Itu sebabnya, di sela-sela membersamai siswa dalam pembelajaran, guru tetap mempelajari dan mendiskusikan bersama dengan guru lain mengenai kurikulum yang diberlakukan. Ikhtiar ini lebih banyak dilakukan secara informal ketimbang formal.
Sehingga, sering ikhtiar ini tak tampak. Tetapi, ini cara yang dilakukan oleh guru dalam menghargai kurikulum. Cara ini dilakukan oleh guru sejak dahulu, sebab, seperti sudah disebut di atas, mengimplementasikan kurikulum dalam pembelajaran tak mudah.
Sebagai contoh, Kurikulum Merdeka yang sejak 2021 sudah diimplementasikan secara terbatas, pada 2023 baru mencapai hampir 70 persen sekolah yang ada di seluruh wilayah Indonesia. Itu pun melalui Program Sekolah Penggerak, SMK Pusat Keunggulan, dan Implementasi Kurikulum Merdeka Jalur Mandiri.
Artinya, untuk implementasi sebuah kurikulum hingga mencapai 100 persen sekolah sasaran, yang dalam konteks ini semua sekolah yang ada di wilayah Indonesia, ternyata tak cukup hanya waktu sepanjang satu periode pemerintahan.
Dari data di atas, dapat diduga bahwa hingga habis periode pemerintahan yang membidani Kurikulum Merdeka, masih ada guru yang belum mengimplementasikan kurikulum termaksud.
Bahkan, jangan-jangan dalam keadaan seperti ini, masih ada sekolah yang belum mengimplementasikan Kurikulum Merdeka. Sebab, pada Maret 2024, Anindito Aditomo, selaku Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemendikbudristek, menyebutkan bahwa masih ada 27 persen sekolah yang belum mengimplementasikan (Kompas.id).
Kalaupun sudah mengimplementasikannya, dapat dipastikan belum menyentuh esensinya. Karena, guru (baca: sekolah) yang sudah mengimplementasikan lebih dahulu saja masih harus belajar. Karena, dirasa belum dapat memberikan pengalaman belajar yang bermakna bagi siswa berdasarkan kurikulum termaksud.
Tentu saja yang dimaksudkan adalah, baik guru yang mengajar di sekolah negeri maupun swasta. Sebab, sekolah swasta pun memberlakukan kurikulum yang diberlakukan di sekolah negeri. Dan, memang demikian peraturan atau perundangan yang berlaku mewajibkannya.
Ini semakin menegaskan bahwa semua guru, baik yang mengajar di sekolah negeri maupun swasta, menghargai setiap kurikulum yang diberlakukan dalam mengelola pendidikan untuk masyarakat.
Serumit atau sesederhana apa pun kurikulum yang diberlakukan, guru terus belajar agar pesan-pesan yang ada dalam kurikulum dapat dipraktikkan dalam proses pembelajaran.
Ini pun sikap guru menghargai kurikulum, yang tak pernah pudar sepanjang masa sekalipun dalam sepanjang masa ini pula kurikulum silih berganti.