Mohon tunggu...
Sungkowo
Sungkowo Mohon Tunggu... Guru - guru

Sejak kecil dalam didikan keluarga guru, jadilah saya guru. Dan ternyata, guru sebuah profesi yang indah karena setiap hari selalu berjumpa dengan bunga-bunga bangsa yang bergairah mekar. Bersama seorang istri, dikaruniai dua putri cantik-cantik.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Menemukan Siswa Baru Bermasalah, Bagaimana Guru Menyikapi?

26 Juli 2024   13:16 Diperbarui: 27 Juli 2024   06:22 288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi guru membantu siswa bermasalah. (Sumber: Shutterstock/Prostock-studio via kompas.com) 

Hari pertama masuk sekolah, guru pasti menjumpai banyak siswa baru (yang selanjutnya disebut siswa). Mereka ada yang baik-baik saja, yang berarti tak bermasalah. Tapi, sangat mungkin mereka ada yang tak baik-baik saja alias bermasalah.

Dari masuk pertama sekolah sudah dapat dilihat siswa yang memiliki kecenderungan bermasalah. Pun demikian sebaliknya, siswa yang berkecenderungan tak bermasalah. Artinya, keduanya dapat diketahui sejak dini.

Yang memiliki konsentrasi perihal ini umumnya guru yang memiliki tugas tambahan di bidang kesiswaan dan pembina organisasi siswa intra sekolah (OSIS). Karena, mereka memang memiliki tugas dan fungsi yang berkaitan  dengan siswa.

Sehingga,  sangat mungkin mereka dapat mengetahui terlebih dulu siswa yang memiliki kecenderungan bermasalah ketimbang guru yang lain.

Menemukan siswa  yang seperti ini relatif mudah.  Sebab, melalui fisik siswa, hal-hal yang mudah dilihat,  sudah dapat menjadi penanda.

Misalnya, dari warna rambut, gaya potong rambut, sepatu,  kedatangan di sekolah, cara mengenakan pakaian, dan bahkan cara mengenakan kaus kaki. Semua ini menjadi poin penting untuk kemudian dilakukan pendampingan siswa secara khusus.

Namun, bukan berarti guru yang tak bagian kesiswaan dan pembina OSIS tak memiliki perhatian terhadap siswa yang khusus ini. Mereka memiliki ruang untuk memperhatikan siswa yang khusus ini. Toh memang tugas dan fungsi guru dua arah, yaitu mengajar dan mendidik.

Hanya memang, peran guru bagian kesiswaan dan pembina OSIS dalam hal ini lebih banyak ketimbang guru yang lain. Sebab, guru bagian kesiswaan dan pembina OSIS memang memiliki tugas dan fungsi pokok mengurusi siswa.

Sampai(-sampai) yang sering terjadi adalah ketika guru yang lain menemukan siswa yang bermasalah diserahkannya kepada guru bagian kesiswaan dan pembina OSIS.

Tentu saja, seperti yang sudah disebutkan di atas, ini bukan berarti bahwa guru yang lain tak mau mengurusi siswa bermasalah. Pasti mau. Tapi, memandang ada pihak yang mengurusi, maka diserahkanlah kepada pihak yang mengurusi.

Guru bagian kesiswaan dan pembina OSIS bekerja sama dengan guru Bimbingan dan Konseling (BK) dalam mengurusi atau menangani masalah kesiswaan. Yang, keduanya bersifat saling membantu dan melengkapi dalam mendampingi siswa bermasalah.

Siswa yang sudah "tertandai" memiliki masalah, apa pun, lebih efektif jika segera mendapat perhatian dari guru.

Contoh, pada masa pengenalan lingkungan sekolah (MPLS) kali ini, kami menjumpai siswa yang berkecenderungan memiliki masalah.

Yaitu, masalah rambut. Bahkan, sejak siswa baru yang termaksud masih mendaftar, kami sudah mengingatkan agar rambut semirnya dikembalikan ke rupa aslinya. Tapi lacur, saat masuk hari pertama MPLS, rambutnya malah dipotong model avatar sekalipun warna asli sudah kembali.

Itu sebabnya, perihal ini menjadi perhatian penting bagi kami,  kesiswaan dan pembina OSIS. Perhatian penting tersebut diwujudkan dalam bentuk memanggil orangtua.

Kami berdiskusi dengan orangtua siswa ini. Orangtua termaksud mengatakan problem  anaknya secara jujur. Di antaranya, anak sering tak di rumah. Beberapa kali anak pulang tengah malam. Bahkan, diduga sudah masuk komunitas anak jalanan, atau lebih tepatnya anak punk.

Melalui diskusi ini, kami akhirnya memiliki peluang untuk melibatkan pikiran kami  kedalam pikiran orangtua. Di antaranya, anak betah di rumah membutuhkan lingkungan rumah yang ramah anak. Anak membutuhkan kasih sayang keluarga. Anak membutuhkan perlindungan dan rasa nyaman.

Hal-hal seperti yang disebut di atas ini yang setidak-tidaknya dapat kami sumbangkan kedalam pikiran orangtua. Selain itu, kami juga dapat menyisipkan komitmen layanan sekolah bahwa sekolah berusaha menciptakan lingkungan yang ramah anak.

Sekolah memberi perlindungan dan rasa nyaman terhadap semua siswa. Sekolah menyediakan ruang ekspresi bagi anak agar kebutuhannya terpenuhi. Juga, menciptakan suasana dan keadaan yang mengondisikan anak betah beraktivitas di sekolah.

Ya, sekolah dan keluarga memang tak boleh berbeda dalam memberi lingkungan belajar. Di rumah anak belajar; di sekolah anak juga belajar.

Jika di kedua tempat belajar, anak mendapati lingkungan belajar yang berbeda, yang kurang saling mendukung, apalagi bertolak belakang, maka dapat dipastikan lemahlah pembangunan karakter anak.

Anak (baca: siswa) yang bermasalah adalah siswa yang pembangunan karakternya kurang baik. Karenanya, siswa yang menjadi bagian dari keluarga dan bagian dari sekolah menjadi tanggung jawab dua pihak.

Sekolah dan keluarga bergandeng tangan mendampingi anak. Pun tak efektif menunda waktu ketika sudah dijumpai siswa bermasalah.

Artinya, begitu ditemukan siswa bermasalah, sekolah segera membangun komunikasi dengan orangtua atau keluarga. Dan, bersyukur jika temuan ini ada di awal-awal tahun. Sebab, siswa yang bermasalah dapat segera dibantu.

Sekadar tahu, selama jalur zonasi berlaku, siswa yang bermasalah jumlahnya bertambah. Sekurang-kurangnya demikian data di sekolah kami. Tapi, menjumpai siswa yang bermasalah terkait potong   rambut gaya avatar baru saat ini.

Tentu saja, siswa yang bermasalah, apa pun masalahnya, misalnya, rambut disemir, potong rambut tak umum, suka merundung, dan  terlambat masuk, tak perlu ditunda penanganannya jika sudah ditemukan.

Penanganan sejak dini memiliki efek yang positif, baik terhadap siswa bersangkutan maupun semua siswa. Sebab, penanganan demikian mudah dituruti oleh siswa karena ia masih baru. Tak ada tentangan yang berarti. Juga untuk shock terapi.

Dan, ternyata menjadi shock terapi juga bagi siswa yang lain. Sebab, penanganan yang sudah dikenakan  terhadap satu-dua temannya yang bermasalah memberi sinyal bahwa sekolah sangat tegas dalam mengambil tindakan terhadap siswa yang bermasalah.

Pelibatan orangtua atau keluarga dalam penanganan sangat membantu siswa sesegera mungkin  menemukan kebahagiaannya dalam menjalani proses pembelajaran.

Sebab, orangtua atau keluarga sudah banyak memiliki pengalaman dalam mendalami persoalan anak, yang dapat menjadi narasumber bagi guru memperoleh informasi utuh mengenai anak.

Sehingga, memudahkan bagi keduanya membangun  persepsi yang sama dalam membantu anak mendapatkan kondisi yang  nyaman dan aman dalam menjalani pembelajaran.

Akhirnya, yang sangat menguntungkan sesegera mungkin menangani siswa bermasalah pada awal masuk  sekolah (jika memang ditemukan) adalah sangat kecil kemungkinan permasalahan berkembang. Baik bagi siswa bersangkutan maupun siswa lain.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun