Mohon tunggu...
Sungkowo
Sungkowo Mohon Tunggu... Guru - guru

Sejak kecil dalam didikan keluarga guru, jadilah saya guru. Dan ternyata, guru sebuah profesi yang indah karena setiap hari selalu berjumpa dengan bunga-bunga bangsa yang bergairah mekar. Bersama seorang istri, dikaruniai dua putri cantik-cantik.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Bahasa di Ruang Publik yang Tak Dihargai

8 September 2024   00:44 Diperbarui: 8 September 2024   07:10 220
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seorang penjual melintas di dekat papan informasi larangan berjualan, tapi banyak penjual. (Dokumentasi pribadi)

Fenomena seperti disebut di atas bukan disebabkan oleh orang tak dapat membaca pemberitahuan atau petunjuk. Juga bukan karena orang tak memahami maksud bahasa tersebut. Bukan! Tapi, rerata orang tak menghargai bahasa yang sudah dibacanya dan dipahaminya.

Bahasa yang sudah dibaca dan dipahaminya tak digunakan untuk mengontrol diri. Bahasa seolah tak berfungsi. Sekalipun sebetulnya (sangat) berfungsi. Sebab, bahasa ini dibuat oleh pihak-pihak yang ahli di bidangnya dengan melihat  segi  kemanfaatan.

Jadi, bahasa termaksud memiliki manfaat. Yaitu, untuk menciptakan rasa nyaman dan aman bagi semua. Maka, wajar jika masih ada sebagian besar orang yang menghargainya.

Terbukti mereka memenuhi kebutuhan atau keinginan dengan taat terhadap bahasa pemberitahuan atau petunjuk yang ditemukan dan dibaca  di ruang publik.

Silakan Anda cermati yang terjadi di sekitar Anda! Lebih banyak yang menaati daripada yang melanggar, bukan? Tapi, sekalipun yang melanggar atau tak menghargai bahasa informasi atau petunjuk hanya sebagian kecil, tetap menjadi  (maaf!) penyakit dalam masyarakat.

Dan, realitas ini sangat merugikan. Sebab, selain yang bersangkutan menunjukkan bahwa dirinya tak taat hukum atau norma, dapat juga merugikan pihak lain.

Bayangkan ini rambu lalu lintas di persimpangan traffic light. Bukan mustahil pengendara yang menerobos dapat menimbulkan kecelakaan. Tak hanya dirinya yang menjadi korban. Tapi, dapat juga menimpa pengendara lain yang sudah taat bahasa rambu jalan.

Bayangkan pula jika di lokasi yang sudah dipasang papan pemberitahuan tentang larangan berjualan di area termaksud, tetap ada orang yang berjualan. Bukankah hati ini sedih? Tentu sedih, bahkan prihatin.

Sebab, fenomena ini dan fenomena sejenisnya  dalam konteks yang berbeda dapat menjadi pemandangan yang buruk, yang tak ada sedikit pun mengedukasi masyarakat.

Sekalipun dinyatakan oleh UNESCO bahwa minat baca masyarakat Indonesia hanya 0,001%, atau, setiap 1000 orang Indonesia hanya ada satu orang yang memiliki minat baca, bukan berarti bahwa mereka tak dapat membaca teks sederhana, seperti bahasa pemberitahuan atau petunjuk yang dipajang di ruang publik.

Mereka bisa, seperti sudah saya sebutkan di atas. Bahkan, mereka dapat memahami maksud bahasa yang dibaca. Tapi, sebagian kecil mereka memang abai alias tak menghargai bahasa pemberitahuan atau petunjuk tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun