Lantaran, orang, termasuk siswa, memiliki naluri untuk bertahan. Tentu tak salah jika bertahan dalam sikap yang membangun, baik bagi dirinya sendiri maupun orang lain.
Tapi, jika sebaliknya, bahkan untuk mempertahankan (saja) ia harus berlaku kurang jujur, tentu  kurang benar. Membiarkan ini terjadi berarti tak mengedukasi.
Itu sebabnya, adanya problem seperti disebut di atas justru dapat menjadi ruang edukasi bagi guru untuk membawa siswa termaksud ke kesadaran yang positif.
Sebab, guru memfasilitasi terhubungnya komunikasi hati antarsiswa yang sedang berseteru. Siswa yang salah dibimbing untuk meminta maaf. Sedangkan, siswa yang dimintai maaf, dibimbing untuk memberi maaf.
Ini upaya sangat positif yang biasa dilakukan oleh guru setiap menjumpai persoalan antarsiswa. Karena ini bagian yang sangat penting. Yakni, menciptakan simpul rekonsiliasi antarmereka.
Selain memfasilitasi, guru juga menjadi saksi adanya rekonsiliasi ini. Sekalipun pemintaan dan pemberian maaf sebatas dapat didengar melalui telinga dan jabat tangan dilihat lewat mata, tapi dua peran guru --memfasilitasi dan menyaksikan-- merupakan peran yang mulia.
Sebab, siswa sangat mungkin tak akan mau meminta dan memberi maaf. Seperti pada umumnya yang terjadi, apalagi di kalangan siswa, yang memang untuk kasus demikian membutuhkan bantuan. Dan, gurulah yang berpeluang membantu karena berada dekat dengan siswa saban hari.
Dan, boleh dibilang hampir semua guru melakukannya. Di sekolah tempat saya mengajar, misalnya, menjembatani antarsiswa meminta dan memberi maaf (pernah) dilakukan oleh semua guru.
Tapi, masing-masing guru melakukan dalam jumlah yang berbeda. Tergantung, maaf, peka tidaknya guru atau lama pendeknya jam terbang guru. Ada guru yang melakukannya sudah banyak, ada yang baru sedikit.
Yang, tentu (saja) hal ini tak jauh berbeda dilakukan oleh guru di sekolah lain. Sekalipun saya tak pernah menanyakannya kepada guru di sekolah lain di daerah tempat saya berdomisili, saya sangat meyakini bahwa  mereka melakukannya.
Sebab, membimbing siswa, termasuk perihal membudayakan sikap maaf-memaafkan, merupakan tugas dan fungsi (tupoksi) guru dalam dunia pendidikan. Bukankah ini bagian dari pembentukan sikap positif siswa?