Bingkisan Natal yang berupa barang kebutuhan pokok diberikan kepada jemaat dan warga nonjemaat sekitar gereja. Tentu mereka yang dalam pandangan gereja sangat membutuhkannya. Barang kebutuhan pokok yang diberikan ini tak seberapa jumlahnya dan harganya.
Jadi, saat barang kebutuhan pokok ini diberikan kepada jemaat atau nonjemaat warga sekitar gereja selalu disertai ungkapan bahwa barang yang diterima tak seberapa nilainya.
Maka, mohon tak dilihat barangnya. Tetapi, lihatlah maksud di balik barang ini. Ada relasi kasih yang autentik dan besar, seperti kasih para gembala yang datang ke Betlehem.
Kasih gereja kepada jemaat dan nonjemaat warga sekitar gereja adalah kasih yang  bersumber dari kasih Allah. Allah memandang orang-orang yang lemah untuk diberi pertolongan.
Pun demikian gereja memerhatikan jemaat dan nonjemaat sekitar gereja yang membutuhkan uluran kasih. Gereja melakukannya pada masa raya Natal tahun ini, seperti pada tahun-tahun sebelumnya.
Gereja mendatangi jemaat yang membutuhkan perhatian dari rumah ke rumah untuk menyampaikan bingkisan Natal dan sapaan kasih.
Pun demikian kepada nonjemaat warga sekitar gereja, didatangi dari rumah ke rumah oleh pendeta, penatua, diaken, dan petugas Diakonia (pelayanan kasih) untuk menyapa, berdialog secukupnya, dan menyampaikan bingkisan Natal.
Terlihat pemandangan yang membahagiakan saat terbangun suasana surgawi ini. Ada senyum bahagia, tatapan mata yang saling menghargai, cerita kasih persaudaraan, dan uluran tangan untuk menyampaikan dan menerima bingkisan Natal. Ah, indahnya!
Gambaran yang tak jauh berbeda saat bingkisan Natal yang berupa barang sekunder yang disampaikan kepada jemaat dan nonjemaat yang dalam pandangan gereja memiliki relasi yang khusus.
Yaitu, sesepuh gereja dan sesepuh masyarakat, yang sekalipun boleh dibilang cukup secara sosial ekonomi, didatangi, disapa, dan diajak berdialog dalam kasih persaudaraan. Bingkisan yang disampaikan sebagai bentuk rasa kasih dan hormat gereja kepada mereka.