Mohon tunggu...
Sungkowo
Sungkowo Mohon Tunggu... Guru - guru

Sejak kecil dalam didikan keluarga guru, jadilah saya guru. Dan ternyata, guru sebuah profesi yang indah karena setiap hari selalu berjumpa dengan bunga-bunga bangsa yang bergairah mekar. Bersama seorang istri, dikaruniai dua putri cantik-cantik.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Memaknai "ke Betlehem", Menerima dan Membagi Kasih

28 Desember 2024   09:57 Diperbarui: 28 Desember 2024   09:57 254
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi 1: Memberi layanan perjamuan Kudus di rumah bagi jemaat yang memerlukan perhatian khusus, 26/12/2024. (Dokumentasi pribadi)

Beberapa gereja mengadakan perayaan Natal setelah gereja melaksanakan ibadah Natal. Ada yang melaksanakannya dalam satu rangkaian waktu. Artinya, setelah melaksanakan ibadah Natal langsung menyambungnya dengan acara perayaan Natal. Jadi, durasinya relatif panjang.

Ada juga yang melaksanakannya dalam waktu yang berbeda, entah pada hari yang sama atau pada hari yang berbeda. Pada hari yang sama tak satu rangkaian waktu, misalnya, ibadah Natal saat pagi dan perayaan Natal saat sore hingga malam.

Sementara itu, yang pada hari berbeda, ibadah Natal umumnya dilaksanakan 25 Desember pagi, perayaan Natal ada yang dilaksanakan pada hari sebelum atau sesudah 25 Desember, umumnya pada sore hingga malam.

Pada masa seperti ini sebagian warga gereja, terutama dalam tradisi gereja tertentu, menyebutnya sebagai masa raya Natal. Dalam masa raya Natal ini beberapa gereja melakukan gerakan kasih terhadap sesama.

Di gereja tempat saya dan keluarga membangun persekutuan, misalnya, dilaksanakan gerakan kasih yang menyentuh ranah jasmani dan rohani. Gerakan kasih ini merupakan pemaknaan "ke Betlehem" pada masa raya Natal 2024 (yang selanjutnya disebut masa raya Natal).

"Ke Betlehem" adalah frasa yang terkandung di dalam tema pesan Natal 2024 yang disampaikan oleh Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) dan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI). Lengkapnya, "Marilah Sekarang Kita Pergi ke Betlehem", yang diambil dari Injil Lukas 2:15.

Para gembala yang datang ke Betlehem menjumpai bayi Yesus yang berada di palungan karena lahir di kandang domba, yaitu sebuah tempat yang biasa hewan lahir, tempat yang sederhana dan mungkin menjijikkan, memulai melakukan gerakan kasih.

Gerakan kasih para gembala bukanlah datang secara tiba-tiba. Tetapi, Allah melalui malaikat-Nya menggerakkan para gembala ini untuk berbuat kasih. Karena, Allah adalah sumber kasih.

Dan, para gembala yang datang ke Betlehem inilah yang menginspirasi gereja. Melalui pendeta, penatua, diaken, dan sebagian jemaat yang bertugas, melakukan gerakan kasih kepada jemaat yang membutuhkan perhatian khusus dan nonjemaat warga sekitar gereja.

Gerakan kasih oleh gereja tempat kami sekeluarga berjemaat dilakukan dalam dua wujud. Yang pertama adalah dalam wujud bingkisan Natal. Bingkisan Natal ada yang berupa barang kebutuhan pokok, ada juga yang berupa barang kebutuhan sekunder.

Bingkisan Natal yang berupa barang kebutuhan pokok diberikan kepada jemaat dan warga nonjemaat sekitar gereja. Tentu mereka yang dalam pandangan gereja sangat membutuhkannya. Barang kebutuhan pokok yang diberikan ini tak seberapa jumlahnya dan harganya.

Jadi, saat barang kebutuhan pokok ini diberikan kepada jemaat atau nonjemaat warga sekitar gereja selalu disertai ungkapan bahwa barang yang diterima tak seberapa nilainya.

Maka, mohon tak dilihat barangnya. Tetapi, lihatlah maksud di balik barang ini. Ada relasi kasih yang autentik dan besar, seperti kasih para gembala yang datang ke Betlehem.

Ilustrasi 2: Menyampaikan bingkisan Natal kepada jemaat yang sudah sepuh di rumah. (Dokumentasi pribadi)
Ilustrasi 2: Menyampaikan bingkisan Natal kepada jemaat yang sudah sepuh di rumah. (Dokumentasi pribadi)

Kasih gereja kepada jemaat dan nonjemaat warga sekitar gereja adalah kasih yang  bersumber dari kasih Allah. Allah memandang orang-orang yang lemah untuk diberi pertolongan.

Pun demikian gereja memerhatikan jemaat dan nonjemaat sekitar gereja yang membutuhkan uluran kasih. Gereja melakukannya pada masa raya Natal tahun ini, seperti pada tahun-tahun sebelumnya.

Gereja mendatangi jemaat yang membutuhkan perhatian dari rumah ke rumah untuk menyampaikan bingkisan Natal dan sapaan kasih.

Pun demikian kepada nonjemaat warga sekitar gereja, didatangi dari rumah ke rumah oleh pendeta, penatua, diaken, dan petugas Diakonia (pelayanan kasih) untuk menyapa, berdialog secukupnya, dan menyampaikan bingkisan Natal.

Terlihat pemandangan yang membahagiakan saat terbangun suasana surgawi ini. Ada senyum bahagia, tatapan mata yang saling menghargai, cerita kasih persaudaraan, dan uluran tangan untuk menyampaikan dan menerima bingkisan Natal. Ah, indahnya!

Gambaran yang tak jauh berbeda saat bingkisan Natal yang berupa barang sekunder yang disampaikan kepada jemaat dan nonjemaat yang dalam pandangan gereja memiliki relasi yang khusus.

Yaitu, sesepuh gereja dan sesepuh masyarakat, yang sekalipun boleh dibilang cukup secara sosial ekonomi, didatangi, disapa, dan diajak berdialog dalam kasih persaudaraan. Bingkisan yang disampaikan sebagai bentuk rasa kasih dan hormat gereja kepada mereka.

Itulah gerakan kasih dalam ranah jasmani yang dilakukan oleh gereja. Sekalipun ranah jasmani, tetapi dalam perkunjungan ke rumah-rumah jemaat dan nonjemaat warga sekitar gereja saat menyampaikan bingkisan Natal, ada sentuhan batin. Ada sentuhan rohani.

Misalnya, saat saling berjabat tangan, bertegur sapa, berbincang, saling memandang, dan saling memberi senyum merupakan sentuhan yang terasa hingga batin sebagai asupan rohani. Yang, menyukacitakan dan membahagiakan.

Yang kedua adalah dalam wujud perjamuan Kudus dari rumah ke rumah. Umat Kristen mengimani bahwa perjamuan Kudus sebagai undangan Tuhan bagi orang-orang yang percaya kepada-Nya.

Yaitu, undangan untuk mengikuti perjamuan Kudus. Dalam perjamuan Kudus, umat menerima roti sebagai simbol tubuh Yesus dan anggur sebagai simbol darah Yesus.

Secara liturgis gereja, pelayanan perjamuan Kudus dipimpin oleh pendeta. Roti dimakan dan anggur diminum oleh jemaat sebagai pengingat kematian, pengurbanan, dan kebangkitan Yesus.

Proses ini diarahkan untuk membangun iman umat (baca: jemaat), agar terus teguh. Selalu menautkan hidup dan kehidupannya kepada Tuhan Yesus, yang memberinya hidup.

Terhadap jemaat yang sudah sepuh, yang sakit, dan yang dalam kondisi khusus, gereja --dalam hal ini gereja tempat kami berjemaat-- melalui pendeta bersama dengan penatua dan atau diaken mendatanginya ke rumah, juga ke rumah sakit jika ada jemaat yang sakit yang perlu perawatan di rumah sakit.

Perjamuan Kudus dengan mendatangi jemaat ke  rumah-rumah yang perlu perhatian khusus ini sebagai wujud gereja tak sebatas meneladani para gembala yang datang ke Betlehem melihat bayi Yesus dan memuliakan-Nya.

 

Ilustrasi 3: Memberi layanan perjamuan Kudus di rumah bagi jemaat yang memerlukan perhatian khusus, 26/12/2024. (Dokumentasi pribadi)
Ilustrasi 3: Memberi layanan perjamuan Kudus di rumah bagi jemaat yang memerlukan perhatian khusus, 26/12/2024. (Dokumentasi pribadi)

Tetapi, juga melayani banyak orang dengan pewartaan mengenai Sang Juru Selamat yang sudah datang untuk memberi penghiburan, kekuatan, bahkan  keselamatan bagi manusia yang dikuasai oleh dunia.

Pelaksanaan perjamuan Kudus yang mengajak jemaat untuk mengingat kematian, pengurbanan, dan kebangkitan Yesus berarti meneguhkan peran Tuhan dalam diri jemaat bahwa penghiburan, kekuatan, dan keselamatan kekal itu berasal dari Tuhan (sendiri). Tak dari sosok yang lain.

Dengan demikian, perjamuan Kudus yang dilaksanakan keliling dari satu rumah jemaat ke rumah jemaat yang lain, yang sekali lagi, memerlukan perhatian khusus karena di antaranya sakit dan sudah sepuh adalah lawatan Tuhan yang memberikan penghiburan, kekuatan, dan keselamatan.

Pelayanan perjamuan Kudus yang demikian seperti halnya yang dilakukan para gembala setelah ke Betlehem, yaitu membawa berita baik bagi umat manusia.

Dan, sungguh terbukti bahwa setiap jemaat yang menerima pelayanan perjamuan Kudus, merasa bahagia dan suka cita. Riilnya terlihat di antaranya dari ungkapan, raut muka, dan sikap mereka saat pendeta, diaken dan atau penatua memberi layanan perjamuan Kudus.

Pada masa raya Natal 2024 ada dua puluh jemaat yang menerima pelayanan perjamuan Kudus di rumah. Hal ini karena kondisi yang tak memungkinkannya mengikuti perjamuan Kudus di gereja, bersama dengan jemaat yang lain. Tetapi, toh demikian, khidmat perjamuan Kudus didapatnya.

Perjamuan Kudus keliling dari rumah ke rumah untuk mereka yang memerlukan perhatian khusus inilah yang disebut sebagai wujud gerakan kasih dalam ranah rohani.

Yang,  memiliki muatan yang sama dengan penyampaian bingkisan Natal kepada jemaat dan nonjemaat warga sekitar gereja sebagai wujud gerakan kasih dalam ranah jasmani.

Ilustrasi 4: Menyampaikan bingkisan Natal bagi warga sekitar gereja. (Dokumentasi pribadi)
Ilustrasi 4: Menyampaikan bingkisan Natal bagi warga sekitar gereja. (Dokumentasi pribadi)

Keduanya menandakan bahwa kabar baik mengenai penghiburan, kekuatan, dan keselamatan dari Tuhan seperti yang diterima oleh para gembala setelah ke Betlehem,  lalu membagikannya kepada banyak orang. Puji Tuhan!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun