Mohon tunggu...
Sungkowo
Sungkowo Mohon Tunggu... Guru - guru

Sejak kecil dalam didikan keluarga guru, jadilah saya guru. Dan ternyata, guru sebuah profesi yang indah karena setiap hari selalu berjumpa dengan bunga-bunga bangsa yang bergairah mekar. Bersama seorang istri, dikaruniai dua putri cantik-cantik.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Momen Libur Nataru, Ruang untuk Mengakrabkan yang Terpisah

30 Desember 2024   15:35 Diperbarui: 31 Desember 2024   16:41 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Berkumpul bersama keluarga, diambil dari Flickr/Katie Nakamura Rengers

Masa libur Natal dan tahun baru (Nataru) acapkali bersamaan dengan libur sekolah. Sebab, selama ini, pada Desember sesuai dengan kalender pendidikan, sekolah menyerahkan rapor siswa kepada orangtua/wali siswa. Yang, dilanjutkan dengan libur sekolah.

Dengan begitu, anak-anak memasuki masa libur Nataru. Sementara itu, orangtua yang masih memasuki hari kerja, umumnya, berusaha menyesuaikan dengan liburan anak-anak. Dengan cara, orangtua mengambil cuti. Terutama mereka yang berkeyakinan Kristen.

Namun, tak sedikit pula mereka yang berkeyakinan lain juga mengambil cuti bekerja. Agar, mereka dapat memanfaatkan libur anak-anak untuk acara keluarga. Baik acara keluarga dalam zonasi maupun acara keluarga dalam zonasi dan atau luar zonasi.

Yang dimaksud "dalam zonasi" di dalam konteks ini adalah acara keluarga yang dilakukan di daerah tempat mereka tinggal. Sementara itu, yang dimaksud "luar zonasi" adalah acara keluarga yang dilaksanakan sampai keluar daerah tempat tinggal.

Sepertinya, selama libur Nataru ini, acara keluarga yang "luar zonasi" relatif banyak dilakukan oleh masyarakat. Terbukti, ada peningkatan jumlah kendaraan bermotor yang mengarus di jalan. Baik jalan antarkabupaten maupun antarprovinsi.

Saat Anda melihat kendaraan bermotor di jalan pada hari-hari ini, Anda akan melihat tak sedikit kendaraan bermotor yang bernomor luar daerah, baik luar kabupaten maupun luar provinsi.

Ini dapat menjadi tanda bahwa masa libur Nataru banyak dimanfaatkan oleh masyarakat untuk melaksanakan perkunjungan. Baik perkunjungan ke sanak saudara maupun ke destinasi.

Maka, yang tampak oleh kita, baik melalui media maupun langsung, nyaris hampir setiap destinasi diserbu oleh masyarakat. Baik masyarakat setempat maupun luar daerah.

Mereka yang berkunjung bisa saja dalam satu keluarga. Tetapi, dapat saja keluarga bersama saudara (keluarga) yang berasal dari luar daerah yang sedang menikmati libur Nataru.

Memang harus diakui bahwa demi menjaga survive, kini, banyak orang yang harus jauh dari daerah kelahirannya. Agar, kelangsungan hidup tetap terjaga.

Tak sedikit yang bekerja di daerah lain. Lantas, membangun rumah tangga di tempat ini. Menjadi warga masyarakat di luar daerah asalnya. Dan, mungkin saja di antaranya ada yang saudara kita, bahkan kita sendiri.

Maka, momen libur Nataru, seperti saat ini, dapat menjadi ruang untuk mengakrabkan antarsaudara. Lebih-lebih bagi generasi anak, yang lahir dan tumbuh di daerah lain.

Bukan mustahil mereka tak mengenal saudaranya. Sebab, memang tak pernah atau jarang ada perjumpaan. Lazimnya perjumpaan memang pada momen tertentu.

Barangkali mereka mengetahui bahwa memiliki saudara di luar daerah, ya. Karena, boleh jadi orangtua pernah menceritakannya. Tetapi, mengenal lebih dekat, mungkin belum. Apalagi akrab, jauh dari panggang.

Itu sebabnya, libur Nataru --sekali lagi, seperti saat ini-- dijadikan momen yang sungguh berguna untuk membangun keakraban antarsaudara oleh sebagian masyarakat.

Anak-anak yang semula belum akrab berubah menjadi akrab. Mereka akhirnya mengenal satu dengan yang lain. Yaitu, mengenal saudaranya.

Melalui berkumpul bersama di rumah leluhur atau saudara dalam aktivitas bersama, misalnya, memasak bersama, makan bersama, membersihkan rumah dan sekitarnya bersama, dan bercengkerama bersama menjadi sarana yang semakin mengakrabkan.

Apalagi jika yang generasi sepuh (kakek atau nenek) masih ada. Tentu akan membuat suasana semakin seru dengan berbagi cerita.

Karena, cerita-cerita yang disampaikan --umumnya seperti ini yang dilakukan oleh generasi sepuh-- merupakan sebuah sejarah. Yang, terutama bagi anak-anak, patut diketahuinya dan disukainya.

Sudah pasti hal yang seperti ini akan semakin mengakrabkan relasi mereka. Karena, disadari atau tak disadari, sejarah keluarga besar yang diketahui melalui cerita termaksud membangun imaji yang kuat di antara mereka.

Jadi, dengan demikian, mereka bukan hanya akrab sebatas dalam ranah fisik dan sosial, melainkan akrab juga dalam ranah psikis dan pengetahuan. Sebab, sejarah yang didapatnya memperkaya psikologi dan pengetahuan mereka.

Hal ini tak hanya berguna bagi generasi anak. Tetapi, bagi generasi dewasa atau orangtua pun memiliki faedah. Sebab, tak semua generasi dewasa atau orangtua berasal dari satu keluarga.

Bukankah suami atau istri berasal dari dua keluarga yang berbeda? Ini artinya, cerita yang dibagikan oleh generasi sepuh bermanfaat juga bagi mereka.

Kalau kemudian mereka mendapat dan mengetahui sejarah melalui cerita dari generasi sepuh tak bakal merugi. Tetapi, justru menjadi kekayaan baik kekayaan psikologi maupun pengetahuan.

Yang, bukan mustahil kekayaan ini justru dapat digunakan bekal baginya untuk membangun keakraban anak-anak mereka dengan saudara-saudaranya yang jarang berjumpa.

Keakraban yang sudah mulai dimiliki semakin dirasakan mendalam, misalnya, saat mereka bersama-sama mengunjungi destinasi. Dan, aktivitas ini, sudah pasti dilakukannya. Sebab, acara mengunjungi destinasi saat liburan semacam tradisi yang seolah wajib bagi masyarakat.

Mengunjungi destinasi disebutkan semakin mengakrabkan antarmereka sebab beraktivitas bersama di destinasi dipastikan berada dalam suasana kegembiraan hati.

Suasana seperti ini yang sangat membuka ruang merdeka bagi mereka, terutama anak-anak, untuk saling mengenal. Mulai saling mengenal jenis wahana yang dipilih, makanan kesukaan, gaya berbicara, sikap, hingga relasi kedekatan.

Semua ini akan semakin menguatkan keakraban mereka. Dan, bukan tak mungkin karena sudah saking akrabnya, saatnya momen berjumpa habis dan hendak kembali ke daerah masing-masing, dihiasi dengan air mata. Yang, menandai tak ingin berpisah.

Tetapi, justru ini sebagai penanda bahwa keakraban sudah terbangun dengan baik. Sehingga, akan membawa aura yang positif untuk ke depannya bagi mereka dalam membangun relasi kekeluargaan.

Bahkan, yang barangkali tak disadari oleh sebagian orang adalah (ternyata) melalui berbagai aktivitas selama libur Nataru bersama keluarga, lebih-lebih bersama dengan keluarga yang dari luar daerah, dapat menjadi semacam terapi mental.

Yaitu, memulihkan mental, yang sebelum melakukan aktivitas termaksud, berada dalam kejenuhan, kesuntukan, dan kemuraman. Dampak dari kesibukan sehari-hari yang begitu monoton, baik sekolah bagi generasi anak maupun bekerja bagi generasi dewasa atau orangtua.

Dengan begitu, perjumpaan keluarga, baik dari keluarga daerah setempat maupun dari daerah lain, dalam masa libur Nataru --yang sangat mungkin sama dengan ketika libur lebaran-- dapat menjadi bukan hanya membangun keakraban fisik, sosial, psikologi, dan pengetahuan, melainkan juga menjadi sarana menyegarkan mental bersama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun