Mohon tunggu...
Sungkowo
Sungkowo Mohon Tunggu... Guru - guru

Sejak kecil dalam didikan keluarga guru, jadilah saya guru. Dan ternyata, guru sebuah profesi yang indah karena setiap hari selalu berjumpa dengan bunga-bunga bangsa yang bergairah mekar. Bersama seorang istri, dikaruniai dua putri cantik-cantik.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Saat Memotong Rambut Siswa, Momen untuk Mengenalnya Lebih Dekat

28 September 2024   16:09 Diperbarui: 29 September 2024   06:58 334
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi--potong rambut. (Freepik via Kompas.com)

Ia tak merasa dipermalukan sehingga ketika masuk ke kelas, tetap nyaman. Dan, bukan mustahil, karena ia tetap tenang dan nyaman, teman-teman yang lain tak mengolok-oloknya.

Kalaupun teman-temannya memperbincangkannya tak menjadi beban. Sebab, teman-temannya melihat kenyataan yang tak mengejutkan dalam dirinya karena rambut dipotong secara baik dan rapi.

Bukankah selama ini anak-anak membayangkan bahwa sanksi mengenai rambut selalu buruk seperti telah disebutkan di atas? Dipotong tak rata; ada botak di bagian sana, di bagian sini.

Jadi, kalau siswa yang menanggung sanksi potong rambut ternyata hasil potongan rambutnya bagus, "ekspektasi" anak-anak yang lain tak terwujud. Sehingga, mereka tak memiliki bahan untuk mengolok-olok siswa yang menanggung sanksi ini.

Kenyataan ini, disadari atau tidak, sekaligus mengubah imaji anak-anak bahwa sanksi tak selalu buruk. Sanksi atas pelanggaran bisa "baik" dan tak menyakitkan hati.

Lalu, apakah akhirnya kenyataan tersebut malah mengundang anak-anak lain untuk melakukan pelanggaran? Tak demikian. Sebab, saat prosesi memotong rambut, guru justru dapat berdialog dengan siswa bersangkutan secara terbuka.

Berbicara dari hati ke hati. Seperti saya, sembari memotong rambut siswa selalu memanfaatkannya untuk berbicara.

Menanyakan tempat tinggalnya, orang tuanya, saudaranya, kebiasaan setiap hari yang dilakukan, uang sakunya, sudah sarapan atau belum, sarapannya masakan ibu atau membeli di warung, dan masih banyak hal yang bisa ditanyakan. Siswa menjawab dengan ringan dan terbuka.

Jadi, melalui dialog termaksud, saya merasa akrab dengannya. Ia akhirnya bercerita terhadap saya, apa pun yang saya tanyakan. Peran saya saat memberi sanksi potong rambut malah (berubah) seperti teman bicara.

Pada titik inilah, saya memosisikannya sebagai mitra dialog. Saya tak menjadikannya pihak yang diinterogasi, sementara saya penginterogasi. Kesan saya sebagai penginterogasi dan ia sebagai yang diinterogasi tak ada sama sekali.

Saya merasa saat prosesi memotong rambut sebagai sanksi atas pelanggaran, tak menegangkan. Saya melihat siswa yang bersangkutan tenang, nyaman, berbicara santai, dan tersenyum saat saya menyelipkan sedikit humor. Siswa menerima sanksi, tapi tak merasa mendapat sanksi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun