Selain itu, melalui upaya ini dibangun juga sikap siswa untuk menghayati kearifan lokal. Sebab, sekalipun sayur, tiap-tiap daerah memiliki kekhasan. Tentu saja kecuali sayur yang sudah menasional, bahkan mengglobal.
Siswa harus mengenal sayur khas daerahnya. Jangan sampai orang lain sudah mengenalnya, tetapi siswa yang dilahirkan dan  dibesarkan di daerah tempat sayur berasal malah tak mengenalnya. Tentu hal ini tak hanya memalukan. Tetapi, mengkhawatirkan juga.
Sebab, jika generasi yang tua sudah tiada, sementara generasi yang muda belum mengenal dan menghayatinya, jangan-jangan berbagai sayur yang termasuk kearifan lokal ini justru diklaim oleh pihak lain sebagai harta kepunyaannya.
Karenanya, program makan bergizi gratis yang sudah diujicobakan di beberapa tempat dan selanjutnya segera diberlakukan di seluruh wilayah tanah air kita, menjadi momen berharga.
Yaitu, untuk menanamkan rasa mensyukuri, mencintai, dan menghargai kearifan lokal, yang di dalamnya termasuk sayur khas daerah, terhadap siswa. Jadi, tak sekadar siswa mau menyantap sayur, yang sekali lagi, diharapkan menjadi bagian porsi yang penting dalam program makan bergizi gratis.
Tetapi, mengajak mereka untuk membangun sikap bahwa mereka memiliki hak dan kewajiban untuk memanfaatkan, merawat, dan melestarikannya. Agar, generasi-generasi berikutnya tak tercerabut dari kekayaan alam dan kearifan lokal yang ada di tempat mereka dilahirkan dan dibesarkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H