Mohon tunggu...
Sungkowo
Sungkowo Mohon Tunggu... Guru - guru

Sejak kecil dalam didikan keluarga guru, jadilah saya guru. Dan ternyata, guru sebuah profesi yang indah karena setiap hari selalu berjumpa dengan bunga-bunga bangsa yang bergairah mekar. Bersama seorang istri, dikaruniai dua putri cantik-cantik.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Nilai dalam Rapor Siswa Itu sebagai Motivasi dan Refleksi

21 Desember 2024   12:55 Diperbarui: 21 Desember 2024   14:51 312
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Guru sedang bergulat dengan nilai dalam rapor siswa. (Dokumentasi pribadi)

Rapor berisi hasil belajar siswa. Berupa angka dan deskripsi. Yang pasti, rapor harus menggambarkan secara obyektif potensi siswa.

Gurulah yang mengerjakan hal ini. Karenanya, guru memiliki tanggung jawab besar atas angka dan deskripsi yang tertulis dalam rapor siswa. Sebab, angka dan deskripsi merepresentasikan kondisi siswa.

Pada titik inilah tugas guru yang paling berat. Jika dibandingkan dengan tugas mengajar dan mendidik setiap hari di ruang belajar, menuliskan angka dan deskripsi dalam rapor siswa, kata beberapa teman guru, lebih berat.

Memang angka dan deskripsi sudah mulai didapat oleh guru sejak guru mengajar dan mendidik siswa di kelas. Karena, saat mengajar dan mendidik, guru dapat mencatat keadaan siswa, yang sangat mungkin dari waktu ke waktu mengalami perubahan.

Begitu tiba di ujung waktu, tepatnya saat menjelang penyerahan rapor siswa kepada orangtua/wali siswa, guru harus berjuang lebih cermat dan hati-hati. Sebab, ternyata, guru tak sebatas menuliskan angka dan deskripsi dalam rapor siswa, seperti yang sudah disebut di atas, yaitu representatif. Intinya, tak sebatas menuliskan angka dan deskripsi termaksud.

Karenanya, bagian ini tak mudah dilakukan oleh guru. Sebab, yang menurut guru --berdasarkan jurnal yang dibuat setiap mengajar dan mendidik di ruang belajar-- sudah representatif, belum tentu representatif dalam pandangan siswa.

Itulah sebabnya, dalam momen demikian, antarguru membangun komunikasi untuk saling konfirmasi mengenai siswa. Yang demikian ini tentu tak untuk semua siswa. Hanya diarahkan kepada siswa tertentu, yang memang membutuhkan perhatian (lebih) khusus.

Siswa yang membutuhkan perhatian (lebih) khusus adalah siswa yang berada di kelompok bawah. Jumlah mereka tak banyak.

Sekalipun jumlah mereka tak banyak justru membutuhkan perhatian lebih cermat dan hati-hati. Yang, kemudian berefek terhadap waktu lebih lama, juga fisik dan psikis yang bertambah muatan.

Guru memang harus menuliskan angka dan deskripsi yang dapat memancarkan motivasi bagi siswa. Artinya, tatkala siswa membaca angka dan deskripsi dalam rapornya, yang sebetulnya adalah nilainya, lantas tumbuh sikap positif dalam dirinya.

Sikap positif dalam konteks ini adalah siswa memiliki semangat dalam mengenyam pendidikan. Tak malas-malasan dalam belajar. Baik di sekolah maupun di rumah. Selalu melibatkan diri dalam proses pembelajaran.

Ini, sekali lagi, yang tak mudah dikerjakan oleh guru. Sebab, nilai yang ada dalam rapor, sejatinya, berfungsi secara positif bagi siswa. Yaitu, untuk merangsang siswa mau belajar dan bersemangat berproses dalam pendidikan.

Tak berdampak sebaliknya, yaitu siswa menjadi ogah-ogahan belajar. Atau, tak bersemangat menuntut ilmu. Bahkan, menolak untuk sekolah.

Kalau nilai yang tertera dalam rapor tak memberi motivasi terhadap siswa dalam belajar pasti ada yang salah ketika guru memberi nilai. Nilai yang ada hanya sebagai angka dan deskripsi yang kurang bermakna.

Dalam konteks ini, nilai dapat tinggi atau rendah. Nilai yang tinggi atau rendah dapat saja (lho) membuat siswa kurang, atau tak memiliki motivasi belajar.

Artinya, nilai tinggi sangat mungkin membuat siswa tak memiliki motivasi belajar. Demikian juga nilai rendah memungkinkan siswa tak memiliki semangat belajar.

Sebab, sekalipun kriteria ketercapaian tujuan pembelajaran (KKTP) digunakan sebagai dasar penilaian terhadap siswa, nilai dalam rapor siswa tetap berupa angka mutlak. Yang, disertai dengan deskripsi.

Bahkan, masih ada sekolah yang menentukan KKTP serupa dengan kriteria ketuntasan minimal (KKM), yaitu angka mutlak, tak nilai interval. Itu sebabnya, nilai siswa (masih) dapat dikategorikan kedalam dua kelompok, yaitu kelompok nilai siswa di bawah KKTP dan kelompok nilai siswa di atas KKTP.

Toh memang ketika memasuki sekolah jenjang yang berikutnya yang digunakan adalah nilai mutlak. Sehingga, ada relevansinya jika nilai dalam rapor siswa adalah nilai mutlak.

Siswa sekolah dasar (SD) dan yang sederajat yang mendaftar ke sekolah menengah pertama (SMP), siswa SMP dan yang sederajat yang mendaftar ke sekolah menengah atas (SMA)/sekolah menengah kejuruan (SMK), juga siswa SMA/SMK dan yang sederajat yang mendaftar ke perguruan tinggi (PT) yang digunakan adalah nilai mutlak.

Dan, hampir-hampir, kini, tak ada sekolah yang memberi nilai kepada siswanya, rendah. Pasti cenderung tinggi.

Sebab, dengan nilai yang tinggi, siswa dapat memiliki peluang diterima di sekolah jenjang berikutnya, terutama lewat jalur prestasi. Dalam memenuhi ini, nilai rapor siswa dibuat minimal sesuai KKTP.

Sekalipun sangat mungkin di antaranya ada siswa yang akumulasi nilainya belum mencapai KKTP. Tapi, dengan adanya KKTP yang notabene juga bertujuan agar siswa dapat berpeluang diterima di jenjang berikutnya, nilai dikondisikan.

Padahal, skema ini bagi siswa yang akumulasi nilainya belum mencapai KKTP, tetapi dikondisikan sama dengan atau lebih dari KKTP, jelas tak memotivasinya belajar.

Sebab, seperti yang dialaminya saja, ia telah mendapat nilai yang tinggi, atau sekurang-kurangnya sama dengan atau lebih dari KKTP sekalipun, sekali lagi, akumulasi nilainya tak mencapai KKTP.

Ini yang saya sebutkan bahwa nilai tinggi dalam rapor, tetapi tak memotivasi siswa belajar. Bagaimana mungkin memotivasi belajar siswa semakin giat? Toh mereka santai-santai saja, nilai dalam rapor sudah tinggi. Sebab nilai dikondisikan.

Jadinya, siswa yang memiliki nilai dikondisikan tak dapat mengikuti pembelajaran di jenjang berikutnya. Misalnya, siswa yang dari jenjang SD dan yang sederajat sudah pasti tak dapat mengikuti pembelajaran di jenjang SMP dan yang sederajat.

Pun begitu, siswa dari jenjang SMP dan yang sederajat yang nilainya dikondisikan tak mungkin dapat mengikuti pembelajaran di jenjang SMA/SMK dan yang sederajat.

Dari jenjang SMA/SMK dan yang sederajat ke PT pun setali tiga uang alias sama saja. Siswa yang nilainya dikondisikan, sudah barang tentu tak dapat tumbuh dan berkembang secara baik di PT.

Selanjutnya, seandainya ada siswa yang memiliki nilai rendah dalam rapor, artinya di bawah KKTP, jelaslah tak akan memotivasinya untuk belajar. Mereka sangat mungkin minder dan bukan mustahil akhirnya malah undur dari sekolah.

Tetapi, pada masa kini, nilai rendah dalam rapor, yang artinya di bawah KKTP, seperti sudah disinggung di atas, sudah tak ada. Karena umumnya, akumulasi nilai setiap siswa yang berada di bawah KKTP dikondisikan sama dengan atau lebih tinggi daripada KKTP.

Sebagian siswa yang melalui jalur zonasi pun akhirnya terbantu nilai saat penerimaan rapor. Maaf, sebagian (besar) siswa yang melalui jalur zonasi, bisa jadi karena merasa bahwa mereka pasti diterima di jenjang berikutnya, semangat belajarnya rendah.

Guru, seperti saya, juga seperti teman-teman guru lain di mana pun sekolah tempat mereka mengabdi, yang berada langsung di lapangan, sangat mengetahui kondisi termaksud. Sebab, setiap hari efektif masuk sekolah senantiasa menjumpai siswa.

Ya, sekali lagi, siswa yang berasal dari jalur zonasi, sekalipun tak semua, memiliki motivasi belajar yang rendah. Karena, seperti yang sudah disebut di atas, mereka merasa, bahkan meyakini, bahwa pasti diterima di sekolah jenjang berikutnya.

Tetapi, persepsi tentang hal ini dapat saja berbeda dengan pihak lain yang tak berada langsung di lapangan (baca: sekolah). Sebab, sangat mungkin pengetahuannya hanya sebatas mendapatkan informasi dari pihak lain, yang boleh jadi informasi termaksud kurang akurat.

Yang pasti nilai dalam rapor siswa, selain diarahkan untuk motivasi, juga untuk refleksi (diri). Yaitu, memotivasi siswa untuk bersemangat dalam belajar. Juga untuk refleksi siswa dalam perjalanan pendidikannya.

Bahkan, lebih daripada ini, nilai rapor siswa seharusnya dapat memotivasi guru untuk bersemangat dalam memberikan pendidikan dan pengajaran kepada siswanya. Juga untuk refleksi guru dalam perjalanan mengajarnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun