Siswa bermain sebagai perilaku yang wajar. Karena memang usia mereka masih ada dalam fase bermain. Hingga SMP, dunia bermain masih sangat melekat.
Setiap ada bel istirahat, misalnya, sebagian siswa di sekolah tempat saya mengajar turun ke halaman, yang sekaligus lapangan, untuk bermain. Dan, saat bel tanda masuk sudah berbunyi, permainan masih berlangsung.
Permainan yang paling dominan adalah permainan bola. Ada yang sepak bola, ada yang futsal, ada juga yang bermain basket. Memang permainannya tak menurut aturan seharusnya bermain. Sebab, mereka bermain dalam satu lapangan.
Mereka harus berbagi area bermain. Siswa yang bermain futsal hanya bermain futsal. Siswa yang bermain basket hanya bermain basket.
Karena berada dalam satu lapangan, mereka bermain tampak semrawut. Antara mereka terjadi silang melintang. Tapi, mereka terlihat dapat menikmati permainan.
Sehingga, seperti sudah disebutkan di atas, mereka sering abai terhadap bel tanda masuk berbunyi. Ketika terlihat guru menuju ke ruang-ruang kelas, mereka baru berlarian masuk kelas. Padahal, badan mereka penuh keringat. Sebab, mereka bermain bola di bawah terik mentari.
Permainan seperti disebut di atas sangat mungkin dilakukan oleh siswa di sekolah lain. Tentu disesuaikan dengan luas sempitnya halaman sekolah. Semakin sempit halaman, jenis permainannya semakin terbatas.
Dan, biasanya siswa putra yang mendominasi dengan permainan sepak bola atau futsal. Karena mereka sudah sangat familier terhadap permainan jenis ini.
Hanya memang jumlah mereka tak banyak. Lebih banyak mereka, baik putra maupun putri, yang duduk-duduk dan ngobrol sembari menikmati jajan dan minuman. Mereka ini yang cerdas memanfaatkan waktu istirahat untuk melepas lelah.
Sekalipun kesannya seperti rehat di ruang kelas, ternyata ada juga siswa yang memanfaatkan ruang kelas untuk bermain. Padahal, ruang kelas bukan area untuk bermain sebab sudah penuh dengan kursi dan meja.