinikmati, atau dipakai, tetapi ia seolah benda hidup yang dapat berbagi cerita.

Maka, oleh-oleh piknik sudah selayaknya dihargai oleh pihak mana pun, baik yang menyediakan, yang membeli, maupun yang menerima oleh-oleh. Karena, ternyata, buah tangan ini mengikatkan berbagai unsur kehidupan.

Menguatkan relasi sosial, ekonomi, budaya, seni, alam, dan sejenisnya, yang dapat meningkatkan kualitas kehidupan berbagai pihak yang berada di berbagai tempat.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun